Hijrah Nabi, Pendidikan Islam dan Piagam Madinah

Dalam perjalanannya mengemban wahyu Allah, Nabi memerlukan suatu strategi yang berbeda dimana pada waktu di Makkah Nabi lebih menonjolkan dari segi tauhid dan perbaikan akhlaq tetapi ketika di Madinah Nabi banyak berkecimpung dalam pembinaan/pendidikan sosial masyarakat karena di sana beliau di angkat sebagai Nabi dan kepala negara.

Persoalan yang dihadapi oleh Nabi ketika di Madinah jauh lebih komplek dibanding ketika di Makah. Di sini ummat Islam sudah berkembang pesat dan harus hidup berdampingan dengan sesama pemeluk agama yang lain, seperti Yahudi dan Nasrani. Oleh karena itu pendidikan yang diberikan oleh Nabi juga mencakup urusan-urusan muamalah atau tentang kehidupan bermasyarakat dan politik.

Hijrah Nabi ke Madinah (Yatsrib)

Setelah pristiwa Isra’ dan Mi’raj, suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Islam. Perkembangan mana datang dari sejumlah penduduk Yatsrib yang berhaji ke Makkah. Mereka, yang terdiri dari suku ‘Aus dan Khazraj, masuk Islam dalam tiga gelombang.

Pertama, pada tahun kesepuluh kenabian, beberapa orang Khazraj berkata kepada Nabi: “Bangsa kami telah lama terlibat dalam permusuhan, yaitu antara suku Khazraj dan ‘Aus. Mereka benar-benar merindukan perdamaian. Kiranya Tuhan mempersatukan mereka kembali dengan perantaraan engkau dan ajaran-ajaran yang engkau bawa. Oleh karena itu, kami akan berdakwah agar mereka mengetahui agama yang kami terima dari engkau ini”. Mereka giat mendakwahkan Islam di Yatsrib.

Kedua, pada tahun kedua belas kenabian delegasi Yatsrib, terdiri dari sepuluh orang suku Khazraj dan dua orang suku ‘Aus serta seorang wanita menemui Nabi di suatu tempat bernama Aqabah. Di hadapan Nabi mereka menyatakan ikrar kesetiaan. Rombongan ini kemudian kembali ke Yatsrib sebagai juru dakwah dengan ditemani oleh Mus’ab bin Umair yang sengaja diutus Nabi atas permintaan mereka. Ikrar ini disebut dengan perjanjian “Aqabah pertama”. Pada musim haji berikutnya, jamaah haji yang datang dari Yatsrib berjumlah 73 orang. Atas nama penduduk Yatsrib, mereka meminta pada Nabi agar berkenan pinda ke Yatsrib. Mereka berjanji akan membela Nabi dari segala macam ancaman. Nabi pun menyetujui Aqabah kedua.

Tatkala gejala-gejala kemenangan di Yatsrib (Madinah) Nabi menyuruh para sahabatnya untuk berpindah ke sana. Dalam waktu dua bulan hampir semua kaum muslimin, kurang lebih 150 orang, telah meninggalkan kota makkah untuk mencari perlindungan kepada kaum muslimin yang baru masuk di Yatsrib.

Kaum Quraisy sangat terperanjat sekali setelah mereka mengetahui bahwa Nabi mengadakan perjanjian dengan kaum Yatsrib sehingga mereka khawatir kalau-kalau Muhammad dapat bergabung dengan pengikut-pengikutnya di Madinah dan dapat membuat markas yang kuat di sana. Kalau demikian terjadi, maka soalnya bukan hanya mengenai soal agama semata-mata, tetapi juga menyinggung soal ekonomi yang mungkin saja mengakibatkan kehancuran perniagaan dan kerobohan rumah tangga mereka karena kota Yatsrib terletak pada lin perniagaan mereka antara Makkah dengan Syam.

Bila penduduk Yatsrib bermusuhan dengan mereka maka perniagaan mereka dapat saja mengalami keruntuhan. Oleh karena itu salah satu jalan yang harus mereka tempuh ialah melakukan sesuatu tindakan yang menentukan agar dapat menumpas “keadaan buruk ini” yang akan mendatangkan bencana bagi agama dan pintu-pintu rizki mereka.

Setelah melihat dampak yang sangat besar yang dapat merugikan ekonomi dan perniagaan mereka maka mereka melakukan sidang untuk permasalahan tindakan apa yang harus mereka lakukan. Setelah melakukan persidangan akhirnya jalan satu-satunya ialah dengan membunuh Muhammad, tetapi bagaimana membunuhnya? Kaum keluarga Muhammad tentu tidak akan diam begitu saja mereka tentu saja akan membunuh pula siapa yang membunuh Muhammad. Akhirnya Abu Jahal menemukan ide yang paling aman yaitu: masing-masing kabila harus memilih seorang pemuda yang akan membunuh bersama-sama. Dengan demikian seluruh kabilah bertanggung jawab atas kematian Muhammad dan Bani Abu Manaf tidak mampu menuntut bela terhadap seluruh kabilah. Akirnya Bani Abu manaf akan menerima saja pembayaran yang dibayarkan oleh seluruh kabilah kepada mereka.

Pikiran ini mereka anggap paling aman, karena itu mereka siapkan segala sesuatu yang dibutuhkan. Pada suatu malam, waktu mereka mengetahui bahwa Muhammad berada di rumahnya, maka mereka mengirim pemuda-pemuda pilihan untuk mengepung rumahnya, dan bersiap untuk menyerbu dan membunuh Muhammad bilamana para penduduk telah tidur nyenyak. Akan tetapi perundingan dan komplotan mereka sudah disampaikan oleh Allah swt kepada Nabi, Allah memerintahkan Nabi hijrah ke Yatsrib. Nabi memberitahukan akan hal ini kepada Abu Bakar, dan Abu Bakar meminta kepada Nabi, supaya diizinkan menemani beliau dalam perjalanan ke Yatsrib. Nabi setuju, dan Abu Bakar mempersiapkan untuk perjalanannya. Kemudian Nabi menyuruh Ali bin Abi Tholib menempati tempat tidur beliau, supaya kaum musyrikin mengira bahwa beliau masih tidur. Kepada Ali diperintahkan juga, supaya mengembalikan barang-barang yang ditumpangkan kepada beliau, kepada pemiliknya masing-masing.

Ketika Nabi dan Abu Bakar keluar dari rumah, Nabi menserakkan pasir ke hadapan para kafir qurais dengan berkata: “Alangkah kejinya mukamu” seketika kafir Quraisy tak sadarkan diri dan mereka tidak mengetahui bahwa Nabi dan Abu Bakar telah keluar rumah.

Perjalanan dari Makkah ke Yatsrib (Madinah)

Adapun acara perjalan yang dilakukan Nabi itu, digambarkan oleh Ibnu Hisyam, sebagai berikut: Rasulullah datang dengan sembunyi-sembunyi ke rumah Abu Bakar, kemudian mereka berdua keluar dari pintu kecil di belakang pintu rumah, menuju sebuah Gua di bukit Tsur sebelah selatan kota Makkah lalu mereka masuk ke gua itu.

Dalam perjalanan ke Yatsrib Nabi ditemani oleh Abu Bakar. Ketika tiba di Quba, sebuah desa yang jaraknya sekitar lima kilometer dari Yatsrib, Nabi istirahat beberapa hari lamanya. Dia menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini Nabi membangun sebuah mesjid. Inilah masjid pertama yang dibangun Nabi, sebagai pusat peribadatan, tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan Nabi, setelah menyelesaikan segala urusan di Makkah. Semetera itu, penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatanganya. waktu yang mereka tunggu-tunggu itu tiba. Nabi memasuki Yatsrib dan penduduk kota ini mengelu-elukan kedatangan beliau dengan penuh kegembiraan. Sejak itu, sebagai penghormatan terhadap Nabi, nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinatul Muhawwarah (kota yang bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia. Dalam istilah sehari-hari, kota ini cukup disebut Madinah saja. Ketika Nabi sampai di Yatsrib dengan perasaan rindu dan perasaan yang amat mendalam mereka melayukan sebuah nyanyian yang terkenal:

طلع البدر علينا من ثنيّا ت الوداع
وجب الشكر علينا ما دعا لله داع
أيّها المبعو ث فينا جئت بالا مر المطاع

Pendikan Islam di Madinah

Tanggapan orang-orang Madinah tentang kedatangan Nabi sangat diidam-idamkan. Orang-orang Madinah memeluk agama Islam dengan hati yang ikhlas, serta dengan tulus membantu Nabi dalam mensyiarkan agama Islam.

Matahari Islam pun bersinar di atas langit bersih kota Madinah dan cahayanya mulai memancar luas. Salah satu hasil pertamanya adalah keadaan perang yang telah lama mencekam dua kabila ‘Aus dan Khazaraj berubah menjadi keadaan damai dan persahabatan.

Orang-orang muknim Madinah berkumpul di sekeliling Nabi dan perlahan-lahan kabilah-kabilah di wilayah Madinah pun memeluk agama Islam. Undang-undang Allah pun di wahyukan dan kemudian di wujudkan serta dipraktekan satu demi satu. Setiap hari, satu bentuk prilaku jahat tentu di basmi dan diganti dengan kesalehan dan keadilan. Perlahan-lahan orang-orang mukmin di Makkah yang dapat banyak gangguan dari orang-orang kafir setelah hijrahnya Rasulullah, meninggalkan rumah dan kehidupan mereka lalu pindah ke Madinah mereka di sambut hangat oleh saudara-saudara seagama di sana.

Orang-orang muslim yang tinggal di Makkah dan berangsur-angsur ke Madinah di kenal sebagai kaum Muhajirin (mereka yang hijrah) dan orang-orang muslim Madinah di kenal sebagai kaum Ansor (penolong). Kemajuan Islam yang pesat di Madinah itu menghawatirkan orang-orang kafir Makkah. Kebencian mereka terhadap Rasul dan kaum muslimin kian hari semakin bertambah dan orang-orang kafir itu berusha mencerai-beraikan mereka. Kaum muslimin, khususnya kaum muhajirin sangat marah terhadap orang-orang kafir Makkah. Mereka menunggu ijin dari Allah guna membahas orang-orang sang penindas itu, dan membebaskan wanita-wanita dan anak-anak yang tak berdosa serta orang-orang muslim yang malang yang masih disiksa di Makkah.

Adapun titik tekan pendidikan Islam pada periode Madinah adalah

a. Pembentukan dan Pembinaan masyarakat baru, menuju satu kesatuan sosial dan politk. Dalam hal ini Nabi melaksanakan pendidikan sebagai berikut :

  1. Nabi mengikis habis sisa-sisa pemusuhan dan pertengkaran antar suku, dengan jalan mengikat tali persaudaraan di antara mereka.
  2. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, nabi menganjurkan kepada kaum Muhajirin untuk usaha dan bekerja sesuai dengan kemampuan dan pekerjaan masing-masing seperti waktu di Makkah.
  3. Menjalin kerjasama dan tolong-menolong dalam membentuk tata kehidupan masyarakat yang adil dan makmur.
  4. Shalat jum’at sebagai media komunikasi seluruh ummat Islam.

b. Pendidikan sosial dan kewarganegaraan. Pendidikan ini dilaksanakan melalui :

  1. Pendidikan ukhuwah (persaudaraan) antar kaum muslimin.
  2. Pendidikan kesejahteraan sosial dan tolong menolong.
  3. Pendidikan kesejahteraan keluarga kaum kerabat.

c. Pendidikan anak dalam Islam. Rasullah selalu mengingatkan kepada ummatnya, antara lain

  1. Agar kita selalu menjaga diri dan anggota keluarga dari api neraka.
  2. Agar jangan meninggalkan anak dan keturunan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya menghadapi tantangan hidup.
  3. Orang yang dimuliakan Allah adalah orang yang berdoa agar dikaruniai keluarga dan anak keturunan yang menyenangkan hati.
  4. Adapun bentuk-bentuk pendidikan anak dalam Islam sebagaimana digambarkan dalam Surat Luqman 13-19 sebagai berikut; 1) Pendidikan tauhid, 2) Pendidikan shalat, 3) Pendidikan sopan santun dalam keluarga, 4) Pendidikan sopan santun dalam m,asyarakat,
  5. Pendidikan kepribadian.

d. Pendidikan Hankam dakwah Islam

Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru itu, ia segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Dasar pertama, pembangunan mesjid, selain untuk tempat salat juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan jiwa mereka, di samping sebagai tempat bermusyawarah merundingkan masalah-masalah yang dihadapi. Mesjid pada masa Nabi bahkan juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan.

Dasar kedua, adalah ukhuwah Islamiyyah, persaudaraan sesama muslim. Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin, orang-orang yang hijrah dari Makkah ke Madinah, dan Anshar, penduduk Madinah yang sudah masuk Islam dan ikut membantu kaum muhajirin tersebut. Dengan demikian, diharapkan, setiap muslim merasa terikat dalam suatu persaudaraan dan kekeluargaan. Apa yang dilakukan Rasulullah ini berarti menciptakan suatu bentuk persaudaraan yang baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan darah.

Dasar ketiga, hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam. Di Madinah, di samping orang-orang Arab Islam, juga terdapat golongan masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang mereka. Dalam hijrah Nabi ke Madinah inilah puncak kejayaan Islam pada zamannya Rasulullah.

Piagam Madinah

Agar stabilitas masyarakat dapat di wujudkan Nabi Muhammad mengadakan ikatan perjanjian dengan Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas yang di keluarkan. Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin, dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan negeri dari serangan luar. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa Rasulullah menjadi kepala pemerintahan karena menyangkut peraturan dan tata tertib umum, otoritas mutlak di berikan pada beliau. Dalam bidang sosial, dia juga meletakan dasar persamaan antara sesama manusia. Perjanjian ini, dalam pandangan ketatanegaraan sekarang, sering disebut dengan konstitusi Madinah.

Mengenai kapan penyusunan naskah piagam atau perjanjian tertulis itu dilakukan oleh Nabi tidak pasti, mengenai waktu dan tanggalnya. Apakah waktu pertama hijriyah atau sebelum waktu perang Badar atau sesudahnya. Menurut Watt, para sejarah umumnya berpendapat bahwa piagam itu dibuat pada permulaan periode Madinah tahun pertama hijrah. Well Husen menetapkannya sebelum perang badar sedangkan Hurbert Grimne berpendapat bahwa piagam itu dibuat setelah perang badar. Dan masih banyak lagi orang yang berpendapat tentang kapan penyusunan piagam Madinah.

Isi piagam

Ini adalah sebuah shahifah (piagam) dari Muhammad Rasulullah (yang mengatur hubungan) antara mu’min Quraisy dan Yatsrib (Madinah) dan orang-orang yang mengikuti, bergabung dan berjuang (jahadu) bersama-sama dengan mereka.

Dari Piagam Madinah, dapat diambil beberapa kesimpulan.

Pertama, Asas kebebasan beragama. Negara mengakui dan melindungi setiap kelompok untuk beribadah menurut agamanya masing-masing.

Kedua, Asas persamaan. Semua orang mempunyai kedudukan yang sama sebagai anggota masyarakat, wajib saling membantu dan tidak boleh seorang pun diperlakukan secara buruk. Bahkan orang yang lemah harus dilindungi dan dibantu.

Ketiga, Asas kebersamaan. Semua anggota masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap negara.

Keempat, Asas keadilan. Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama dihadapa hukum. Hukum harus ditegakkan. Siapa pun yang melanggar harus terkena hukuman. Hak individu diakui.

Kelima, Asas perdamaian yang berkeadilan.

Keenam, Asas musyawarah.

 

Diringkas dari makalah Drs. H. Fatah Syukur NC., M.A.

Dosen Sejarah Peradaban Islam

Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo