Saudara yang tulus bukan selalu bermanis di hadapan kita, bahkan kadang jauh lebih menyebalkan dari musuh yang tidak tersamar. Apapun yang kita lakukan tak pernah luput dari incarannya. Dia menjadi orang yang merasa berhak tahu apapun yang akan kita lakukan.
Tak jarang para saudara yang seperti ini lebih menyebalkan dari paparazzi yang mengikuti kemanapun kita pergi. Dia punya banyak mata, puluhan telinga, ratusan kepala yang tahu apapun yang kita lakukan. Tak jarang tetiba dia bertanya, “Kemarin pergi dengan siapa?” saat dia mendengar kabar kita pergi dengan laki-laki yang tidak biasa. Padahal jelas-jelas kita tahu tak ada dia disana. Tapi tak jarang pula kita yang harus berganti bertanya,
Sering pula saudara itu seperti kain penghapus air mata. Saat hanya binar mata yang mampu bicara, ketika kaca-kaca mulai menyentak mata. Itulah sebabnya bekal utama dalam bersaudara adalah sabar. Karena kita pun tahu bahwa perjalanan menuju tujuan kita akan lebih lambat kita sendiri
Bersaudara dengan manusia-manusia harus bisa membuat kita menyadari bahwa kita “sedang menuju” kemuliaan. Bukan sudah sampai pada kemuliaan. Maka biarkan setiap proses itu mengalir. Bersabar bila ada yang mengingatkan, menahan bila ada yang memberikan senyum kecut.
Namun, kadang bersaudara juga persaingan. Ada beberapa tipe orang yang bisa saling menumbuhkan bila dikompetisikan. Bukan dipersatukan. Keduanya dilajur yang berbeda, lantas berlomba siapa yang bisa menuju finish yang pertama. Hingga keduanya tidak saling sadar bahwa antara satu dengan yang lainnya pada hakikatnya sedang saling membina. Andaikan mereka tidak Allah kompetisikan, sangat bisa jadi mereka hanya menjadi manusia-manusia biasa.
Maka, tetaplah bersaudara. Sebab persaudaraan adalah berbagi, meskipun salah satunya yang harus lebih dulu memulai. Bila tak cukup sabar dengan persaudaraan, maka bersabarlah dalam kesendirian. Dimana saat sendirian syetan akan lebih mudah menggelincirkan.
Terkadang memang sulit dan sakit. Namun bukankah seuntai kalung mutiara diawali dengan tusukkan jarum pada kilau-kilau yang tak bercela. Bukankah tidak menarik bila kalung mutiara hanya sekedar tempelan gambar menyerupai kilau-kilau mutiara.
Bersaudara mungkin melukai, namun ia memberi arti.