Di antara faidah menyebarkan berita tentang kebaikan dan kesolehan seseorang adalah supaya menjadi inspirasi bagi yang mendengar atau membacanya. Atau minimal ia gembira dan senang atas perilaku baik dan kesolehan saudaranya, walaupun ia tidak mencontohnya.
Sebagaimana dalam sebuah hadits disebutkan, seorang mukmin mencintai kebaikan untuk saudaranya sebagaimana ia mencintai kebaikan untuk dirinya sendiri.
Namun berbeda jika yang mendengar berita baik itu adalah pribadi yang hasad alias iri dengan orang yang dikabarkan kebaikannya itu.
Setidaknya ada tiga tanda:
Pertama, ia tidak suka berita baik itu tersebar, dan lebih suka jika berita buruknya yang tersebar.
Kedua, ia mengomentari berita itu dengan datar. Misalnya, seorang raja menyumbang sekian miliar dollar untuk suatu negeri muslim yang kekurangan, maka tanggapannya: “ya wajar, namanya juga raja di negara kaya”. Atau semisal sang raja meninggalkan tamu kenegaraan karena sudah masuk waktu shalat, maka tanggapannya: “ya biasa saja, kan memang muslim mesti shalat tepat waktu”.
Padahal, berapa banyak di antara kita yang rutin menyumbang ke sesama saudara muslim sesuai kemampuan kantong kita?
Ketika acara walimah misalnya, masuk waktu zhuhur, berapa tamu yang langsung cari masjid? Apalagi mempelainya?
Tidak ada penghargaan sedikitpun terhadap amal orang lain, malah cenderung mengecilkan amalan orang. Biasanya yang seperti ini dibarengi dengan menganggap besar amalan sendiri. Tanpa disadari, sikap meremehkan orang lain ini adalah bagian dari sebuah dosa besar, yaitu sikap sombong.
Ketiga, ia malah berkomentar miring terhadap berita itu, dan berusaha “mengimbangi” berita baik tadi dengan berita2 buruk tentang orang yang melakukan kebaikan tadi. Apa faidahnya?
Rekan, tak perlu dipungkiri, inilah keadaan sebagian umat ini. Betapa kuat sebagian kita dikuasai rasa hasad dan benci tanpa alasan yang jelas atau hanya ikut-ikutan. Kita berdoa semoga Allah melindungi kita dari semua itu.
Ristiyan Ragil