Diantara Fakta dan Fitnah Bersuamikan Bule

Setitik nila merusak susu sebelanga, istilah ini mungkin yang bisa mengawali cerita saya ini. Allah menakdirkan saya dengan memberikan kepada saya hadiah yang indah seorang laki-laki muslim asal Polandia (luar biasa dimata saya), walaupun beliau sendiri sering menyatakan mulai dari awal ta’aruf  bahwa beliau hanya laki-laki sederhana yang sedang belajar menjadi seorang muslim yang baik. Kini, kami sudah bersatu sebagai suami-istri dan tinggal di Polandia. Beliau adalah seorang suami yang lembut tapi tegas perihal Qur’an dan Sunnah.

Ainna Jamila dan Abdullah Pisarzewski

Menikah dengan bule bukanlah sebuah cita-cita, bahkan di luar angan-angan, tapi Allah tidak akan pernah salah memasangkan, dan beginilah kisah kami.

Sering, bahkan terlampau banyak yang bertanya atau sekedar melirik dengan penuh tanda tanya dan curiga. Kok make kerudung lebar jalan sama bule ya gandengan tangan pula? Abang (panggilan saya untuk suami saya tercinta, Abdullah Pisarzewski) sering kali meminta saya menerjemahkan apa yang orang-orang bicarakan, dan saya hanya menerjemahkan yang baik-baik saja , tapi beliau mengerti bahwa saya menerjemahkan hal yang lain. Abang sudah sering bolak–balik Indonesia (setelah menikah menjalani masa hubungan jarak jauh alias LDR ).

Saat saya dan Abang lagi jalan-jalan, ada laki-laki yang perkataannya sungguh kurang ajar. Gak tanggung-tanggung, “Nih ustadzah suka mainnya sama bule,” ngomong pas dihadapan saya dan Abang. Karena abang gak ngerti jadi saya berusaha menenangkan diri, kemudian menghampiri beliau. Abang pun ikut dengan wajah yang sedikit curiga.

“Salamu’alaikum Pak, kenalkan ini suami saya,” sambil saya bilang ke Abang, brother ini ingin kenalan sama Abang. Lantas Abang ngucapin salam dan kemudian memeluk si bapak ini. Si bapak ini kaget dan malu sekali lantas beliau bilang ke saya “Maaf ya, Bu. Sudah berprasangka karena memang banyak sekali perempuan Indonesia yang jalan sama bule tuh, gayanya sombong, trus cara pakaiannya kebuka banget. Pas liat ibu jalan sama suami ibu, saya kaget juga dan gak nyangka ada bule muslim bangat kayak suami ibu. Ibu sungguh beruntung punya suami seperti ini, uda bule, cakep muslim pula.”

Nah, yang ini saya terjemahkan ke suami saya tercinta. Abang bilang ke bapak itu dalam Bahasa Inggris karena beliau belum bisa bahasa Indonesia “Alhamdulilah Allahu Akbar, I ‘m so lucky to have beloved wife from Indonesia and more lucky to have good muslimah and she is my beloved wife,” sambil senyum ke arah saya. Dari sini saya belajar, bahwa setiap apapun harus disikapi dengan sabar.

Ini baru satu diantara sekian kisah lucu tapi menjadi pelajaran bagi saya secara pribadi tentang bagaimana bangsa saya yang tercinta memandang bule dan juga pernikahan perempuan Indonesia dengan laki-laki asing .

Kisah lucu kami juga mewarnai perjalanan kami selama Abang di Indonesia. Orang-orang Indonesia memang ramah bahkan terlampau ramah sampai tidak bisa membedakan mana yang namanya keramahan dan mana yang namanya ingin mengetahui urusan orang.

Saat kami di stasiun kereta api Bandung beberapa orang melirik-lirik ke arah kami dan saya anggap itu wajar, karena suami saya adalah seorang laki-laki bule dengan wajah yang untuk ukuran orang Indonesia bisa dibilang “sangat tampan.” Sementara saya seorang muslimah Indonesia yang bisa dibilang tidak cantik tidak juga jelek.

Beberapa ibu di samping saya juga nampak gelisah, dari tadi saya lihat curi-curi pandang ke arah kami. Karena tidak  sanggup menahan penasarannya, akhirnya beliau bertanya juga, “Teh, itu pacarnya bule darimana ya?“

Sebelum saya jawab, saya tidak bisa menahan ketawa jadi saya ketawa dulu. “Bu, pacar  saya ini asalnya dari Polandia yang dekat Jerman itu. Saya dan Abang kalau jalan gak ada yang nyangka kalau kami suami istri, yang paling sopan pasti dibilang tunangan atau yang lebih profesional ya dibilang guidenya.”

Benar-benar korban prasangka. Suami saya juga benar-benar menjaga adab sampai-sampai pas di bandara pun beliau sempat nanya sebelum check in “Ya Jamila, could i hold you? “

Saking halus perasaan, beliau khawatirnya ada yang tidak nyaman melihat kita, kemudian langsung saya jawab “Abang, I’m your wife, we are halal each other. Don’t care about what people thinking about us. Allahu Alim.

Kemudian beliau memeluk saya lama sekali dan menasihati saya, “Ya Jamila, must always saber strong and tawaqalAllah, Allah The Best Guard. Insha Allah soon we will unite again as husband and wife with full barakah.”

Begitulah, terkadang fakta indah tidak selalu mendapat tanggapan indah dari lingkungan, fitnah pun tak ayal menerpa. Namun, ketika iman sudah kokoh dan kita selalu sabar menghadapi semuanya, insyaAllah, perlahan, semua hal yang tidak menyenangkan itu akan menjadi menyenangkan. Sekarang, kami menjalani hari-hari bersama di Polandia. Salam kami sekeluarga di Polandia buat saudara di tanah air.

 

Oleh: Ainna Jamila, Polandia

Blog