Sebagian orang tua khawatir dengan perkembangan anak-anaknya ketika sang buah hati mereka tumbuh di lingkungan dengan beragam bahasa. Ketika anak-anak, khususnya di usia prasekolah, harus dikenalkan pada bahasa asing selain bahasa ibu, banyak orang tua cemas karena belajar banyak bahasa akan menyebabkan anak mengalami kebingungan.
Akan tetapi, menurut pendapat pakar pendidikan anak usia dini yang juga psikolog pendidikan, Novita Tandry M.Psi, memperkenalkan beragam bahasa kepada anak di usia dini (di bawah 6 tahun) pada dasarnya tidak menimbulkan masalah, selama anak tersebut tidak mengalami kendala dalam kemampuan berbicara (speech).
“Semakin dini anak mengenal suatu bahasa, akan semakin baik untuk kemampuan bahasa mereka,” ungkap Novita di sela-sela acara pembukaan SGM Prestasi Center di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (1/5/2012).
Novita menjelaskan, memperkenalkan suatu jenis bahasa kepada anak di usia dini adalah salah satu bentuk stimulasi linguistik. Bagi anak-anak yang tidak bermasalah dengan kemampuan bicaranya, stimulasi menggunakan beberapa bahasa tidak akan menjadi masalah. Ia memberikan contoh, anak-anak usia dini di negara-negara tetangga memiliki kemampuan bahasa yang lebih beragam karena faktor lingkungan yang sangat mendukung.
“Di negara-negara tetangga seperti Malaysia atau Singapura, anak-anak sudah terbiasa mengunakan empat bahasa sekaligus saat mereka berusia 3 atau 4 tahun. Tiga bahasa lain yang mereka gunakan didapat dari lingkungannya,”tegas Novita.
Oleh karena itu, ia berpendapat selama anak-anak tidak mengalami gangguan dalam kemampuan berbicara, pengenalan bahasa lain di usia dini tidak menjadi masalah, bahkan dianjurkan. Hal sama tentu tidak berlaku untuk anak yang memiliki masalah dengan bahasa. Pada anak dengan gangguan bicara, lanjut Novita, penguasaan bahasa ibu harus diutamakan, sebelum dikenalkan pada bahasa lain.
“Pengenalan beragam bahasa adalah masalah konsistensi, bagaimana ayah dan ibu berbagi peran untuk mengajarkan bahasa kepada anak,” ujar alumni University of New South Wales Australia ini.
Novita juga menekankan pentingnya stimulasi bagi anak-anak di usia dini demi perkembangan kecerdasan mereka. Selain dari orang tuanya di rumah, stimulasi juga kini dapat diperoleh anak-anak melalui pendidikan informal seperti pusat tumbuh kembang anak usia dini. Bentuk stimulasi antaranya meliputi stimulasi fisik untuk mengasah perkembangan motorik kasar dan halus, stimulasi kognitif untuk perkembangan intelektual dan stimulasi linguistik untuk kemampuan berbahasa.
“Banyak orang tua menganggap pendidikan anak usia dini tidak begitu penting dengan alasan anaknya menjadi stres atau kehilangan masa bermain. Padahal 70 persen pembentukan karakter manusia itu dimulai dari nol hingga tiga tahun,” ujarnya.