Dosa yang Harus Dimintakan Taubat: Pelanggaran dan Kemungkaran

Dosa dan Pelanggaran

Dosa dan pelanggaran merupakan pasangan, seperti firman-Nya, “Dan, tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah kalian tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Al-Maidah: 2).

Jika masing-masing dipisahkan, maka yang satu mencakup yang lainnya, sebab setiap dosa merupakan pelanggaran dan setiap pelanggaran adalah dosa, sebab keduanya berarti melaksanakan apa yang dilarang Allah dan meninggalkan apa yang diperintahkan-Nya, atau dengan kata lain merupakan pelanggaran terhadap perintah dan larangan-Nya, dan setiap pelanggaran adalah dosa. Tetapi jika keduanya dipasangkan, maka masing-masing bisa berdiri sendiri, tergantung kaitan dan sifatnya.

Dosa ialah sesuatu yang diharamkan dari segi jenisnya, seperti dusta, zina, minum khamr dan lain-lainnya. Sedangkan pelanggaran ialah sesuatu yang diharamkan dari segi porsi dan tambahannya. Pelanggaran artinya tindakan yang melampaui batas dari apa yang diperbolehkan ke porsi yang diharamkan dan ukuran yang berlebihan, seperti berlebihan dalam mengambil hak dari orang yang justru seharusnya dia memberikan hak itu kepada orang tersebut, entah berupa perampasan hartanya, badan atau kehormatannya. Jika orang yang dilanggar marah, maka orang yang melanggar justru lebih marah kepadanya. Jika orang yang dilanggar mengeluarkan perkataan yang pedas, maka perkataan orang yang melanggar justru lebih pedas lagi. Ini semua disebut pelanggaran dan perbuatan yang menyimpang dari keadilan.

Pelanggaran ada dua macam: Pelanggaran terhadap hak Allah, dan pelanggaran terhadap hak hamba.

Pelanggaran terhadap hak Allah seperti melanggar sesuatu yang diperbolehkan untuk dilakukan, semacam bersetubuh dengan istri, lalu melakukan persetubuhan dengan selain istri.

Bisa juga berupa pelanggaran apa yang diperbolehkan saat berhubungan dengan istri, lalu melakukan persetubuhan yang dilarang, seperti menyetubuhi istri saat haid, nifas, puasa, di dubur dan lain-lainnya.

Pelanggaran juga bisa terjadi terhadap porsi yang diperbolehkan, lalu melakukannya dengan porsi yang lebih banyak, seperti memandang wanita yang hendak dilamar, kesaksian, mu’amalah, berobat dan lain-lainnya.

Kekejian dan Kemungkaran

Kekejian merupakan sifat dari sesuatu yang disifati, yang artinya perbuatan atau sesuatu yang keji, yang keburukannya jelas tampak dihadapan siapa pun dan tidak bisa dipungkiri siapa pun yang pikirannya masih waras. Maka terkadang kekejian ini juga ditafsiri dengan perbuatan zina dan homoseks. Allah menyebutnya fahisyah, karena keburukannya yang tidak mungkin dicegah. Namun perkataan yang buruk juga bisa disebut kekejian, yaitu perkataan yang jelas tampak keburukannya, seperti umpatan, tuduhan atau yang sejenisnya.

Sedangkan kemungkaran juga merupakan sifat dari sesuatu yang disifati, atau perbuatan yang mungkar. Artinya perbuatan yang diingkari akal dan fitrah. Penisbatan kemungkaran ke akal seperti penisbatan bau busuk yang sampai ke indera penciuman, pemandangan buruk yang sampai ke indera penglihatan, makanan tidak enak yang sampai ke indera rasa, suara sumbang yang sampai ke indera pendengaran. Tentu saja akal dan fitrah akan menolaknya, karena itu merupakan kekejian, seperti penolakansetiap indera ini. Yang mungkar menurut akal ialah sesuatu yang tidakdikenalinya dan tidak bisa diterima. Sedangkan keburukan yang dibenci dan dihindari adalah kekejian. Karena itu Ibnu Abbas ber-ata, “Kekejian adalah zina dan kemungkaran adalah sesuatu yang tidak dikenal dalam syariat dan As-Sunnah.”