Pernahkah kita merencanakan sesuatu hal tetapi ternyata kita tidak bisa melakukannya? Sebut saja, ketika kita hendak pergi ke suatu tempat. Namun, kita tak bisa pergi ke tempat yang sudah kita rencanakan.
Bagaimanakah perasaan kita setelah mengalaminya? Apakah akan marah kepada diri sendiri ataukah kita tetap berbaik sangka pada kondisi yang telah menimpa diri.
Masih ingatkah dengan sebuah kisah seorang pemuda yang hendak pergi keluar kota? Pada saat itu dilaksanakan acara liburan bersama teman-teman kerjanya. Namun, karena suatu masalah dia tak mengikuti acara liburan itu. Padahal, sebelumnya dia sudah menanti-nanti masa rekreasi untuk melepaskan lelah akibat banyak pekerjaan yang telah dia selesaikan.
Pemuda tersebut sempat kecewa pada dirinya sebab tak bisa mengabulkan keinginan dia untuk bisa bersenang-senang bersama teman-teman sekerja. Hampr-hampir dia mencaci maki dirinya karena tak kuasa menghadapi masalah yang menimpa dirinya.
Keesokan harinya, salah satu stasiun televisi menanyangkan berita tentang tabrakan yang terjadi di perbatasan kota. Tabrakan yang mengakibatkan para penumpang bis dan mobil terluka parah yang dialami oleh teman-teman dia yang kemarin sore berangkat untuk berlibur.
Subhanallah itulah kuasa-Nya. Terlirihlah dia mengucapkan syukur atas kejadian yang tidak dia alami. Bagaimana jadinya jika kemarin dia juga ikut bersama-sama pergi. Mungkin, dia pun akan mengalami luka parah sama seperti halnya teman-temannya.
Begitulah cara Dia menunjukkan kebesaran-Nya dan kekuasaan-Nya atas berbagai hal yang ada di muka bumi ini. Manusia hanya bisa berencana tetapi Dialah Sang Penentu atas rencana-rencana yang telah dibuat makhluk-Nya.
Manusia berusaha membuat rencana-rencana yang indah untuk dilaluinya. Tapi, seindah-indahnya rencana yang dibuat oleh manusia. Ternyata, lebih indah lagi rencana yang telah ditentukan-Nya.
Pada sebuah hadits Qudsi, Rasulullah menjelaskan tentang prasangka manusia yang berbunyi,
“Sesungguhnya Allah berfirman: “Aku sebagaimana prasangka hambaku kepada-Ku. Aku bersamanya jika ia berdoa kepada-Ku”(HR.Turmudzi)
Apabila prasangka manusia kepada Sang Kholiq buruk, maka Sang Kholiq pun akan menurunkan keburukan kepada diri manusia tersebut. Sebaliknya, apabila manusia berprasangka baik kepada-Nya, maka kebaikan akan terlimpahkan kepada manusia yang berpikir positif tersebut.
Prasangka manusia itulah yang akan menjadi kenyataan. Maka dari itu, kita dianjurkan untuk selalu berprasangka baik terdapat setiap kejadian yang telah dialami. Yakinlah, setiap peristiwa yang terjadi mengandung hikmah yang kadang kala tak semua orang mampu menterjemahkannya.
Seburuk apapun kejadian yang menimpa diri manusia, pasti ada hikmah dan nilai-nilai kebaikan yang tersirat di dalamnya, lewat prasangka baik, kita berusaha memahami dan memikirkan sejenak mutiara-mutiara pesan nan indah yang tersirat pada setiap kejadian.
Manusia tak pernah lepas dari kejadian buruk ataupun baik. Kehidupan selalu berputar, kadang kala mengalami peristiwa baik, ada kalanya pula mendapati kejadian yang buruk. Tapi, manusia tetap diperintahkan untuk berbaik sangka kepada-Nya. Apapun kejadiannya, tetap berbaik sangka kepada-Nya.
Dengan berbaik sangka, hati manusia akan terasa tenang dan tentram melihat berbagai peristiwa yang menimpa dirinya. Sebaliknya, apabila berburuk sangka dengan sebuah peristiwa, hati manusia akan gelisah dan tidak terkontrol akibat masukan-masukan buruk yang berkeliaran di hati dan pikiran.
Kejadian buruk apabila dihadapi dengan prasangka buruk maka akan bertambah buruk pula hasil yang akan diperoleh. Bahkan, akan memperburuk keadaan ketika dihadapi dengan prasangka buruk.
Kejadian baik apabila dihadapi dengan prasangka baik maka kejadian tersebut sedikit demi sedikit akan terselesaikan dan mereda dengan sendirinya yang akan membuat hati dan pikiran akan lebih tenang.
Kegelisahankah atau ketenangankah yang diharapkan? Jikalau, kegelisahan yang diharapkan maka hadapilah semua peristiwa yang buruk ketika menimpa diri ini dengan prasangka buruk. Tapi, jika sebaliknya, mengharapkan ketenangan maka hadapilah semua peristiwa buruk dengan prasangka baik yang akan berbuah ketenangan dan ketentraman hati bagi yang melaksanakannya.
Setiap orang memiliki takdir masing-masing yang tidak akan tertukar antara satu dengan yang lainnya. Takdir itulah yang harus dijalani oleh setiap insan untuk mengarungi kehidupan di dunia sebagai bekal menuju pengembaraan yang sejati di akhirat kelak.
Berkeluh kesah dan gelisah bukanlah salah satu cara untuk menyelesaikan dan menghadapi kejadian buruk yang meruntuhi diri ini. Setiap kejadian buruk yang terjadi bukan untuk diratapi dan ditangisi tapi untuk diambil pelajaran yang termuat di dalamnya, sebagai pelajaran hidup yang tak pernah ditemukan di sekolah atau kampus manapun.
Dengan berbaik sangka, semakin mendekatkan diri ini kepada-Nya yang akan berujung pada peningkatan taqwa demi mengharapkan keridhoan-Nya.
Manusia yang berburuk sangka, dia akan semakin jauh dengan-Nya, sehingga rahmat-Nya pun tak mau mengampiri. Wajarlah, jika rasa cemas, gelisah, kecewa dan berbagai rasa negatif lainnya berbondong-bondong menghampiri dirinya.
Mendekatkan dirikah atau menjauhkan dirikah yang ingin kita lakukan selama ini untuk menggapai surga-Nya?
Surga-Nya hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa yang selalu mendekatkan diri kepada Sang Pemiliki bumi, langit dan seisinya. Semoga dengan berbaik sangka menjadikan salah satu sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
“Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya.” (QS. Al-Ma’idah : 35)