“Kelak, pada gilirannya nanti, kita juga akan dipanggil menghadap-Nya. Dan Dia Yang Maha Kuasa akan menanyakan nikmat yang telah diberikan-Nya, untuk apa kita gunakan? Adakah untuk jalan cinta di jalan-Nya? Setelah ini, jangan lagi ada gersang di jalan cinta kita.”
Itulah yang dilakukan Abu Dzar, keimannya yang tulus kepada Allah dan Rasulullah telah membuatnya berani mengumumkan keislamannya. Dan keroyokan kaum musyrikin Quraisy pun tidak membuatnya takut. Esoknya, ia ulangi lagi hal itu, dan dikeroyok lagi.
Umar bin Khattab adalah sosok yang garang. Preman diatas preman. Tapi ketika hidayah menghampirinya, ia pun lansung beriman dan bergabung di jalan cintanya para pejuang Islam. Dan apa yang terjadi setelah itu? Kita dapat melihat perubahan dratis dalam diri Umar yang keras menjadi sosok yang tegas, lembut, penuh tanggung jawab.
Begitu juga Bilal dengan satu kata cintanya “ahad”. Dan Ummu Sulaim yang menjadikan Islam sebagai maharnya. Begitu indah apa yang mereka lakukan. Seindahnya cinta
Beriman kepada Allah swt adalah jalan cinta..
Ketika kita mampu berbuat baik kepada orang tua, berkata lembut kepadanya, santun dalam berpilaku, tidak pernah berkata “ah”, bahkan mengumpat, maka itu adalah jalan cinta.
Ketika kita dengan kakak-kakak kita, adik-adik kita, sanak family beserta tetangga saling akur, dan keakuran itu tercipta karena sikap kita yang baik, maka itulah jalan cinta.
Berusaha menjalin persahabatan dengan baik. Menjadi teladan bagi banyak orang dalam sikap dan perilaku maka itu juga jalan cinta
Berpayah-payah dan tertatih-tatih di jalan dakwah, juga merupakan jalan cinta yang agung
Namun itu semua akan benar-benar berharga ketika kita menapaki jalan cinta itu karena-Nya. Karena perintah-Nya, karena takut kepada-Nya, karena mengharap ridho-Nya. Maka orang yang paling baik di atas jalan cinta adalah mereka yang menjalankannya karena Allah, bukan karena orang lain atau mengharap imbalan.
“Katakanlah, Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semessta alam” (Al-An’am:162)
Ada yang mengeluhkan kepada saya mengenai kegersangan ruhiyah dan ukhuwah para aktivis dakwah. Ia merasa tidak merasakan jalan cinta seperti yang dirintis oleh Rasulullah. Aktivis dakwah hari ini terkesan egois dan mementingkan diri sendiri. Itu terlihat dengan kurangnya saling kepedulian antar sesama aktivis dakwah. Seorang aktivis dakwah pernah meminum air kran karena tidak kebagian air minum dari saudaranya. Sangat miris ukhuwah kita, memang.
Masih ada banyak lagi cerita miris para pejuang jalan cinta yang saya dapatkan. Aneh sekali jika kita yang berjuang di jalan cinta tidak berjalan selayaknya seorang pecinta. Ya wajar-wajar saja ada cerita demikian.
Jalan cinta kali ini bukan berarti tidak ada indahnya, bukan berarti tidak ada yang menjalankannya dengan cinta. Begitu banyak kisah indah itu, seperti kisah indahnya almarhumah Ibunda Yoyoh Yusroh, yang seluruh dunia mengucapkan tazkiyah kepadanya.
Realita miris yang terjadi seperti di atas adalah bagian fenomena jalan cinta. Tentu untuk menjadi para pecinta sejati di jalan cinta-Nya, Allah memberikan ujian, sebagai bukti dan seleksi, sebenarnya kita berada di jalan cinta ini karena siapa? Karena Allah-kah? Atau masih karena orang lain yang senantiasa mengajak kita? Namun, bagaimana pun, itu semua tidak boleh lagi terjadi. Masing-masing kita haruslah mempunyai kemauan yang tinggi dalam memperbaiki diri. Insya Allah perjalanan panjang jalan cinta ini akan mengajarkan kita dan mentarbiyah kita dengan sebenar-benarnya tarbiyah.
Lalu yang terpenting adalah kita memahami jalan cinta ilallah adalah jalan keindahan, seperti indahnya cinta
Kenikmatan, seperti kenikmatan cinta.
Kesejukan, seperti kesejukkan udara yang menyejukkan
Dan paradigma kita mengenai jalan cinta haruslah seperti itu, tidak boleh bertukar.
Jika kita memahami bahwa jalan cinta adalah keindahan, kenikmatan dan kesejukkan maka saya yakin semua kita akan meletakkan itu semua di dalam diri kita terlebih dahulu sebelum memberikannya kepada semua orang.
Para pejuang cinta haruslah mampu membuat banyak orang merasakan keindahan Islam melalui dirinya. Merasakan kenikmatan berjuang bersama dengannya. Dan selalu memberikan kesejukkan ke dalam hati banyak orang dikala angin gersang nan panas menimpa mereka. Itulah yang dilakukan Rasulullah saw di jalan dakwahnya kala itu, membuat semua para sahabat merasa paling dicintai dan para musuh pun menaruh hormat dan segan kepadanya.
Maka jalan cinta kita adalah keindahan, kenikmatan, dan kesejukan. Dan itu semua lahir dari kedekatan kepada Allah, pemahaman yang benar terhadap Islam dan akhlakul karimah yang sangat luar biasa.
Terapkanlah itu semua wahai saudaraku di dalam dirimu. Agar banyak manusia merasakan keindahan, kenimatan, dan kesejukan di jalan cinta kita. Setelah ini, jangan lagi ada gersang di jalan cinta kita disebabkan oleh ulah tangan-tangan kita sendiri.
“Ya Allah, jadikan di dalam hatiku cahaya, pada pandanganku cahaya, pada pendengaranku cahaya, dan dari sisi kananku cahaya, dari sisi kiriku cahaya, dari atasku cahaya, dari bawahku cahaya, dari depanku cahaya, dari belakangku cayaha, dan agungkanlah untukku cahaya.” (Do’a Rasulullah saw. di saat Qiyamul lail, dari Ibnu Abbas ra.)
Oleh: Doni Al Siraj, Padang – Sumatera Barat
Seorang mahasiswa BP 2008 Jurusan T. Arsitektur Universitas Bung Hatta