Bila Da’i Terjangkiti Penyakit ‘Al Wahn’

 “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu  dan yang mengamalkan kebaikan bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikaan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka dan Dia benar-benar akan merubah keadaan mereka sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahKu dan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang masih kafir setelah janji itu maka mereka itulah orang-orang yang fasiq” (An Nur 55).

Mari  kita mengingat kembali kondisi ummat yang hidup di zaman Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam . Kita akan mendapati bahwa kaum muslimin pada masa itu, shahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in, hidup dengan mulia dan terhormat. Mereka adalah kelompok tangguh dan berpengaruh, menjadi mulia dengan keislaman mereka.

Setelah masa itu, masih disusul pula dengan masa-masa Islam menuai kejayaan, mengakar kuat sampai ke eropa dengan karya-karya gemilang. Ummat Islam menjadi pelopor penemuan dasar teknologi, filsafat ilmu, dan pengaruh yang mendunia. Textbook kedokteran paling legendaris, THE CANON (Al Qanun fith Thibb), adalah karya ilmuwan kita, Ibnu Sina. Dasar perhitungan aljabar, dasar ilmu fisika, astronomi, geografi, travelling dunia, bahkan not balok sebagai dasar komposisi musik adalah karya seorang muslim (sebagian ulama tidak tahu sejarah ini lalu dengan penuh nafsu mengharamkan musik).

Tapi sebelum itu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam  pernah memberi peringatan,

“Hampir tiba saatnya perekutuan bangsa-bangsa mengerubungi kalian seperti bersatunya orang-orang mengerubuti makanan yang ada di atas nampan. Seorang sahabat bertanya: ‘Apakah karena sedikitnya jumlah kita pada masa itu?’  Rasulullah bersabda: ‘Bahkan jumlah kalian pada masa itu banyak. Tetapi kalian pada saat itu bagaikan buih seperti buih banjir. Dan Allah akan mencabut dari dada-dada musuh kalian (rasa) ketakutan kepada kalian, dan Dia akan memasukkan ke dalam hati-hati kalian al wahn’. Lalu shahabat bertanya: ‘Ya Rasul, apakah al wahn itu?’ Beliau bersabda: ‘Cinta dunia dan takut mati” (HR. Baihaqi, hadits hasan).

Kini peringatan Rasulullah itu benar-benar kita lihat di depan mata. Silakan Anda duduk di depan TV, tak perlu berlama-lama, cukup beberapa menit selama berita ditayangkan saja. Kita akan menyaksikan penegak hukum melanggar hukum, pemegang amanat rakyat mengkhianati rakyat, pemimpin memble dan cengeng, pejuang anti kemaksiatan terlibat maksiat, orang jujur diusir dari kampungnya, dan sebagainya.

Seorang teman dari Seattle bertanya, Indonesia ini negara dengan penduduk muslim terbanyak sedunia, tapi kok bisa sih Indonesia masung lima besar negara terkorup? Apakah orang Islam memang suka korupsi? Lalu ia iseng mencatat nama-nama tersangka korupsi yang ditayangkan di TV. Ternyata, mayoritas koruptor itu muslim, banyak yang berlatarbelakang aktivis organisasi keislaman. Demikian juga para penenggak dan pebisnis narkoba, pelaku cabul, kriminal di jalanan, dan penghuni lokalisasi prostitusi, kebanyakan adalah kaum muslimin. Bahkan, yang jegal-menjegal di pemerintahan pun adalah orang-orang Islam dengan partai yang (sok) islami.

Untuk menyikapi itu semua, bangsa ini tidak perlu ambil pusing. Ketika merasa salah dan akan diperkarakan,  mereka tinggal lari saja ke luar negeri. Pengejarnya pun tidak repot-repot amat, kalau memungkinkan ya dikejar, kalau tidak ya dialihkan saja ke isu lain biar masyarakat tidak bertanya-tanya lagi.

Bisnis dengan unsur riba, beraroma judi,  menjual ayat, komersialisasi sunnah, dan semacamnya telah menjadi trend dan sumber penghasilan sebagian di antara juru dakwah. Sementara itu, sosok yang disebut ‘ulama’ sudah demikian kacau, sebab amat banyak ulama dadakan tanpa kita tahu ia belajar ilmu dari mana. Mereka overconvident cukup hanya dengan berbekal simbol-simbol sunnah dan mengkaji satu dua kitab praktis, lalu berbicara berapi-api di forum.

“Jika kalian berjual beli dengan cara ‘inah dan kalian mengambil ekor sapi (sibuk dengan peternakan) dan kalian merasa lega dengan pertanian dan kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan menurunkan kehinaan bagi kalian. Dan Allah sekali-kali tidak akan melepaskannya, kecuali jika kembali kepada agama kalian”. (HR. Abu Dawud, hadits shahih)

Tidak salah, bila seorang pendakwah menjadi kaya raya dan berpenampilan parlente. Mereka ini lebih berpeluang memperbanyak shadaqah dan menggunakan kekuatan ekonominya untuk membangun ummat. Tetapi jika harta itu lebih mereka cintai daripada Allah dan Rasul-Nya, maka Allah memberi peringatan dalam surat At-Taubah ayat 24:

“Katakanlah (Hai Muhammad) jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasiq”.

Kisah tentang  da’i  yang mundur perlahan  dari jalan dakwah  begitu sukses di sebuah bisnis  MLM  tidaklah asing bagi kita. Da’i yang  melupakan ummat karena sibuk berebut kursi kekuasaan, atau  aktivis mahasiswa yang begitu lulus ‘lupa’ dan membuang idealisme karena iming-iming lowongan pekerjaan bergaji tinggi tidaklah asing  di telinga kita.

Tentu saja  mereka ini memiliki alasan yang amat manis  untuk menutupi penyakit wahn yang menjangkiti mereka. Sampai-sampai kita tidak dapat membedakan mana seorang da’i, entrepreneur, entertainer, politisi, birokrat, dan bahkan penjahat.