Oleh: Ahmad Sarwat, Lc., MA.
Salah satu musuh besar umat Islam adalah Yahudi. Berkali-kali ayat 120 surat Al Baqarah kita lantunkan atau kita dengar, yang isinya menegaskan bahwa Yahudi dan nasrani tidak akan rela kepada umat Islam sampai umat Islam mengikuti millah mereka.
Dan sampai hari ini, bangsa Indonesia sudah berhasil menempatkan posisi yang tepat terhadap proyek Yahudi di Palestina, dengan tidak membuka hubungan diplomatik dengan penjajah Israel. Sesuatu yang bahkan Mesir sebagai kekuatan real di tengah bangsa Arab malah belum mampu melakukannya. Mesir membuka hubungan diplomatik dengan Israel, setidaknya itu bermakna bahwa Mesir mengakui keberadaan negara penjajah itu. (Tulisan ini dibuat saat Mesir masih dikuasai oleh diktator Husni Mubarak – red).
Adapun kita bangsa Indonesia, meski sebagian kecil dari elemen rakyat ada juga yang menginginkan kita membuka hubungan diplomatik dengan penjajah itu, tapi kenyataannya semua rezim masih harus berpikir ulang kalau mau melakukannya.
Tapi yang jadi pertanyaan, apa cukup kita berhenti di seputar `tidak mengakui` keberadaan Israel? Atau kah kita harus juga melakukan hal yang lebih jauh dari itu? Misalnya memboikot produk Yahudi, sebagaimana yang sering dianjurkan oleh sebagian kalangan. Atau kah ada juga langkah-langkah lainnnya?
Tulisan ini akan mencoba membuka wawasan kita lebih luas lagi, terutama tentang apa dan bagaimana Yahudi, agar kita bisa menakar dan mengukur seperti apa sebenarnya kekuatan `lawan`. Dan tentunya kita jadi tahu tindakan seperti apa yang perlu kita lakukan. Setidaknya perlu kita pikirkan.
1. Motivasi Agama
Yahudi bersatu dan bekerjasama untuk mendirikan Israel, semata-mata karena mereka taat pada agama mereka. Walau agama mereka dalam pandangan Islam sudah tidak berlaku, selain karena sudah expired, juga isinya adalah hasil karangan para rahib dan pendeta mereka, bukan sesuatu yang original dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Namun harus kita akui semangat mereka membangun Israel ditambah semua kekuatan ekonomi dan lobi politik, semata-mata karena mereka ingin menjalankan kewajiban agama mereka. Karena mereka taat menjalankan agama, maka mereka melakukan semua ini.
Sebaliknya kita umat Islam, kebanyakan menghadapi Yahudi bukan dengan semangat agama Islam, melainkan dengan semangat nasionalisme sempit, atau sekedar motif-motif yang terlalu rapuh.
Maka kita bisa lihat bagaimana satu persatu perlawanan negara Arab rontok ketika berhadapan dengan realitas kekuatan Yahudi di lapangan. Sebab kalau kacamata yang dipakai semata-mata pertimbangan oportunis, maka pilihan mengakui Israel sebagai sebuah negara adalah pilihan paling logis.
Karena itulah Mesir, Suriah, Jordan, Libanon dan negara jiran lainnya, ramai-ramai meneken perjanjian yang intinya mengakui keberadaan Israel sebagai sebuah negara berdaulat di atas tanah rampasan.
Mengapa hal itu bisa terjadi? Karena para penguasa negara-negara Islam itu hanya mempertimbangkan realitas secara oportunis, tidak memasukkan pertimbangan akidah dan syariah dalam menetapkan pilihan.
Dalam pikiran mereka, berperang dengan Israel lebih banyak ruginya dari pada untungnya. Maka mendingan duduk damai saja, dengan menelan pil pahit kenyataan bahwa sesungguhnya Israel adalah sebuah kekuatan agresor maha dahsyat yang bertanggung-jawab atas jutaan nyawa bangsa Palestina.
2. Yahudi Sudah Bersiap Sejak Ratusan Tahun Lalu
Satu hal yang perlu kita pelajari secara seksama, Yahudi dengan akar-akarnya bukanlah fenomena yang baru saja terjadi di hari ini. Yahudi sudah bekerja keras sejak ratusan tahun yang lalu. Bahkan boleh dibilang ribuan tahun lalu.
Mereka siang malam diam-diam melakukan kerja tanpa lelah, turun temurun semangat membangun Israel dipompakan pada tiap generasi. Boleh dibilang, tidak ada bayi Yahudi lahir ke dunia kecuali di dalam darah dan dagingnya punya satu tujuan, yaitu mendirikan Israel, memperjuangkan kepentingan kaum mereka dan mengerjakannya dengan sepenuh dedikasi dan semangat.
Bank dunia sudah mereka dirikan jauh sebelum Israel mereka proklamasikan. Perusahaan-perusahaan raksasa yang menguasai aset-aset dunia, mulai dari perusahaan minyak sampai makanan, sudah mereka dirikan jauh sebelum bendera Israel berkibar.
Semua itu menandakan satu hal, yaitu perjuangan Yahudi adalah perjuangan yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Agak berbeda dengan kita kaum muslimin, dimana remaja-remaja banyak yang tidak tahu menahu urusan membangun umat, apalagi menegakkan daulah atau khilafah. Jangankan membangun umat, sadar bahwa dirinya bagian dari 1,7 milyar umat Islam pun belum juga.
Israel berdiri tahun 1948, tapi sejak tahun 1895 theodore Hertzl di Eropa sudah mulai memprovokasi bangsa itu untuk mendukung berdirinya negara Israel.
Dua tahun kemudian, 1895, di Swiss telah berkumpul 197 delegasi yang terdiri dari kaum orthodoks, nasoinalis, ahteis, kulturalis, liberalis, sosialis dan kapitalis. Topik utamanya, tidak lain persiapan untuk mendirikan Israel.
3. Yahudi Bersatu Meski Berbeda
Kita akui bahwa di dalam tubuh umat Yahudi ada begitu banyak kelompok, sebagaimana Al Quran menyebutkan :
Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti. (QS. Al Hasyr : 14)
Namun ketika bicara dengan lawannya seperti kita umat Islam, Yahudi tetap punya ikatan batin yang kuat. Mereka pada gilirannya bisa meredam sementara perpecahan di dalam internal mereka, kalau sudah berhadapan dengan umat Islam.
Ini yang perlu kita pelajari dari Yahudi musuh kita. Bagaimana dengan jumlah yang hanya 15 jutaan saja di seluruh dunia, mereka bisa kompak mengatasi ketidak-kompakan dan keretakan di tubuh mereka.
Sementara kita umat Islam yang dengan bangga mengatakan diri telah berjumlah 1,7 milyar, rasanya masih jauh untuk dibilang kompak. Jangankah kompak sesama umat, bahkan kadang di dalam tubuh sebuah jamaah, ormas, atau partai bernuansa Islam saja, kita masih merasakan ketidak-kompakan itu.
Kita masih mendengar caci maki dan tudiangan sesat yang ditujukan ke hidung saudara kita sendiri. Kadang masalahnya sepele, tapi jadi urusan besar dan berat sekali, bahkan pakai bawa-bawa neraka pula.
Sementara Yahudi dengan santai menjalin ukhuwah di antara mereka tanpa ribut-ribut yang mengakibatkan lumpuhnya kekuatan.
Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al Anfal : 46)
4. Yahudi Menguasai Ekonomi Dunia
Sebagian umat Islam ada yang punya semangat menggebu untuk membentuk khilafah Islamiyah, sebagaimana selama 14 abad ini kita pernah memilikinya.
Cuma ketika kita tanya, apa saja yang sudah kalian persiapkan untuk terbentuknya khilafah itu, semuanya hanya diam. Sebab yang terpikir di benak mereka, cukup dengan kampanye menegakkan khilafah, tiba-tiba besok pagi khilafah sudah ready for use.
Salah satu sendi sebuah khilafah, bahkan sebuah negara, dan dalam ruang lingkup yang lebih kecil lagi, sebuah organisasi, masalah kekuatan ekonomi menjadi sesuatu yang sangat krusial.
Dan salah satu kelemahan paling mendasar dari umat Islam adalah justru pada masalah ekonomi. Jangankan memiliki, sedangkan untuk sekedar mengatasi rasa lapar saja, jutaan umat Islam di berbagai belahan negeri masih menggantungkan harapan dari belas kasihan orang lain.
Di sekitar kita ada begitu banyak kekayaan alam yang potensial untuk dioptimalkan sebagai salah satu pilar penyangga ekonomi umat. Tapi sayangnya, tidak satu pun yang bisa dinikmati umat Islam. Sebab kebanyakan aset-aset itu sudah digadaikan ke orang asing, dimana keuntungannya kalau ada, masuk kantong para pejabatnya.
Sementara di sisi lain, perusahaan-perusahaan Yahudi dunia telah mengantungi hak untuk mengeksploitasi hampir semua kekayaan di dunia ini.
Para taipan Yahudi ini bekerjasama saling bantu untuk mengumpulkan dana yang tidak sedikit, untuk membantu kampanye para presiden di seluruh dunia. Ketika presiden itu naik tahta, maka kompensasi yang didapat Yahudi puluhan bahkan ratusan kali lebih besar dari modal yang sebelumnya mereka benamkan.
Sementara umat Islam, jangankah menguasai aset di negerinya sendiri, sedangkan sekedar mau bikin hajatan ormasnya saja, harus mengedarkan proposal kesana kemari, minta-minta sponsor dan sumbangan dana. Artinya, sekedar mau menyatakan bahwa ormas itu ada, masih harus dipapah oleh pihak lain.
Jadi bagaimana mau bikin khilafah kalau bikin sekolah saja tidak mampu? Bagaimana mau menegakkan daulah kalau membiayai hidup jamaah saja harus mengemis?
Orang-orang Yahudi tidak sekedar berhenti pada retorika ketika mereka menyatkan ingin membangun Israel. Mereka tidak sekedar kampanye kesana kemari kepada keturunan Yahudi di dunia, bahwa mereka harus mendirikan negara Israel.
Tapi mereka sudah sampai ke level bekerja secara sistematis. Mereka dirikan begitu banyak perusahaan multi nasional yang menguasai hajat hidup orang banyak, sebagai penopang dan tiang penyangga negara impian mereka.
Sementara kita, berhenti hanya sampai retorika belaka, bahkan malah berujung kepada saling menyalahkan sesama kaum muslimin. Tapi sambil menyalahkan, kita tetap saja berpangku tangan, tidak bekerja, tidak mendirikan perusahaan multi-national, tidak menggarap apa-apa. Kekayaan alam kita tetap saja diangkut ke luar sana untuk kepentingan Yahudi.
Ekonomi umat dalam taraf pemikiran kita, sekedar berjualan dengan MLM, atau jualan minyak wangi, buku, madu, habbah sauda`, atau kaus bergambar usamah.
Kita belum berpikir mendirikan PLTN misalnya, dimana proyek itu akan sangat membantu umat ini dari segi infrastuktur. Bagaimaan kita mau bangun pabrik otomotif atau pesawat terbang, kalau listriknya byar pet.
Untuk mendirikan `khilafah` Yahudi yaitu negara Israel, para konglomerat Yahudi membangun basis perusahaan kelas muliti nasional. Ada banyak keuntungan yang mereka peroleh dari sekian banyak perusahaan, selain masalah keuntungan secara finansial.
Misalnya, mereka bisa atur biar semua penguasa dunia bertekuk lutut dan mencium jempol kaki mereka. Para penguasa dunia itu akan memohon-mohon kepada para konglemerat Yahudi agar perusahaan multi nasional itu mau mendirikan cabang di negara masing-masing.
Disamping itu faktor keterikatan umat Islam kepada produk Yahudi membuat umat Islam tidak berpikir untuk bersikap kreatif memproduksi, tetapi cenderung membeli dari Yahudi. Buat apa membikin sendiri kalau bisa beli.
Sikap seperti ini pada gilirannya membuat ketergantungan umat Islam pada `musuhnya` semakin besar. Padahal barang itu barang yang sangat sederhana, cuma paku yang bahan bakunya berlimpah di negeri kita. Tapi kita telah diarahkan untuk selalu menjadi konsumen yang konsumeris.
Kalau barang yang kita miliki bukan buat luar negeri (baca : Yahudi), rasanya belum afdhal. Gengsinya turun drastis.
Dan yang paling fenomenal adalah perusahaan milik Bill Gates, Microsoft. Software komputer ini konon digunakan oleh 90% komputer pribadi di dunia.
Bill Gates dan Microsoft
Tahukah anda berapa besar kekayaan seorang Bill Gates? Tahun 1998 kekayaannya mencapai 45 milyar USD. Itu berarti lebih tinggi dari PDB gabungan dari Chili dan Mesir sekaligus, 2 kali lebih besar dari PDB Guatemala, 4 kali lebih besar dari PDB Srilanka dan Republik Dominika, 6 kali lebih besar dari PDB Kosta Rika atau Panama dan 8 kali lebih besar dari PDB Brunei Darussalam, dan 23 kali lebih besar dari PDB Bermuda. (Lihat : Raja Bisnis Yahudi oleh Anton A Ramdan SSi).
Tapi itu saja belum cukup, karena ternyata tahun 1998 baru awal keberhasilan Microsoft. Setahun kemudian (1999) Bill Gates malah dapat untung lebih besar dari dua kali lipatnya, yaitu 100 milyar USD.
Ada orang yang mencoba mengira-ngira, seberapa sih kekayaan Bill Gates. Salah satunya menghitung kira-kira pendapatan Bill Gates sebesar 250 USD per detik. Bukan perbulan, perminggu atau perhari, tapi per detik. Dengan kekayaannya ini, dia bisa membeli beberapa negara sekaligus.
Dengan 250 USD setiap detiknya, berarti pendapatan per harinya sekitar 20 juta USD atau 7,8 milyar USD setahun.
Jika dia menjatuhkan US$1.000, dia bahkan tidak perlu repot-repot lagi untuk mengambilnya kembali karena sama dengan waktu 4 detik untuk mengambil, dia sudah memperoleh penghasilan dalam jumlah yang sama.
Utang nasional Amerika sekitar 5,62 trilyun USD, jika Bill Gates akan membayar sendiri utang itu, dia akan melunasinya dalam waktu kurang dari 10 tahun.
Dia dapat menyumbangkan 15 USD kepada semua orang di dunia tapi tetap dapat menyisakan 5 juta USD sebagai uang sakunya.
Michael Jordan adalah atlit yang dibayar paling mahal di Amerika. Jika dia tidak makan dan minum dan tetap membiarkan penghasilannya utuh dalam setahun sejumlah 30 juta USD, dia tetap harus menunggu sampai 277 tahun agar bisa sekaya Bill Gates sekarang.
Jika Bill Gates adalah sebuah negara, dia akan menjadi negara terkaya sedunia nomor ke 37 atau jadi perusahaan Amerika terbesar nomor 13, bahkan melebihi IBM.
Majalah Forbes menobatkannya sebagai orang nomor satu dari 400 orang terkaya di dunia terhitung sejak tahun 1993 sampai tahun 2007.
Sosok Manusia Sukses
Sukses dengan bisnis, Bill Gates mulai merambah ke dunia yang lain. Dia pun menulis buku. Tahun 1995, sebuah buku berjudul The Road Ahead karyanya laris bak kacang goreng. Dalam waktu 7 minggu, buku itu masuk dalam daftar buku paling laris versi the New York Times. Di China saja, buku ini terjual 400.000 kopi.
Di tahun 1999, buku keduanya yang berjudul Bussines @ speed of Thought menyusul dan juga sukses di pasaran. Sampai-sampai bukunya diterjemahkan ke dalam 25 bahasa.
Keuntungan dari royalti penjualan kedua buku itu seluruhnya disumbangkan ke beberapa organisasi sosial yang bergerak di bidang pendidikan. Memang, keuntungan royalti itu tidak ada artinya dibandingkan kekayaan Bill Gates dari keuntungan Microsoft.
Panen Gelar Doktor dan Penghargaan
Ratu Inggris memberinya gelar Knight Commander of the Most Excellent Order of the British Empire pada tahun 2005. Bill menerima itu atas jasanya kepada perekonomian Inggris dan upaya dalam mengurangi kemiskinan dan meningkatkan taraf kesehatan di negara-negara berkembang. Gelar ini adalah gelar tertinggi kedua yang ada di Inggris.
Berbagai universitas terkemuka di dunia berebutan memberinya gelar kehormatan. Universitas Bisnis Nyenroe di Breukelen Belanda menganugerahinya gelar Doktor kehormatan.
Tahun 2002, giliran Royal Institute of Tecnology Stockholm Swedia yang menganugerahinya gelar doktor kehormatan.
Tahun 2005, Universitas Waseda Tokyo Jepang juga tidak mau ketinggalan memberinya gelar doktor. Dua tahun kemudian, 2007, Harvard juga memberinya gelar doktor. Terakhir tahun 2008, Bill menerima sekali gelar tersebut dari Karolinska di Stockholm.
Umat Islam dan Bill Gates
Lepas dari keyahudiannya, yang menggelitik kita adalah sebuah pertanyaan, lalu dimana kita sebagai umat Islam dibandingkan prestasi yang diraih oleh Yahudi satu ini? Adakah di kalangan umat Islam yang bisa menyamai prestasinya? Atau minimal kepintarannya dalam ilmu komputer sekaligus mengelola bisnis?
Yang terjadi kita malah jadi pembeli produk microsoft. Bahkan bergantung 100% dari windows dan officenya. Alih-alih membuat tandingannya, kita malah hanya bisa membajaknya. Ya, itulah kehebatan bangsa kita yang tidak dimiliki oleh seorang Bill Gates.
Dari pada susah-susah membikinnya, yang ada saja dibajak, lalu dijual dalam bentuk CD eceran seharga 25.000-an.
Maka kita harus memotivasi anak-anak kita biar jadi orang yang genius, lebih jenius dari Bill Gates. Sekaligus mengerti cara mengelola bisnis, lebih hebat dari cara yang dilakukan oleh Bill Gates. Dan kalau perlu, harus jadi orang yang kaya melebihi kekayaannya.
Agar dapat memajukan agama Islam dan umatnya, keluar dari jurang nestapa dan kancah kehancurannya.
Selain memiliki jaringan pengusaha kelas dunia yang kekayaannya berlimpah, dalam rangka membangun negara Isreal, orang-orang Yahudi sedunia memastikan bahwa dunia pers harus 100% benar-benar dikuasai. Pers adalah kekuatan keempat, begitu kata insan pers. Dengan kekuatan pers, Yahudi bisa menggiring opini 6,5 milyar manusia di atas bumi sesuai dengan selera dan keinginan mereka.
Rupert Murdoch
Kalau ada orang yang hari ini memiliki media massa paling banyak dan paling besar, maka semua orang sepakat bahwa orang itu adalah Rupert Murdoch. Dia adalah salah satu putera dari 15 juta bangsa Yahudi di kolong langit yang menjadi raja media massa.