Hukum Arisan Menurut Islam

Akhir-akhir ini berkembang di tengah- tengah masyarakat macam-macam arisan, ada arisan motor, arisan haji, arisan gula, arisan semen dan lain-lain. Bagaimana sebenarnya hukum arisan dalam Islam, karena ada sebagian kalangan yang mengharamkannya. Apakah semua bentuk arisan dibolehkan atau di dalamnya ada perinciannya?

Pengertian Arisan

Di dalam beberapa kamus disebutkan bahwa Arisan adalah pengumpulan uang atau barang yang bernilai sama  oleh beberapa orang, lalu diundi diantara mereka. Undian tersebut dilaksanakan secara berkala sampai semua anggota memperolehnya. ( Kamus Umum Bahasa Indonesia, Wjs. Poerwadarminta, PN Balai Pustaka, 1976 hlm : 57 ).

Hukum Arisan Secara Umum.

Arisan secara umum termasuk muamalat yang belum pernah disinggung di dalam Al Qur’an dan As Sunnah secara langsung, maka hukumnya dikembalikan kepada hukum asal muamalah, yaitu dibolehkan. Para ulama menyebutkan hal tersebut dengan mengemukakan kaedah fikih yang berbunyi  :

الأصل في العقود والمعاملات الحل و الجواز

“Pada dasarnya hukum transaksi dan muamalah itu adalah halal dan boleh.”[1]

Berkata Ibnu Taimiyah di dalam Majmu’ al Fatawa ( 29/ 18 ) : “ Tidak boleh mengharamkan muamalah yang dibutuhkan manusia sekarang, kecuali kalau ada dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah tentang pengharamannya “

Para ulama tersebut berdalil dengan Al Qur’an dan Sunnah sebagai berikut :

Pertama : Firman Allah :

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الأَرْضِ جَمِيعاً

“Dialah Zat yang menjadikan untuk kamu apa-apa yang ada di bumi ini semuanya.” ( QS. Al Baqarah: 29)

Kedua : Firman Allah:

أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُم مَّا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً

“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah telah memudahkan untuk kamu apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi; dan Ia telah sempurnakan buat kamu nikmat-nikmatNya yang nampak maupun yang tidak nampak.” ( QS Luqman : 20)

Kedua ayat di atas menunjukkan bahwa Allah swt memberikan semua yang ada di muka bumi ini untuk kepentingan manusia, para ulama menyebutnya dengan istilah  al imtinan (pemberian). Oleh karenanya, segala sesuatu yang berhubungan dengan muamalat pada asalnya hukumnya adalah mubah kecuali ada dalil yang menyebutkan tentang keharamannya.[2] Dalam masalah “arisan“  tidak kita dapatkan dalil, baik dari Al Qur’an maupun dari As Sunnah yang melarangnya, berarti hukumnya mubah atau boleh.

Ketiga : Hadits Abu Darda’ ra, bahwasanya Rasulullah bersabda :

ما أحل الله في كتابه فهو حلال وما حرم فهو حرام وما سكت عنه فهو عفو فاقبلوا من الله عافيته فإن الله لم يكن لينسى شيئاً وتلا قوله تعالى 🙁 وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا ) سورة مريم الآية 64

“Apa yang dihalalkan Allah di dalam kitab-Nya, maka hukumnya halal, dan apa yang diharamkannya, maka hukumnya haram. Adapun sesuatu yang tidak dibicarakannya, maka dianggap sesuatu pemberian, maka terimalah pemberiannya, karena Allah tidaklah lupa terhadap sesuatu. Kemudian beliau membaca firman Allah swt (Dan tidaklah sekali-kali Rabb-mu itu lupa) – QS Maryam : 64- “ (HR Al Hakim, dan beliau mengatakan shahih isnadnya, dan disetujui oleh Imam Adz Dzahabi)

Hadits di atas secara jelas menyebutkan bahwa sesuatu (dalam muamalah ) yang belum pernah disinggung oleh Al Qur’an dan Sunnah hukumnya adalah “afwun“ ( pemberian ) dari Allah atau sesuatu yang boleh.

Keempat : Firman Allah:

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS Al Maidah : 2)

Ayat di atas memerintahkan kita untuk saling tolong menolong di dalam kebaikan, sedang tujuan “arisan” itu sendiri adalah menolong orang yang membutuhkan dengan cara iuran secara rutin dan bergiliran untuk mendapatkannya, maka termasuk dalam katagori tolong menolong yang diperintahkan Allah.

Kelima : Hadits Aisyah, ia berkata :

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَرَجَ أَقْرَعَ بَيْنَ نِسَائِهِ فَطَارَتْ الْقُرْعَةُ عَلَى عَائِشَةَ وَحَفْصَةَ فَخَرَجَتَا مَعَهُ جَمِيعًا

“Rasullulah SAW apabila pergi, beliau mengadakan undian di antara istri-istrinya, lalu jatuhlah undian itu pada Aisyah dan Hafsah, maka kami pun bersama beliau.” (HR Muslim, no : 4477)

Hadits di atas menunjukkan kebolehan untuk melakukan undian, tentunya yang tidak mengandung perjudian dan riba. Di dalam arisan juga terdapat undian yang tidak mengandung perjudian dan riba, maka hukumnya boleh.

Keenam : Pendapat para ulama tentang arisan, diantaranya adalah pendapat Syaikh Ibnu Utsaimin dan Syaikh Ibnu Jibrin serta mayoritas ulama-ulama senior Saudi Arabia.[3]  Syekh Ibnu Utsaimin berkata: “Arisan hukumnya adalah boleh, tidak terlarang. Barangsiapa mengira bahwa arisan termasuk kategori memberikan pinjaman dengan mengambil manfaat maka anggapan tersebut adalah keliru, sebab semua anggota arisan akan mendapatkan bagiannya sesuai dengan gilirannya masing-masing.”[4]

Ini adalah hukum arisan secara umum, yaitu boleh. Tetapi walaupun begitu, ada sebagian bentuk arisan yang diharamkan dalam Islam, karena mengandung riba, penipuan dan merugikan pihak lain.

Macam-macam Arisan

Arisan yang berkembang di masyarakat banyak macamnya, diantaranya adalah arisan motor, arisan haji, arisan gula, arisan semen, arisan berantai  dan lain-lain. Karena keterbatasan tempat, penulis hanya akan menjelaskan dua macam arisan yang saja, yaitu sebagai berikut :

Pertama : Arisan Motor dengan Sistem Lelang

Maksud Arisan Sepeda Motor dengan Sistem Lelang yaitu pemenang arisan adalah yang mengajukan harga tertinggi.  Adapun kelebihan harga lelang dari harga asli sepeda motor disimpan oleh penyelenggara untuk diberikan lagi ke peserta arisan dengan cara dibelikan sepeda motor lagi.  Sehingga arisan yang asalnya selesai 20 kali pembayaran, bisa selesai sebelum itu, dikarenakan adanya uang kelebihan.

Misalnya arisan motor yang diselenggaran oleh salah satu lembaga dengan standar harga yang mengacu kepada “New Shogun” yaitu Rp. 13.635.000,-. Peserta diwajibkan menyetor Rp.250.000,- setiap bulannya selama 48  kali. Dengan setoran sebesar itu panitia arisan masih mengiming-imingi beberapa hadiah. Sehingga kalau ditotal setiap peserta akan menyetor Rp.250.000,- x 48  =   Rp. 12.000.000,-. Untuk mendapatkan motor tersebut, peserta diwajibkan lagi membayar lelang minimal Rp. 3.500.000,-  sehingga jumlah total yang harus dibayar peserta adalah Rp. 15.500.000,-.  Berarti selisisih harga lelang dengan harga asli adalah sebesar Rp. 1.865.000,-. Peserta yang kepingin mendapatkan motor cepat, maka harga lelangnya harus lebih tinggi.

Bentuk arisan di atas hukumnya haram, karena ada sebagian anggota yang membayar lebih banyak dari yang lain, padahal arisan itu identik dengan hutang, sehingga kelebihan pembayaran dikatagorikan riba yang diharamkan. Selain itu ada unsur mengambil harta orang lain tanpa hak, jika panitia mengambil  keuntungan dari discount pembelian dari setiap motor yang dibelinya, padahal itu adalah haknya para peserta.

Kedua : Arisan Berantai (Program Investasi Bersama)

Yang dimaksud arisan berantai atau sering juga disebut dengan Program Investasi Bersama adalah setiap peserta harus mengirim uang dalam jumlah tertentu, umpamanya Rp.20.000,- kepada 4 anggota arisan lain yang sudah ditentukan.

Gambaran cara kerjanya sebagai berikut :

  1. Peserta mengirim uang ke  4 orang anggota.
  2. Merubah isi surat dengan cara memasukkan nama dirinya pada urutan paling bawah dan menaikkan urutan peserta sebelumnya satu tingkat sehingga peserta pada urutan pertama yang dikirimi uang keluar dari daftar urutan calon penerima uang.
  3. Mengirim surat yang telah dirubah isinya tersebut ke orang lain sebanyak-banyaknya.
  4. Setelah peserta tersebut sampai pada urutan pertama, dia akan menerima uang kiriman dari peserta baru yang jumlahnya tergantung pada jumlah surat yang dikirimkannya dulu.

Perkiraannya jika dalam satu minggu masing-masing orang melakukan promosi terhadap 20 orang member baru, kemudian masing-masing orang tadi mensponsori 20 orang, dan seterusnya (terjadi duplikasi 4 kali), maka setiap peserta yang hanya menyetor Rp 80.000,- tersebut akan mendapatkan keuntungan  Rp. 400.000,-, sampai Rp. 3.200.000.000,- dalam rentang satu sampai empat bulan.

Hukum arisan berantai seperti di atas adalah haram, karena merupakan bentuk perjudian terselubung.  Di sini seorang peserta menaruh uang dalam jumlah tertentu dan tidak mengetahui secara jelas berapa uang yang akan diterimanya. Begitu juga peserta yang tidak mendapatkan member baru, akan rugi karena tidak ada orang yang akan mengirim uang ke no rekeningnya. Dan itulah hakekat perjudian.

Arisan berantai dengan menggunakan istilah Investasi Bersama adalah bentuk penipuan, karena dalam investasi, harus ada barang yang dikembangkan atau diperjualbelikan, kemudian keuntungannya dibagi kepada peserta menurut besar dan kecilnya saham yang diberikan. Dalam arisan berantai ini tidak ada barangnya sehingga hanya berkutat di uang saja. Inilah hakekat perjudian. Wallahu a’lam.

 

Bekasi, 27 Dzul Qa’dah 1431 H – 4 November 2010 M

 __________________________


[1] Sa’dudin Muhammad Al Kibyi, Al Muamalah Al Maliyah Al Mua’shirah fi Dhaui Al Islam, Beirut, 2002, hlm : 75

[2] Al Qurtubi, Al Jami’ li Ahkam Al Qur’an, Beirut, Dar al Kutub Al Ilmiyah, 1993 : 1/174-175

[3] Dr. Khalid bin Ali Al Musyaiqih, Al Mu’amalah Al Maliyah Al Mu’ashirah ( Fikh Muamalat Masa Kini ), hlm : 69

[4] Syarh Riyadhus Shalihin, Ibnu Utsaimin :  1/838