“Yaa Bilal, arihna bi shalaah.” Demikian kata Rasulullah kepada Bilal, muadzin pertama umat Muslim. Ucapan itu diriwayatkan dalam hadits Abu Daud dan Ahmad, artinya, “Wahai Bilal, Istirahatkan kami dengan shalat.” Rasulullah mengistirahatkan diri dengan sholatnya.
Hadirnya kekhusyuan malam ditengah perjumpaan dengan Allah yang Maha Agung, merupakan suatu hidangan yang peling mewah bagi mereka yang mampu merasakan indahnya iman. Ini menjadi peninggi bangunan jiwa, pemancang agama dan pengarah surga.
“Pada malam hari, hendaklah engkau shalat Tahajud sebagai tambahan bagi engkau. Mudah-mudahan Tuhan mengangkat engkau ketempat yang terpuji.” (QS Al Isra : 79)
“Pokok segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah.” (HR Tirmidzi)
“Hai sekalian manusia, sebarluaskanlah salam dan berikanlah makanan serta sholat malamlah diwaktu manusia sedang tidur, supaya kamu masuk surga dengan selamat.” (HR Tirmidzi)
Shalat malam adalah manifestasi kecintaan seorang hamba kepada penciptanya, yaitu bagi mereka yang mampu melepaskan diri dari belenggu setan yang membisikkan kantuk dipelupuk matanya dan mereka yang menyadari bahwa kematian adalah suatu keniscayaan yang sangat dekat dengannya.
“Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam dan di akhir malam mereka memohon ampun kepada Allah.” (QS Az Zariyat: 17-18)
“Dan (shalat) itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk (yaitu) mereka yang yakin bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada tuhan-Nya.” (QS Al Baqarah:45-46)
Selanjutnya bagaimana kemudian meneladani kekhusyuan Rasulullah saw pada shalat-shalat malamnya?
Diceritakan pada suatu ketika Abu Dzar Al Ghiffari ra melihat Rasulullah saw shalat malam. Ia pun segera bermakmum padanya. Pada rakaat pertama, Rasul membaca Al Quran surat Al Baqarah dari awal. Beliau terus membacanya sampai ratusan ayat.
“Mungkin beliau akan sujud pada ayat yang ke dua ratus,” demikian pikir Abu Dzar. Ketika tiba di ayat 200 dan ada jeda, Abu Dzar bersiap untuk ruku. Ternyata Rasul saw meneruskan bacaannya.
Maka Abu Dzar ra membatalkan rukunya.
“Mungkin beliau akan ruku setelah Al Baqarah ini selesai,” demikian pikir Abu Dzar ra berikutnya. Maka setelah surat Al Baqarah selesai dibaca, Abu Dzar ra kembali bersiap untuk ruku. Ternyata, Rasul saw meneruskan membaca surat Ali Imran.
Maka Abu Dzar ra membatalkan rukunya.
“Mungkin beliau akan ruku setelah selesai membaca Ali Imran,” pikir Abu Dzar ra kembali. Maka ketika Rasul saw selesai membaca surat Ali Imran, Abu Dzar ra kembali bersiap untuk ruku. Ternyata, Rasul saw meneruskan membaca surat An Nisaa’.
Akhirnya setelah surat An Nisaa’ selesai dibaca, Rasul saw bertakbir lalu ruku. Maka Abu Dzar mengikutinya. “Dan rukunya beliau hampir sama lamanya dengan berdirinya,” ungkap Abu Dzar ra.
Demikian shalat Rasulullah, tak heran bila kedua kaki beliau sampai bengkak saat menunaikan shalat malam. Berita ini terucap melalui lisan istri beliau, ‘Aisyah binti Abu Bakar.
Dari ‘Aishah radhillahuanha berkata, Rasulullah saw berdiri (shalat) sampai bengkak kedua kakinya. Kepadanya ditanyakan: “Mengapa engkau membebani diri dengan hal yang demikian? Bukankah Allah SWT telah mengampuni Anda dari segala dosa engkau baik yang terdahulu maupun yang akan datang?” Rasulullah saw bersabda, “Tidak patutkah aku menjadi hamba Allah yang bersyukur?” (HR Bukhari)
Semoga Allah SWT menjadikan kita para pecinta malam dan memberikan kita kesempatan untuk mengecap indahnya kakehusyukan shalat malam.
“Saya tidak menemukan sesuatu apapun dari ibadah yang lebih nikmat dibandingkan salat ditengah keheningan malam.“ (Hasan Al Bashri)
Wallahu a’lam.
Oleh: Annata Wahyu, IMUSKA, Korea Selatan