Pendidikan di Indonesia masih menjadi barang mewah bagi sebagian anggota masyarakat. Walaupun pemerintah telah mencanangkan wajib belajar 9 tahun dan membebas-biayakan jenjang pendidikan dasar di banyak daerah, namun pada tahun 2010 masih terdapat 13 juta anak usia tujuh hingga lima belas tahun yang terancam putus sekolah (www.mediaindonesia.com).
Menyikapi hal tersebut, sebagian anggota masyarakat yang prihatin kemudian menggagas sekolah alternatif bebas biaya bagi ‘siswa’ didiknya. Dua di antaranya yang cukup fenomenal adalah Qaryah Thayyibah di Desa Kalibening, Salatiga dan SMART Ekselensia Indonesia di Parung, Bogor. Kedua sekolah tersebut didirikan hampir bersamaan, Qaryah Thayyibah berdiri pada tahun 2003 kemudian setahun setelahnya SMART Ekselensia didirikan.
Qaryah Thayyibah (QT) adalah sekolah berbasis komunitas yang diinisiasi oleh Ahmad Bahrudin, seorang anak keluarga pesantren yang mengabdikan dirinya di dunia pendidikan alternatif. Semula konsep sekolah ini dibuat hanya untuk ‘menampung’ anak-anak usia SMP yang tidak bisa melanjutkan sekolah. Bersama sepuluh keluarga Desa Kalibening yang merasakan beratnya biaya pendidikan, sekolah itu didirikan. Sejak tahun 2008, kelas dilanjutkan hingga tahap SMA.
Kegiatan belajar-mengajar QT dilakukan secara berpindah-pindah, tergantung keinginan para peserta didik. Di QT, para peserta didik yang dibagi dalam beberapa kelompok belajar, adalah merupakan murid sekaligus guru bagi diri sendiri dan teman-temannya. Peran guru secara formal digantikan oleh pendamping yang hanya dibutuhkan sewaktu-waktu atas dasar permintaan kelompok belajar. Setiap peserta didik diberikan kebebasan dalam menentukan mata pelajaran yang ingin mereka pelajari, proses belajarnya pun dilakukan tanpa dibatasi waktu maupun tempat. Selain itu, siswa bebas membuat kelompok belajarnya sendiri yang berasal dari komunitasnya.
Melalui metode ini, siswa diakui menunjukkan minat belajar yang besar. Mereka pun mampu memaksimalkan potensi yang mereka miliki. Harapannya, dengan cara ini siswa lebih cepat berkembang, percaya diri, dan mampu menjadi mandiri. Meskipun terkesan ‘bebas’, QT tetap mengadopsi kurikulum SMP reguler. Karena itulah kini QT sudah resmi diakui sebagai SMP Terbuka di Salatiga.
Konsep sekolah yang dikembangkan QT kemudian menjadi fenomenal karena disejajarkan dengan Kampung Issy Les Moulineauk di Perancis, Kecamatan Mitaka di Jepang dan lima komunitas lain di dunia yang dipandang sebagai Tujuh Keajaiban Dunia.
Beberapa siswa lulusan sekolah berbasis komunitas ini pun sudah mengukir prestasi dan berhasil melahirkan produk, baik berupa tulisan maupun karya seni lainnya yang layak jual. Bahkan nilai rata-rata ulangan peserta didik QT terutama untuk matematika dan bahasa inggris, mampu mengalahkan nilai rata-rata sekolah reguler lainnya.
Berbeda dengan QT yang berbasis komunitas, SMART Ekselensia Indonesia (SMART EI) adalah salah satu program pendidikan sebuah Lembaga Amil Zakat Nasional, Dompet Dhuafa. Berawal dari program beasiswa pendidikan, Dompet Dhuafa kemudian berinisiatif mendirikan sekolah akselerasi bagi lulusan SD yang berprestasi namun kesulitan biaya untuk melanjutkan pendidikan. Dengan program pendidikan SMP – SMA selama 5 tahun, sekolah yang dibiayai dari dana para donatur Dompet Dhuafa ini merupakan boarding school yang mengasramakan anak didiknya. Seluruh anak didik SMART EI adalah laki-laki.
Dibangun dengan fasilitas lengkap, SMART EI pada angkatan ini mendidik 236 anak dari 27 propinsi di Indonesia. Sejak didirikan, total sudah 2 angkatan diluluskan oleh SMART EI, yaitu pada tahun 2009 dan 2010. Seluruh anak didik lulusan sekolah yang mengadopsi kurikulum VCE (Victoria Certificate of Education), IB (International Baccalaureate), Singapore Curriculum, Malaysia Curriculum dan Cambridge Curriculum tersebut, diterima di PTN terakreditasi di Indonesia.
Bicara prestasi terkini, awal Agustus 2010 lalu Ahmad Darmansyah, siswa kelas 3 SMP SMART EI berhasil meraih medali emas pada Olimpiade Sains Nasional ke IX untuk bidang Biologi. Sedangkan salah seorang alumni angkatan pertama, M. Syukron Ramdhani pada bulan Agustus 2009 hingga Juli 2010, berkesempatan mengikuti program pertukaran pelajar ke Belgia.
Qaryah Thayyibah dan SMART Ekselensia Indonesia, adalah bagian dari solusi tidak terjangkaunya biaya pendidikan negeri ini. Qaryah Thayyibah menerapkan pendidikan berbasis komunitas, dengan biaya, kontribusi dan upaya gotong-royong masyarakat sekitar sekolah tersebut yang mayoritas kurang mampu. Sedangkan SMART Ekselensia Indonesia mengembangkan pendidikan berbasis dana sosial masyarakat kaya dermawan, maupun perusahaan yang peduli akan keberlanjutan pendidikan anak-anak negeri.
Keberadaan keduanya semoga dapat menjadi motivasi dan inspirasi bagi mereka yang ingin menjadi bagian dari solusi pendidikan bangsa ini. Sehingga anekdot orang miskin dilarang sekolah, tak akan ada lagi.
(ditulis bersama dengan Mbak Rina Abdullah)
Referensi: Indonesia Magnificence of Zakat, Lembaga Pengembangan Insani – DD, Media Indonesia Online, Berita SMP QT.
Oleh : Ari Maulana, Jakarta
Seorang suami yang sedang menikmati menjadi Ayah dari anak pertamanya, setelah menunggu selama 6 tahun. Salah satu aktivis dunia maya, rutin mengupdate di blog pribadinya dan merupakan kontributor di IMZ