Bernadzar pada Selain Allah Termasuk Syirik

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Mereka menepati nadzar  dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” (QS Al Insan: 7)

Dari ayat ini dapat diambil kesimpulan hukum bahwa menunaikan nadzar yang sudah diucapkan hukumnya adalah wajib.

“Dan apapun yang kalian nafkahkan, dan apapun yang kalian nadzarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS  Al Baqarah: 270)

Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anh bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Siapa yang bernadzar untuk mentaati Allah, maka ia wajib mentaatinya, dan barang siapa yang bernadzar untuk bermaksiat kepada Allah maka ia tidak boleh bermaksiat kepadaNya (dengan melaksanakan nadzarnya itu).”

Dengan demikian, seorang Muslim dilarang melaksanakan nadzar yang merupakan maksiat.

Apabila sudah menjadi ketetapan bahwa nadzar itu ibadah kepada Allah, maka memalingkannya kepada selain Allah adalah syirik.

***

Dari Ibnu Umar, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menganjurkan untuk tidak bernadzar. Beliau bersabda, “Sesungguhnya nadzar itu tidak mendatangkan kebaikan. Nadzar hanyalah alat agar orang yang pelit mau beramal.” (HR Bukhari no 6234 dan Muslim no 1639).

Al Qadhi ‘Iyadh berkata, “Ada kemungkinan, bernadzar itu dilarang dikarenakan sebagian orang yang bodoh berkeyakinan bahwa nadzar itu bisa menolak takdir dan menolak terjadinya hal yang telah ditakdirkan. Jadi nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang bernadzar karena khawatir adanya orang-orang bodoh yang berkeyakinan demikian. Konteks hadits juga menguatkan kemungkinan ini.” (Syarh Nawawi untuk Shahih Muslim)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam  bersabda, “Sesungguhnya nadzar tidak bisa menyegerakan sesuatu dan tidak pula bisa menangguhkannya. Nadzar ini hanya dilakukan oleh orang yang bakhil.” (HR. Al-Bukhari no. 6198)

Ulama berbeda pendapat mengenai hukum bernadzar pada hal-hal yang mubah.