Bunga riba termasuk harta yang haram.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al-Baqarah: 275)
Prinsip utama yang perlu untuk selalu kita perhatikan, bahwa bunga bank yang ada di rekening nasabah, sama sekali bukan hartanya. Karena itu, nasabah sama sekali tidak dibenarkan menggunakan uang bunga tersebut, untuk setiap kepentingan yang manfaatnya kembali kepada dirinya, apapun bentuknya.
Segala sesuatu yang haram tidak boleh dimiliki. Namun, hal tersebut bukan berarti bahwa kita harus membuang bunga bank tersebut karena kaidah syar’iyyah melarang kita menyia-nyiakan harta dan tidak memanfaatkannya.
Hukum bunga tersebut statusnya adalah sama seperti harta yang apabila orang Islam meninggalkannya, malah akan membahayakan kaum muslimin sendiri, meskipun itu merupakan pendapatan yang dilarang agama. Kalau demikian halnya, maka menyalurkannya untuk kemanfaatan kaum muslimin secara umum lebih utama daripada meninggalkannya sehingga orang-orang kafir memanfaatkannya untuk hal-hal yang diharamkan Allah.
Seseorang yang memiliki sesuatu dari harta tersebut hendaknya berusaha membersihkan diri darinya, dengan menginfakkannya pada hal yang bermanfaat bagi muslimin. Di antaranya membangun jalan, membangun sekolah, dan memberikannya kepada orang-orang fakir. Adapun masjid, tidak boleh dibangun dari harta riba. Tidak halal pula bagi seseorang untuk senantiasa mengambil atau memanfaatkan bunga.
Bahkan, jangan biarkan bunga itu ada di bank tersebut, bahkan ambil dan salurkanlah secepatnya pada kegiatan-kegiatan kebaikan. Seperti menyantuni orang fakir, melunasi utang orang yang kesulitan membayarnya, dan sejenisnya. Bagi orang yang berwenang terhadap pokok harta tersebut, hendaknya mengambilnya dari bank. Karena keberadaannya di bank adalah salah satu bentuk saling membantu dalam dosa dan permusuhan. Kecuali bila terpaksa untuk tetap menyimpannya di sana, maka tidak mengapa namun tanpa bunga
Biaya Administrasi Bank Adalah Kewajiban Nasabah
Prinsip dasar biaya administrasi bank yang dibebankan kepada nasabah adalah upah atas jasa yang diberikan bank berupa pengamanan harta dan jasa perbankan lain seperti ATM, internet banking, dan sebagainya. Oleh karena itu, biaya administrasi bank yang ditarik dari nasabah hukumnya adalah boleh.
Sedangkan bunga (riba) yang diberikan oleh bank kepada nasabah hukumnya tetap haram sebagaimana sudah dipahami. Jadi dalam hal ini ada dua hal yang berbeda: kebolehan biaya administrasi dan keharaman bunga.
Oleh karena itu, bunga bank yang haram tersebut tidak boleh digunakan untuk membiayai kewajiban pribadi nasabah. Biaya administrasi harus diambil dari harta pribadi nasabah.
Syaikh Ali Firkus mengatakan bahwa bunga bank adalah uang umum yang dimiliki seluruh kaum Muslimin, maka tidak mungkin seseorang menggunakan harta milik orang lain untuk membayar pajak yang menjadi beban kewajibannya.
Dalam kasus yang sama tentang membayar pajak pemerintah, Syaikh Abdullah Al Faqih mengharamkan pembayaran pajak dari bunga bank, dengan mengatakan, “Membayar pajak dengan bunga bank, hukumnya tidak boleh, karena pembayaran pajak akan memberikan perlindungan bagi harta pemiliknya, sehingga dia telah memanfaatkan riba yang haram ini.”