Bukan (Negeri) Alkohol

Rencana Kemendagri membatalkan dan mengevaluasi sembilan perda miras amat disayangkan. Seperti diketahui, Mendagri Gamawan Fauzi melarang beberapa perda yang mengatur peredaran miras. Pemerintah mengacu kepada Keppres No 37/1997 dimana ada tiga golongan mniuman keras yakni A dengan kadar alokohol 0-5 persen, B kadar 5-20% dan C 20-55%. Secara sepihak Kemendagri ingin membatalkan perda miras karena dianggap melawan keputusan Presiden itu.

Keinginan ini sangat mengherankan mengingat efek miras sangat membahayakan bagi masyarakat. Banyak mudah ditemui di masyarakat kasus kejahatan akibat pengaruh miras. Misalnya kasus di SMAN 4 Jambi yang berujung dikeluarkannya 11 siswa karena mabuk. Pengaruh miras membuat mereka bertindak liar dan merusak fasilitas sekolah. Kondisi serupa ditemui di Gorontalo, seorang anggota Polda Gorontalo yang mabuk menembak warga hingga tewas. (Republika, 13/01/2012)

Pelarangan perda merupakan isu sensitif mengingat sebagian besar penduduk Indonesia mayoritas muslim. Dalam pandangan ulama miras bersifat haram sebab berpotensi sebagai sumber kemaksiatan dan kejahatan di tengah masyarakat. Mencabut perda larangan miras artinya melegalisasi miras di masyarakat. Apalagi di beberapa tempat, perda miras mampu mengurangi kriminalitas di masyarakat. Misalnya di Tangerang adanya Perda Kota Tangerang Nomor 7 Tahun 2005 yang melarang miras mampu mengatur tempat penjualan minuman beralkohol.

Merespons itu, tentu saja banyak muslim Indonesia yang bertanya ada apa di balik keputusan pelarangan miras? Jika pemerintah beralasan miras sebagai pemasukan negara. Masih banyak pemasukan negara yang lebih halal dibandingkan hasil penjualan miras yang terbukti haram. Jangan sampai keinginan menyejahterakan kehidupan masyarakat diperoleh dari pendapatan tidak berkah.

Seharusnya pemerintah sadar, pelarangan perda miras menimbulkan banyak dampak buruk bagi masyarakat. Bagaimanapun perilaku orang yang suka minuman keras dapat berdampak negatif di masyarakat seperti menyulut tawuran warga, pemerkosaan dan banyak kejahatan lainnya.  Wajar jika masyarakat dilanda keresahanan mendalam karena kebijakan ini berhubungan dengan keteriban sosial di suatu daerah.

Pemerintah sepantasnya dapat “belajar” dan studi banding persoalan miras kepada Bahrain.  Negeri Timur Tengah yang penduduknya hampir 100% muslim. Mereka melarang minuman alkohol sebab dapat merusak keteraturan sosial di masyarakat. Namun larangan hanya berlaku kepada penduduknya yang beragama Islam. Sehingga memungkinkan non muslim dapat mengonsumsi miras ditempat yang sudah ditetapkan pemerintah Bahrain.

Kebijakan pelarangan perda miras membuktikan, pemerintah belum sepenuh hati memperbaiki moral masyarakat. Untuk itu, revisi terhadap keppres harus dilakukan karena peraturan itu tidak mewakili kepentingan publik. Jangan sampai bangsa mayoritas muslim melakukan kesalahan besar melegalkan miras sehingga pembangunan tatanan kehidupan sosial yang lebih baik mengalami langkah mundur.

 

Oleh: Inggar Saputra, Jakarta.
Pengurus Pusat Pemuda Persatuan Umat Islam