Malam itu, dadanya terasa sesak. Meminta derai air mata ditumpahkan dalam sedu sedan. Merasa diabaikan. Ah, wanita.. terlalu banyak yang dirasa, seringkali tanpa disertai logika. Dan tiba-tiba teringatlah ia, akan untaian kalimat yang ia baca beberapa hari yang lalu, “..bahwa cinta suci adalah cinta yang semakin mendekatkan kepadaNya..”
Semakin merenung ia, dan tetes airmata itu tak dapat dibendung lagi. Mungkin perasaan diabaikan hanya sebagai pengabsahan, agar tak terlalu merasa bersalah ketika airmata tumpah. Tangis perlu alasan, walau terkadang ia dicari-cari.
Tak kuasa ia harus berkata-kata, maka ia memilih diam ketika penggenap separuh dien-nya menghubungi lagi. Diam dan diam. Sampai akhirnya wanita itu memutuskan sambungan selulernya.Kemudian jari-jarinya mulai mengetik di selulernya,
“Suamiku yang shalih, afwan.. entah kenapa, malam ini airmataku berdesakan ingin keluar. Afwan.. Biarkan saja malam ini aku menuntaskan sesak di dada ini, afwan katsir..”
“Istriku yang shalihah, semoga deraian airmata itu membuat cinta kita makin suci karena aku mencintaimu karena Allah..”
“Masih ingatkah suamiku? Tentang konsep cinta suci? Kata-kata itu melekat kuat di benakku, terngiang selalu. Apa cinta yang kurasakan memang benar cinta karenaNya atau karena nafsu..”
Ah, bahkan para pecinta yang meniti cintanya yang halal saja kadang tak tahu, sucikah cinta itu ataukah belum..
Sang suami mengingatkan kembali idealisme mereka ketika ta’aruf. Ya, membangun peradaban. Dan doa yang dilantunkan sang suami malam itu membuat airmatanya sempurna menderas.
“Rabb..Engkaulah alasan kami dalam perjalanan cinta ini, beri kami keikhlasan dalam melaluinya.. Agar semua aral melintang serta prahara yang ada, menjadi nikmat dalam asa menemani perjalanan ini.. Rabb, Engkaulah alasan kami dalam hidup ini, beri kami keridhoan dan kemudahan dalam mengarunginya..agar hina yang ada menjadi indah dalam cintaMu ya Rabb,dalam rahmat dan berkahMu ya Rabb…”
***
Kata-kata yang terngiang di benak saya, bahwa cinta yang halalpun kadang tak diketahui, sucikah ia ataukah belum. Maka, apalagi cinta yang dibangun selainnya.
Oleh: Nila Putri, Yogyakarta.