Sudah lama orang Islam di negeri ini tidak dilatih bertanggungjawab dan keluar dari kecengengan. Kalau ada seorang muslim pindah ke agama lain yang disalahkan adalah agama lain itu. Labelnya Kristenisasi. Mengapa kita tidak menyalahkan diri kita dan orang Islam di sekeliling orang itu kok tidak membantu dia secara ekonomi, sosial dan spiritual untuk memberi perasaan ‘ada penolong dari saudara sendiri’, serta memahamkan nilai & ajaran sehingga dia makin yakin dengan ajaran Islam dan ‘imun’ terhadap provokasi pemikiran dari keyakinan agama lain?
Apa bedanya dengan Islamisasi? Kalau ada tetangga Kristen membuat kebaktian, dianggap mengganggu lingkungan dengan lagu-lagu rohaninya. Padahal kalau ada tahlilan, atau jam 3 pagi sebuah langgar (mushola) di tengah pemukiman melantunkan ayat-ayat suci melalui speaker yang volumenya dipasang pol, tetangga-tetangga yang Islam adem-adem saja. Kita mungkin pernah mengejek, ah, orang Kristen masak ibadah pake nyanyi-nyanyi bisa masuk surga? Lalu, apa bedanya dengan bacaan sholat yang dilantunkan Imam dengan lagu hijaz, shoba, ala Mesir, ala Madinah, ala Mekah?
Ada seorang pemancing yang hanya menangkap ikan kecil saja. Kalau pas dapat ikan besar, ikan itu dikembalikan lagi ke sungai. Ketika ditanya, kok yang diambil cuma ikan kecil? Jawabnya, “Karena penggorengan saya di rumah kecil. Kalau saya bawa ikan besar, penggorengannya tidak cukup untuk memasak ikan besar tadi”.Rasanya kita musti memperbesar penggorengan dalam pikiran kita untuk menampung hal-hal yang selama ini ‘tidak cukup’ kita tampung dalam ‘penggorengan’ yang kita miliki.
Nah, jika untuk mendapat buah kita perlu menanam dulu, jika mendapat nafkah kita perlu bekerja dulu, jika untuk mendapat kepercayaan dari boss kita perlu membuktikan hasil kerja dulu. Dan artinya, kalau kita ingin dihormati oleh orang yang tidak berpuasa, kenapa kita tidak menghormati dulu orang yang tidak berpuasa? Bukankah orang yang berpuasa itu yang sedang dilatih oleh puasa untuk menghasilkan outcome berupa takwa, dimana kesalehan sosial adalah termasuk di dalam komponen takwa?
Ini berandai-andai saja. Misalnya judul di atas diubah jadi ‘hormatilah orang yang sedang berpuasa’, maka siapa yang lebih mulia? Orang yang sedang tidak berpuasa, atau orang yang berpuasa? Jawab saya, tentu orang yang tidak berpuasa itu, karena mereka menghormati kita yang berpuasa. Anda boleh berargumen, lho mulia di mata manusia kan belum tentu mulia di mata Allah. Jelas dong yang berpuasa lebih mulia daripada orang yang tidak berpuasa di mata Allah? Jawab saya, saya tidak tahu kecuali Anda tanyakan langsung kepada Allah.
Jadi, bisakah kita membuat mereka yang tidak berpuasa, baik yang karena sakit, haid, non-muslim, tetap makan dengan rasa nyaman? tidak perlu repot sembunyi-sembunyi? Bisakah kita membuat pencari rejeki Tuhan melalui warung makan tetap membuka warungnya di siang hari, tanpa harus tidak enak hati, tanpa kita merasa terganggu dan tetap teguh berpuasa? Jawaban sesungguhnya bisa. Tinggal kita mau apa tidak.