Jutaan warga Mesir berkumpul di alun-alun Tahrir pusat kota Kairo dan melakukan sujud syukur bersama-sama setelah KPU Mesir menyatakan Mohamed Mursi resmi memenangkan Pemilu Presiden Mesir.
Mohammed Mursi merupakan Presiden Mesir pertama yang hafal Al-Qur’an. Pria bernama lengkap Mohammed Mursi Issa Ayyat ini bahkan bersama Istri dan seluruh anaknya adalah penghafal Al-Qur’an.
Senin 24 Juni waktu setempat, lapangan Tahrir kembali dibanjiri oleh ribuan masa dari segala penjuru Mesir. Namun kali ini mereka datang bukan untuk berunjuk rasa. Alih-alih mereka semua larut dalam suasana penuh kesyukuran dan haru, bersujud menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan. Karena sesaat sebelumnya, lembaga penyelenggara pemilu setempat secara resmi mengeluarkan pernyataan bahwa Dr. Muhammad Mursi sebagai pemenang dalam pemilihan umum presiden Mesir. Suatu kemenangan yang tidak hanya di syukuri oleh para anggota Ikhwanul Muslimin, organisasi pengusung Mursi untuk maju dalam pilpres Mesir melalui sayap politiknya Partai Keadilan dan Kebebasan, namun juga disyukuri oleh masyarakat Mesir lainnya yang memilih dan menaruh harapan besar di pundak Mursi.
Rentetan peristiwa yang diawali dari Revolusi Yasmin yang berhasil menggulingkan diktator Mubarak dari kursi presidennya, lalu berlanjut dengan diselenggarakan pemilu parlemen yang mengantarkan Partai Keadilan dan Kebebasan sebagai partai peraih suara terbanyak dalam pemilu parlemen, dan ditutup dengan peristiwa terpilihnya Muhammad Mursi selaku kader partai ini sebagai Presiden terpilih Mesir melalui pemilu, tentunya tidak pernah dibayangkan oleh Ikhwanul Muslimin bakal terjadi secepat ini sebelumnya. Walaupun bisa jadi sebenarnya Ikhwan sudah merencanakan hal ini sejak lama. Namun jangan dimaknai bahwa memenangkan pemilu adalah tujuan akhir dari Ikhwan. Karena terlalu sederhana jika tujuan amal politik Ikhwan dimaknai hanya untuk memperoleh kemenangan dalam pemilu. Ada tujuan yang jauh lebih besar, jauh lebih mulia dari itu. Dan memenangkan pemilu hanyalah salah satu anak tangga dari puluhan anak tangga yang masih harus dilalui Ikhwan.
Meskipun Ikhwan sudah memenangkan kedua pemilu tersebut, namun jalan yang akan dilalui Ikhwan kedepannya belumlah mulus. Husni Mubarak yang dulu sangat berambisi untuk memberangus Ikhwan kini memang tengah duduk di kursi pesakitan. Namun sejatinya pihak yang sangat ingin menghacurkan Ikhwan bukanlah Mubarak, Shafiq atau bahkan Dewan Militer Mesir. Ada dalang yang lebih besar disana, atau bisa dibilang ada Invisible Hand, jika penulis boleh meminjam istilah yang dipopulerkan oleh Adam Smith, walaupun pemaknaannya berbeda. Invisible Hand yang mencengkeram hampir semua pilar pemerintahan Mesir, sehingga memaksa mereka untuk bermusuhan dengan saudaranya sendiri. Baru-baru ini Dewan Militer Mesir melakukan pembubaran parlemen dan pembekuan konstitusi, suatu hal yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dewan Militer mengumumkan bahwa mereka mengambil alih kewenangan legislatif selama tidak ada parlemen. Padahal sebelumnya Militer menyatakan bahwa mereka akan menyerahkan kekuasaan pada pemerintahan yang terpilih pada bulan Juni ini. Namun beberapa manuver ini mengindikasikan bahwa sebenarnya militer tidak ingin menyerahkan kekuasaan pada pemerintahan sipil. Beberapa pengamat mengatakan bahwa upaya yang dilakukan oleh Dewan Militer ini bertujuan untuk mencegah tersingkirnya mereka dari poros kekuasaan dan upaya untuk mempertahankan eksistensi sisa rezim Mubarak.
Ikhwan juga jangan terlalu percaya diri dengan dua kemenagan pemilu ini. Merasa seolah mayoritas rakyat Mesir akan selalu berada di pihak mereka. Besaran angka 51,74% yang diperoleh Mursi dalam pemilihan tahap kedua, bukanlah suatu jaminan bahwa people power akan bergerak membela mereka seandainya terjadi kudeta militer. Peristiwa yang terjadi pada mantan Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawatra, hendaknya menjadi pelajaran tersendiri bagi Ikhwan. Ketika terjadi kudeta saat itu, Thaksin bukannya tidak punya pendukung. Kita tentu mengenal kelompok loyalis Thaksin yang menamai dirinya “Kelompok Kaos Merah”, yang sempat mengadakan kudeta balasan, tidak berkutik ketika Junta Militer pada waktu itu mengkudeta Thaksin yang tengah melawat keluar negeri. Kemungkinan Militer Mesir akan mengkudeta Mursi masih bisa terjadi seandainya Mursi dan Ikhwan tidak berhati-hati dan mewaspadai setiap kemungkinan yang akan terjadi.
Ikhwan juga harus berhati-hati dalam setiap tindak tanduknya. Ekspetasi tinggi rakyat Mesir yang digantungkan di pundak Ikhwan bisa jadi batu sandungan bagi Ikhwan. Sedikit saja kesalahan kecil yang ditorehkan Ikhwan, akan menyeret Ikhwan dalam peradilan opini di masayarakat yang bisa dimanfaatkan oleh Militer sebagai legitimasi penguat untuk menggulingkan Ikhwan dari kekuasaan. Karena jika berkaca dari Revolusi Yasmin, sepertinya militer akan berpikir dua kali jika akan mengkudeta pemerintah yang dipilih oleh rakyat tanpa alasan yang jelas. Karena bisa jadi tindakan itu akan memicu Revolusi Yasmin jilid II. Militer butuh alasan yang bisa diterima masyarakat. Dan dengan sedikit kesalahan, namun diolah menjadi suatu opini public yang negatif, bisa menjadi pemicu hilangnya kepercayaan masyarakat kepada Ikhwan.
Ikhwan sebaiknya juga jangan terus memaksakan berkontraposisi dengan militer dalam pemerintahan. Karena hal seperti ini hanya akan mempertajam friksi. Ikhwan sebaiknya belajar dari apa yang dilakukan Erdogan di Turki. Erdogan bisa memaksakan dirinya berkoalisi dengan militer. Dan disaat bersamaan perlahan tapi pasti, Erdogan mulai mengurangi sedikit demi sedikit pengaruh militer dalam pemerintahan. Dan ini memang tidak mudah dalam sebuah rezim baru dimana rezim sebelumnya adalah rezim diktatoris yang menggunkan militer sebagai pilar politik penguat pemerintahan. Namun Erdogan berhasil melakukannya. Dan perlahan tapi pasti juga, Erdogan berusaha mengurangi cengkraman invisible hand dari pilar-pilar politik dan ekonomi di Turki, termasuk militer. Jika Mursi dan Ikhwan bisa berhasil melakukannya, dan membangun pemerintahan Mesir yang kokoh, bukan tidak mungkin geopolitik di jazirah arab pada khususnya dan dunia pada umumnya akan berubah. Karena disaat bersamaan saat ini beberapa Negara Eropa tengah dilanda krisis keuangan yang cukup besar,dan bisa jadi memicu juga krisis miltidimensi di beberapa negara tersebut. Jadi disaat Arab tengan menuai indahnya musim semi,Barat tengah berjibaku dalam menghadapi musim dingin. Arab spring West winter. Semoga Ikhwan berhasil menjalankan cita-citanya dan mewujudkan harapan masyarakat. Karena janji menuai harapan,pembuktian menumbuhkan kepercayaan.