Khalid bin Walid adalah seorang sahabat nabi yang merupakan salah satu panglima perang Islam terbesar sepanjang sejarah. Sebelum beliau masuk Islam, beliaulah yang menghancurkan pasukan Muslim di Perang Uhud. Ya, Perang Uhud. Satu-satunya perang sepanjang hidup nabi yang berakhir dengan kehancuran kaum Muslimin. Padahal ketika perang tersebut berlangsung, sebenarnya kemenangan sangatlah sudah dekat berada di genggaman kaum muslimin. Ibarat seorang koki, tinggal menunggu finishing touch-nya saja.
Pasukan kafir Quraisy yang porak-porakkan dan kocar-kacir oleh pasukan kaum Muslimin pun terpukul mundur dan menyisakan begitu berlimpah ruahnya harta rampasan perang di area di bawah Bukit Uhud. Pasukan pemanah yang berjaga-jaga di Bukit Uhud pun melanggar sabda nabi dengan turun dari bukit dan berebut ghanimah. Mereka tidak tahu bahwa sesungguhnya ghanimah itu hanyalah umpan. Pasukan Khalid bin Walid yang sedari tadi mengintai pasukan pemanah berkata dalam hati bahwa mangsa sudah masuk dalam perangkap. Dengan kecerdikannya, Khalid bin Walid mengomandoi pasukannya untuk mengambil rute memutari Bukit Uhud, dan pasukan pemanah yang sudah terlena dengan harta dihancurkan sehancur-hancurnya oleh Pasukan Khalid bin Walid.
Pasukan Khalid bin Walid pun meneriakkan yel-yel bahwa Muhammad sudah mati. Hal ini membuat mental kaum muslimin pun jatuh dan akhirnya kalah dengan telak. Nabi sendiri dalam perang ini mengalami luka yang cukup serius. Beberapa gigi nabi tanggal karena dipanah oleh pasukan musuh.
Dari konstruksi cerita Perang Uhud di atas yang akan kita lihat bersama adalah begitu sentralnya peran Khalid bin Walid dalam peperangan ini. Bukan sembarang Allah memilih seorang Khalid bin Walid sebagai panglima perang yang mengalahkan pasukan muslimin. Khalid bin Walid pun akhirnya masuk Islam dan menjadi kekuatan tersendiri bagi pasukan Islam. Atas kecerdikannya itu tak salah para khalifah setelah nabi mengangkatnya sebagai panglima perang.
Salah satunya adalah khalifah Umar bin Khattab. Khalid bin Walid pun tidak menyia-nyiakan kepercayaan yang telah diberikan khalifah. Bahkan Khalid bin Walid mencatat rekor bahwa setiap perang yang dipimpinnya pasti berakhir dengan kemenangan bagi pasukan Islam, sehingga hal ini membuat pasukan secara khusus dan umat Islam secara umum menaruh respek tersendiri kepada Khalid bin Walid.
Mendengar hal ini Umar bin Khattab tidak tinggal diam saja. Dia mengambil tindakan memecat Khalid bin Walid sebagai panglima perang dengan alasan yang agak kurang masuk akal, yaitu karena setiap perang yang dipimpinnya selalu berakhir kemenangan. Hal itu ditakutkan oleh Umar akan menimbulkan kesyirikan dan peng-kultus-an sosok Khalid bin Walid yang terlalu berlebihan. Alasan Umar bukan karena takut tersaingi dengan Khalid, tetapi benar-benar menginginkan kemaslahatan yang terbaik untuk umat. Umar pun mengganti posisi Khalid bin Walid dengan menunjuk seorang pemuda yang jam terbangnya masih jauh kalah dibanding Khalid. Khalid pun ditempatkan Umar sebagai anak buah dari pasukan yang dipimpin oleh pemuda tadi dan Khalid dapat memahami semuanya dan tetap berperang dengan maksimal.
Yang menarik adalah kata-kata fenomenal dari Khalid bin Walid ketika dipecat oleh Umar. Khalid berkata, “Saya berjihad bukan karena Umar, tapi saya berjihad karena Allah”.
Khalid bin Walid adalah seorang sahabat Nabi yang begitu merindukan kematian syahid ketika di medan perang, tetapi Allah belum mengabulkannya. Seorang panglima besar dengan begitu banyak bekas luka sabetan pedang dan hujaman tombak ini pun akhirnya wafat di tempat tidur.
Ibrah yang dapat sama-sama kita ambil dari sirah di atas adalah mau jadi apapun kita, entah apapun itu yang mengharuskan kita menjadi seorang jundi/anak buah dari seorang pemimpin, ingatlah satu hal, kerja yang kita lakukan bukanlah untuk pemimpin itu. Selalu tanamkan dalam hati bahwa setiap kerja kita semata-mata diniatkan untuk Allah, sehingga dapat menghindarkan diri dari kekecewaan atas segala bentuk rupa apapun dari pemimpin kita.