Apakah Anda telah menyeru kepada sekalian manusia untuk kembali kepada kemurnian Islam, tetapi tidak banyak di antara mereka yang memenuhi panggilan suci ini? Apakah begitu banyak seruan kita ini seolah tidak didengar oleh mereka?
Jangan-jangan kita terlalu banyak menyeru, sementara kita sendiri tidak banyak berbuat, dan jarang belajar tentang apa yang kita perbuat.
Mari kita kembali menata pemahaman dakwah ini. Secara bahasa, da’wah berarti menyeru, memanggil, atau mengajak. Secara istilah, da’wah artinya mengajak atau membimbing manusia untuk melakukan kebaikan dan menuruti petunjuk, memberi contoh berbuat kebaikan yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan melarang perbuatan munkar yang dilarang oleh Allah dan rasul-Nya.
Dakwah adalah membangkitkan kesadaran manusia agar mereka memperoleh keberuntungan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Dakwah juga bermakna usaha penyebaran risalah Islam di secara menyeluruh.
Terpenting, dakwah adalah melakukan amar ma’ruf, dan menghindari sesuatu yang munkar. Mari kita cermati kutipan ayat-ayat ini:
“Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung” (terjemah QS Ali Imran : 104)
“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan bagi umat manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah” (Terjemah QS. Ali Imran: 110).
Kata amar ma’ruf dan nahi munkar seperti itui banyak diulang kembali dalam ayat lain, QS. At Taubah: 71, Al Hajj: 41, Al-A’raf: 165, Al Maidah: 78-79 serta masih banyak lagi dalam surat dan ayat yang lain.
Tentu saja, amar ma’ruf maupun nahi munkar bukanlah materi diskusi. Ia adalah perbuatan, yang menghendaki penyerunya menjadi model untuk dapat dilihat diduplikasi tindak tanduknya. Maka, lakukanlah terlebih dahulu apa pernah diperintahkan kepada Anda, sambil terus menyeru kepada orang-orang yang anda seru menuju kebaikan.
Kualitas kita tergantung dari hasil pembelajaran yang kita lakukan. Vernon A. Magnesen mengatakan bahwa manusia mendapat manfaat belajar dari:
10% dari apa yang dibacanya
20% dari apa yang ia dengar
30% dari apa yang ia lihat
50% dari apa yang ia lihat dan dengar
70% dari apa yang ia katakan, dan
90% dari apa yang ia katakan dan lakukan.
Bila Anda mendapatkan pelajaran 90 % dari apa yang anda katakan dan lakukan, maka benarlah teguran Allah dalam surat As-shoff ayat 2:
”Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah engkau mengatakan sesuatu yang engkau tidak melakukannya ?”
Allah mengingatkan agar kita tidak hanya berwacana dan berteori. Allah memurkai orang yang hanya pandai berbicara tanpa pandai beramal, sekaligus mengandung hikmah bahwa mengatakan sesuatu sambil mengamalkannya adalah pembelajaran terbaik bagi kualitas diri manusia.
Untuk mempelajari sesusatu, praktekkanlah! Belajarlah komputer langsung dengan mengetik langsung di komputer, bukan menunggu diselenggarakannya kursus gratis. Anda belajar menyelenggarakan event dengan menjadi panitia beneran. Semakin sering, semakin mahir. Untuk belajar berbisnis, bawa langsung dagangan Anda, dan mulailah menawarkannya.
Anda dapat belajar memimpin rapat dengan cara mencoba memimpinnya. Anda dapat belajar mengarang dengan langsung menulis dan mengirimkannya ke media. Anda belajar berdakwah dengan langsung mengajak kebaikan kepada masyarakat. Meski hanya menyampaikan satu ayat.
Tetapi, bukankah amalan itu tertolak jika kita tidak memahami ilmunya terlebih dahulu? Kita mengawalinya dengan hukum dan tata cara, itupun sambil dipraktekkan. Selanjutnya, kita akan terus menggali ilmunya sambil terus meningkatkan kualitas ibadah kita. Jangan berdebat dengan keharusan kita paham ilmu sampai kafaah, baru berbuat.
Allah memberi batas waktu untuk hidup di luar yang kita pahami. Mengisyaratkan bahwa memang kita harus banyak berbuat.