Buka Bersama Sudah Menjadi Tradisi (?)

Bukber alias buka bersama, tradisi yang satu ini sudah melekat di kalangan masyarakat Indonesia ketika mengisi bulan Ramadhan. Buka bersama keluarga, rekan sekantor, kawan-kawan sekampus, atau bisa jadi dengan kawan-kawan zaman SMA, SMP atau SD, bisa sekalian jadi ajang reuni ya. Pada umumnya kegiatan buka bersama diisi dengan sekedar makan ta’jil & makan besar, sembari berbincang menanti beduk Maghrib tanda berbuka. Ada pula yang mengisinya dengan konser musik, mendengarkan tausyiah dari ustadz yang diundang, tidak jarang juga yang mengisinya dengan membagikan ta’jil dan makanan gratis kepada pengemis, anak jalanan atau tukang becak di tempat yang sudah disepakati sambil menunggu waktu berbuka.

Kegiatan buka bersama sebetulnya memiliki manfaat yang sangat baik. Selain juga sebagai sarana sialturahmi, mengakrabkan kembali kawan-kawan kita, juga sebagai sarana melatih kepekaan sosial utamanya yang berbuka bersama anak-anak yatim dan fakir miskin. Berbagi ta’jil dan makanan gratis pun sangat membantu memupuk jiwa sosial kita. Namun tidak jarang pula kegiatan ini membawa dampak negatif jika kita menyikapinya dengan berlebih-lebihan. Sebagai contoh, di akhir waktu buka bersama yang tidak jarang mendekati waktu Sholat Isya’ dan Tarawih, justru kita semakin asyik berbincang ria alias ngobrol ngalor ngidul yang akhirnya berujung pada ghibah alias gosip.

Adapun makanan yang disajikan untuk berbuka pun seringkali tersisa dan membuat kita tidak kuat berdiri saking kenyangnya. Waktu-waktu menanti berbuka pun tidak diisi dengan aktivitas yang semakin mendekatkan diri kita pada Yang Maha Kuasa. Padahal tiap kali datang Ramadhan, kita selalu menyelipkan doa agar Ramadhan tahun ini lebih berkah, bermunajat agar kita menjad pribadi yang lebih baik lagi, namun proses dalam mencapai itu semua justru semakin menjauhkan kita dari keberkahan Ramadhan.

Berbuka bersama kawan-kawan di restoran atau warung makan yang terbilang “wah”, hanya diisi dengan obrolan-obrolan duniawi, enggan berbagi nikmat dan rezeki dengan anak-anak yatim, fakir miskin maupun anak-anak jalanan yang sering kita temui, kosong akan lantunan ayat-ayat cintaNya. Masih pantaskah kita meminta lebih kepadaNya? Ramadhan adalah bulan dimana pintu syurga dibuka selebar-lebarnya, pintu ampunan tiada pernah tertutup, curahan rahmatNya mengalir deras, bahkan diberikan bonus berupa Lailatul Qadr.

Ramadhan adalah bulan Al Qur’an, bulan dimana seharusnya hati dan lisan kita selalu terpaut padanya. Pikiran dan lisan kita basah oleh dzikirrullah. Sudah seharusnya, kita menghiasi bulan ini dengan kegiatan-kegiatan yang memiliki nilai akhirat tinggi. Jikapun kita mengadakan kegiatan duniawi, tujukanlah ia semata untuk meraih nilai ukhrawi, mematangkan nilai spiritualitas kita.

Masihkah kita mengadakan buka bersama yang jauh dari keberkahan? Buka bersama yang hanya mengobati rasa lapar dan dahaga kita akan nikmat dunia semata?

Wallahu’alam.

Oleh: Rina Rakhmawati, Tegal.
Blog