Ekspansi dan penaklukkan di wilayah-wilayah timur
“Wahai kaum Quraisy, sesungguhnya singa kalian sekarang telah menyerbu sarang singa dan mengalahkannya dengan mencabik-cabiknya. Kaum wanita tak sanggup lagi melahirkan seorang anak seperti Khalid ibn al Walid.”
Itu adalah pujian Abu Bakr Ash Shidiq r.a., Khalifah pertama pengganti Rasulullah saw., sesaat setelah menerima berita kemenangan pasukan Muslim atas tentara Persia dalam peperangan di Ullais, kawasan Iraq. Peperangan Ullais hanya salah satu dari sekian banyak letusan perang yang mengiringi ekspansi tentara muslim Madinah ke arah timur, yang kala itu ada di bawah kekuasaan Kaisar Persia. Upaya Abu Bakr Ashshidiq untuk menaklukkan negeri Iraq merupakan langkah awal penaklukan wilayah-wilayah timur pada masa Khulafa’ Rasyidin berikutnya. Penaklukan wilayah timur ini dimulai pada tahun 633 M, atau awal tahun ke-12 Hijriah, usai penaklukan gerakan Riddah yang sempat mengancam eksistensi Madinah.
Dalam melaksanakan ekspansi demi mengibarkan bendera Islam khususnya di penjuru-penjuru bumi timur Madinah ini, Abu Bakr kembali berpesan kepada Khalid ibn walid selaku panglima yang dipilihnya agar menarik hati masyarakat dan menda’wahi mereka kepada Islam. Demikianlah, selalu dimulai dengan kelembutan untuk menyentuh hati demi menyisipkan segenggam keimanan yang berujung pada keberserahan diri kepada Ilahi, menjadi pemeluk dien al Islam. Mengajak mereka yang semula berkubang dalam pekatnya gelap, menuju pada cahaya keimanan yang cerah dan mencerahkan.
Namun demikian, jika mereka, para penduduk Iraq, tidak menerima maka ambillah jizyah dari mereka. Dan jika mereka menolak jizyah, maka perangilah mereka. Aturan yang tetap sama dengan masa ketika Rasulullah saw. masih hidup dan menginstruksikan pasukan-pasukannya dalam perang-perang terdahulu. Abu Bakr demikian mewanti-wanti Khalid agar tidak memaksa seorang pun untuk ikut bersamanya, dan pula jangan sampai Khalid meminta bantuan kepada kaum murtadin. Betapa keberkahan dari serangkaian proses sangat diperhatikan oleh Abu Bakr. Dia tak ingin ada sedikitpun campur tangan musuh Allah, jikalau nantinya pasukan muslim memperoleh kemenangan. Betapa ia ingin, kejayaan dan gemilangnya Islam, adalah murni karena kerja keras kaum muslimin, tentunya dengan izin Allah dan rahmat-Nya. Pun demikian yang kita idamkan dan kita tekadkan hingga kini: kemenangan Islam, di seluruh muka bumi sebagai hasil dari serangkai perjuangan yang kita torehkan yang berlandaskan pada aqidah yang murni dan peruntukkan pada Ilahi semata.
Penaklukan wilayah Iraq periode pertama dimulai dari penaklukan selat Hindia (Faraj al-Hindi) yang juga dikenal dengan sebutan Ubullah, dilanjut dengan penyisiran dari arah selatan. Al Waqidi berkata, “Ahli sejarah berselisih pendapat mengenai keberangkatan Khalid ini, ada yang mengatakan bahwa Khalid langsung berangkat ke Yamamah meuju Iraq. Dan ada yang berpendapat bahwa Khalid kembali terlebih dahulu ke Madinah barub erangkat menuju Iraq melalui jalan Kufah hingga sampai di Heart.” Menanggapi pernyataan Al-Waqidi tersebut, Ibnu Katsir berkata, “Pendapat yang pertama lebih masyhur.”
Ada demikian banyak peperangan yang dilalui Khalid dan tentaranya dalam ekspansi ini. Dimulai dengan penaklukan Ubullah, selat yang merupakan pertahanan kuat bangsa Persia. Yang berkuasa di daerah itu adalah Hurmuz, seorang wakil Kisra yang terkenal sangat bengis dan kejam serta sangat kufur. Meskipun demikian, di kalangan kerajaan Persia dia dianggap sebagai bangsawan mulia. Relativitas memang selalu berlaku di mata manusia dalam penilaian-penilaiannya, tapi tidak di hadapan Sang Pencipta.
Penaklukan kawasan Ubullah ini cukup masyhur dengan sebutan perang Dzat as-Salasil disebabkan banyaknya personil tentara Hurmuz yang terikat dengan rantai. Ini adalah taktik yang dipakai oleh pimpinan perang pasukan Persia, Qubadz dan Anu Syajan, dengan mengikat seluruh pasukan dengan rantai panjang agar tidak ada satu pun yang mundur dan melarikan diri. Sebelum bertemu dengan pasukan muslim, Hurmuz menyempatkan untuk memberitahu para pembesar Persia peri hal keberangkatan Khalid dan pasukannnya ke Iraq.
Pasukan Muslim dalam perang kali ini berjumlah 18.000 personil. Namun cukup disayangkan, pada saat itu, mereka tidak memperoleh sumber air. Karenanya, para tentara muslim itu mengeluh kepada Khalid. Khalid berkata, “Usirlah mereka hingga kalian bisa mendapatkan air, sebab Allah swt. hanya akan memberikan air kepada salah satu dari kedua pasukan yang paling tahan dan paling sabar.” Sedikit banyak, perkataan Khalid dan kondisi kekurangan air ini mengignatkan lagi makna yang terkandung dalam ayat terakhir surat Al Mulk yang mengisyaratkan betapa pentingnya air sebagai sebab utama kehidupan, “Katakanlah, terangkan kepadaku jika sumber air kalian menjadi kering, maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?” Sebuah pertanyaan yang merupakan peringatan bagi orang yang kufur pada Allah, yang seharusnya pun menjadi hal yang kita ambil hikmahnya.
‘Al-maa-ul ghaur’ dalam tafsir Fizilalil Qur’an dimaknai sebagai hilang lenyap di dalam bumi, dan mereka tidak mampu memperolehnya lagi. Dan, ‘maiin’ artinya bersumber, melimpah, dan atau memancar. Terlukislah betapa susah hidup tanpa air yang menjadi sumber kehidupan itu sendiri. dan bagi para tentara yang sedang berperang kala itu, air adalah kebutuhan yang sangat. Maka atas izin Allah dank arena kasih sayang-Nya. ketika kaum muslimin mulai menyiapkan tempat, tiba-tiba Allah swt. mengirimkan awan tebal dan hujan yang lebat hignga akhirnya mereka memiliki persediaan air yang banyak. Dengan demikian tentara Islam menjadi semakin kuat.
Tak perlu menghabiskan banyak waktu untuk mengalahkan Hurmuz dan pasukannya. Hurmuz mati ketika perang tanding melawan Khalid, sementara pasukannya tercerai berai. Qubadz dan Anu Sajan berhasil melarikan diri. Pasukan Muslim terus mengejar pasukan musuh yang lari hingga malam hari, dan berhasil menguasai bekal dan senjata mereka. Dari peperangan ini, cukup banyak harta rampasan perang yang diperoleh pasukan muslim. Khalid mengirimkan seperlima dari harta tersebut kepada Khalifah di Madinah, melalui Zirr ibn Khulaib. Sesudah itu, untuk sementara Khalid dan pasukannya berhenti sejenak di sebuah jembatan besar di sebuah kota yang kini menjadi kota Bashrah.
Yang perlu digarisbawahi dalam sepak terjang Khalid sebagai panglima adalah ia tidak samasekali mengganggu para petani, karena mereka tidak ikut berperang melawan pasukan Muslimin. Pasukan muslim pun tida pula mengganggu anak istri mereka. Sebagai seorang sahabat yang mulia, demikianlah Khalid menjunjung tinggi apa yang diajarkan oleh rasulullah saw. dan mengamalkannya sedemikian nyata.
Rasulullah saw. bersabda dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, “Berperanglah kamu di jalan Allah. Perangilah orang yang kafir kepada Allah. Berperanglah, namun jangan mengambil berlebih-lebihan, jangan menipu (memperdaya), jangan membunuh dengan sadis, membunuh anak-anak, dan membunuh para penghuni rumah ibadah (biara dan gereja).”
Dalam hadits lain yang termaktub dalam Shahih Bukhari dan juga Shahih Muslim, betapa rasulullah mencela dan mengutuk pembunuhan terhadap kaum wanita dan anak-anak. Hal ini dipicu oleh peristiwa ditemukannya seorang wanita yang terbunuh dalam suatu perang (ghazwah).
Perlindungan terhadap siapa saja orang-orang yang tidak boleh ikut diperangi juga diperinci lagi dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Rabah ibn Rabi’, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Susullah Khalid. Pesakanlah benar-benar, janganlah dia membunuh keturunan dan pekerja.” Dalam peperangan di Ubullah ini, Khalid mematuhinya, berikut pada perang-perang selanjutnya. Penaklukan Ubullah ini, seluruh kawasan berhasil dikuasai, baik dengan jalan paksa ataupun dengan jalan damai.
Memang terdapat beberapa perbedaan mengenai kapan sesungguhnya penaklukan Ubullah berhasil dilakukan. Ath Thabrani dalam tarikhnya mengatakan bahwa penaklukan baru terjadi pada masa ‘Umar ibn Khathab di bawah pimpinan Utbah ibn Ghazwan sebagai panglimanya, pada tahun ke-14 H. Namun demikian, berdasar hasil kompromi antara pendapat-pendapat tersebut, bisa dikatakan bahwa penaklukan Ubullah tidak sekaligus, sebab sebagian dari negeri-negeri di Iraq memang kembali melepaskan diri dari Khalifah ketika Khalid keluar menuju Syam, baru kemudian ditaklukan lagi pada masa Umar ibn Khaththab.
Penaklukan Ubullah adalah perang pertama yang terjadi dalam rangka ekspansi pasukan muslim ke arah timur Madinah. Segelintir pasukan musuh yang berhasil lolos dari kejaran pasukan muslim di Ubullah lantas menggabungkan diri dengan bala bantuan yang dikirimkan oleh Kaisar Persia berdasar surat yang dikirimkan Hurmuz dulu. Bala bantuan yang lengkap ini berada di bawah pimpinan Qarin bin Qiryanis. Termasuk di dalamnya, yang menggabungkan diri adalah Qubadz dan Anus Sajan, yang dulunya adalah pemimpin pasukan musuh ketika di Ubullah.
Khalid mendengar berita tentang pasukan Qarin ini dan bertolak bersama pasukannya menuju Al MAdzar, tempat di mana pasukan musuh mulai bergerak. Kedua pasukan bertemu dan meletuslah peperangan yang sangat dahsyat. Qarin dibunuh oleh salah seorang amir pasukan muslim, Ma’qil ibn al-‘A’sya ibn Nabbasy.Adi ibn Hatim berhasil membunuh Qubadz dan ‘Ashim berhasil membunuh Anu Sajam. Pasukan yang lain tercerai berai dan lari tunggang langgang. Total pasukan musuh yang terbunuh sekitar 30.000 persoil. Hal ini mengakibatkan reputasi Qarin hancur di seluruh daratan Persia. Perang ini di kenal dengan sebutan Perang Al Madzar karena terjadi di kawasan Al Madzar. Juga dikenal dengan sebutan Ats-Tsani karena banyaknya tentara musuh yang raganya hanyut di sungai.
Selanjutnya Khalid menetap di Al Madzar hingga selesai membagi empat perlima dari harta rampasan dan tawanan perang. Diantara tawanan perang itu terdapat orang tua Hasan Al Bashri yang kala itu beragama Nasrani, Mafannah maula Utsman, serta Abu Ziyad maula al-Mughirah ibn Syu’bah. Khalid bertahan menunggu di Al Madzar sambil terus mencari informasi tentang musuh, sebelum akhirnya pada bulan shafar di tahun yang sama meletuslah perang selanjutnya, di kawasan Al Walajah yang disambung dengan perang Ullais pada bulan yang sama.