Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“Dan jika kamu tanyakan kepada orang-orang munafik (tentang apa yang mereka lakukan) tentulah mereka akan menjawab : “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.”
Katakanlah, “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kalian selalu berolok-olok ?”
Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman…” (QS. At Taubah, 65 – 66)
Masalah yang sangat penting sekali, bahwa orang yang bersenda gurau dengan menyebut nama Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya adalah kafir. Ini adalah penafsiran dari ayat diatas, untuk orang yang melakukan perbuatan itu, siapapun dia.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Muhammad bin Kaab, Zaid bin Aslam, dan Qatadah, suatu hadits dengan rangkuman sebagai berikut:
Bahwasanya ketika dalam peperangan Tabuk, ada seseorang yang berkata, “Belum pernah kami melihat seperti para ahli membaca Al Qur’an (qurra’) ini, orang yang lebih buncit perutnya, dan lebih dusta mulutnya, dan lebih pengecut dalam peperangan.”
Yang dimaksud adalah Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam dan para sahabat yang ahli membaca Al Qur’an.
Maka berkatalah Auf bin Malik kepadanya, “Kau pendusta, kau munafik, aku beritahukan hal ini kepada Rasulullah!”
Lalu berangkatlah Auf bin Malik kepada Rasulullah untuk memberitahukan hal ini kepada beliau, akan tetapi sebelum ia sampai, telah turun wahyu kepada beliau.
Dan ketika orang itu datang kepada Rasulullah, beliau sudah beranjak dari tempatnya dan menaiki untanya, maka berkatalah ia kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, sebenarnya kami hanya bersenda gurau dan mengobrol sebagaimana obrolan orang yang mengadakan perjalanan untuk menghilangkan penatnya perjalanan.”
Kata Ibnu Umar, “Sepertinya aku melihat orang tadi berpegangan sabuk pelana unta Rasulullah, sedang kedua kakinya tersandung-sandung batu, sambil berkata, “Kami hanyalah bersenda gurau dan bermain main saja.””
Kemudian Rasulullah bersabda kepadanya, “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya, dan RasulNya kamu selalu berolok olok.”
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mengatakan seperti itu tanpa menengok, dan tidak bersabda kepadanya lebih dari pada itu.
Di sini dapat diambil pelajaran, ada perbedaan yang sangat jelas antara menghasut dan setia Allah dan RasulNya. Dan melaporkan perbuatan orang-orang fasik kepada Waliyul Amr untuk mencegah mereka, tidaklah termasuk perbuatan menghasut tetapi termasuk kesetiaan kepada Allah dan kaum Muslimin seluruhnya.
Juga pelajaran, ada perbedaan yang cukup jelas antara sikap memaafkan yang dicintai Allah dengan bersikap tegas terhadap musuh-musuh Allah. Tidak setiap permintaan maaf dapat diterima karena ada juga permintaan maaf yang harus ditolak, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini.