Hukum program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial/BPJS Kesehatan berdasarkan fatwa Mufti Madinah Al Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith dan Rabithah Alawiyah Jawa Timur dengan koordinator Al Habib Taufiq bin Abdul Qodir Asseggaf
A. Hukum Keberadaan BPJS Kesehatan
- Dibenarkan menurut syari’at, bila dibentuk oleh Pemerintah semata-mata untuk menghimpun dana dari masyarakat untuk memberikan bantuan biaya pengobatan kepada mereka yang membutuhkan ( Asuransi Ta’awuni / Ijtima’i )
- Tidak dibenarkan menurut syari’at, bila dibentuk oleh Pemerintah atas dasar mendapatkan keuntungan (lahan bisnis) karena termasuk qimar (judi)
B. Hukum Menjadi Peserta BPJS Kesehatan
- Boleh, sebagaimana point pertama di atas dengan ketentuan dalam pembayarannya dilandasi sukarela dan berderma (tabarru’) meskipun ia akan mendapatkan bantuan pengobatan jika sakit.
- Tidak sah dan haram, bila pembayarannya tidak dilandasi sukarela dan berderma melainkan semata-mata untuk mendapatkan imbalan berupa biaya pengobatan pada saat membutuhkan karena termasuk qimar (judi ). Sebab uang yang diserahkan tetap menjadi miliknya. Oleh karena itu wajib baginya untuk mengeluarkan zakatnya jika telah mencapai nishob dan haul serta menjadi hak ahli waris jika ia meninggal dunia.
- Tidak sah sebagaimana poin kedua diatas (lahan bisnis) dan haram hukumnya karena termasuk ikut serta dalam perjudian walaupun dengan maksud berderma (tabarru’)
C. Kesimpulan
Hukum BPJS Kesehatan dan Hukum menjadi peserta BPJS Kesehatan menjadi halal dan sah dengan persyaratan sebagai berikut :
“Pemerintah di dalam membentuk BPJS Kesehatan harus atas dasar sosial (bukan untuk tujuan bisnis ) dan mensosialisasikan kepada masyarakat agar yang menjadi peserta BPJS Kesehatan dengan berlandaskan semata mata untuk berderma (tabarru’).
Fatwa ini atas rekomendasi:
- Al Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith, mufti Madinah Saudi Arabia
- Al Habib Abubakar bin Muhammad Bilfaqih, ulama dan penagajr Rubath Tarim Hadhramaut, Yaman