Kebohongan akan menjauhkan orang dari kita dan membuat kita kehilangan kepercayaan dari mereka. Jika mereka punya masalah mereka tidak akan mengadukannya kepada kita, jika kita membicarakan sesuatu merek tidak akan mau mendengarnya. Maka, alangkah buruknya kebohongan itu ..
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda dalam hadits riwayat Imam Muslim:
[arabtext]يطبع المؤمن على الحلال كلها إلا الخيانة والكذب[/arabtext]
“Orang beriman itu diciptakan dengan segala macam sifat kecuali khianat dan dusta.”
Imam Malik dalam Al Muwaththa’ meriwayatkan, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ditanya, “Ya Rasulallah, mungkinkah orang beriman itu jadi penakut?”
“Bisa jadi,” kata Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
“Mungkinkah seorang mukmin itu menjadi kikir?” tanya mereka.
“Bisa jadi,” jawab nabi shallallahu alaihi wa sallam.
“Mungkinkah seorang mukmin itu menjadi pendusta?” tanya mereka.
“Tidak mungkin,” jawab nabi shallallahu alaihi wa sallam.
Imam Abu Daud meriwayatkan, Abdullah ibn Amir berkata, Satu hari aku dipanggil oleh ibuku, sementara Rasulullah duduk di rumah kami.
“Hai kemarilah, ibu ingin memberi sesuatu,” kata ibuku.
Rasulullah bertanya, “Apa yang ingin engkau berikan kepadanya?”
“Aku ingin memberinya kurma,” jawab ibuku.
Rasulullah bersabda kepada ibuku, “Sungguh jika seandainya kamu tidak memberinya sesuatu kamu akan dicatat berbohong satu kali.”
Dalam banyak peristiwa kita menyaksikan orang sengaja berbohong untuk membangun citra dirinya ..
Kita jumpai juga seorang pembohong yang tidak pernah menepati janji2nya atau menutup nutupi kebohongannya dengan berbagai alasan tapi tak lama publik pun tahu tentang kebohongannya.
Imam Az-Zuhri penah berdiri didepan penguasa untuk memberi kesaksian atas sesuatu.
Sang penguasa berkata, “Anda berbohong !”
Imam Az-Zuhri berteriak, “A’udzu billaah, aku berbohong? Demi Allah, seandainya ada suara dari langit yang mengatakan, ‘Sungguhnya Allah telah menghalalkan berbohong,’ niscaya aku tidak akan berbohong. Jadi mana mungkin aku berbohong sedangkan bohong itu diharamkan?”
Ustadz Ibnu Hasan Ath Thabari