Hukum Perempuan Tidak Menutup Aurat yang Masuk ke Masjid

Bismillah, alhamdulillah, shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaih wa sallam.

Sesungguhnya masjid adalah rumah Allah ta’ala di atas bumi. Allah ta’ala berfirman, “Dan masjid-masjid itu adalah milik Allah, janganlah kalian bedoa ke selain Allah” (Al-Jin 18). Dalam hadits qudsi, Allah ta’ala berfirman, “Sesungguhnya rumah-rumahku di atas bumi adalah masjid-masjid, dan para pengunjungnya adalah yang meramaikannya.”

Seorang pengunjung sudah seharusnya menghormati siapa yang dikunjunginya, dan memberikan haknya berupa penghormatan dan sejenisnya. Dan ini terjadi antara manusia, lalu bagaimana dengan Tuhannya manusia? Tentu jauh lebih utama!

Allah ta’ala mewajibkan seorang wanita untuk berpakaian tertutup karena seluruh ulama fiqih bersepakat bahwa seluruh tubuh wanita merdeka (bukan budak) itu aurat kecuali muka dan telapak tangan.

Maka ketika seorang wanita ingin memasuki masjid, dia diharuskan untuk beradab layaknya adab orang yang ingin bermunajat, berdoa kepada Allah ta’ala. Dan adab munajat kepada Allah itu harus menurut aurat.

Perlu diketahui, bahwa hukum dasar yang ditetapkan oleh Nabi Muhammad – Shallallahu ‘alaih wa sallam- untuk wanita ialah bahwa wanita itu dia di rumahnya dan tidak keluar kecuali ada kebutuhan yang membuatnya keluar dari rumah seperti kerja, mengunjungi orang tua dan sanak saudar atau juga berbelanja kebutuhan rumah dan sejenisnya.

Ini didasarkan oleh firman Allah ta’ala surat Al-Ahzab ayat 33, “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.”

Dan sejatinya, seorang wanita itu afdhalnya melakukan shalat di rumahnya, dan lebih afdhal lagi itu dikerjakan di kamar rumah yang tidak terlihat oleh siapapun. Dalam Musnad-nya, Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan sebuah hadits dari Ummu Humaid, istri dari Abu Humaid Al-Sa’idy:

Bahwasanya ia (Ummu Humaid) datang kepada Nabi dan berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya saya sangat menyukai shalat bersamamu (di masjid).”

Nabi menjawab, “Aku sudah tahu jika kamu suka shalat denganku, namun shalatmu di rumahmu (ruangan khusus) lebih baik daripada shalatmu di kamarmu, dan shalatmu di kamarmu lebih baik daripda shalat di rumahmu, dan shalatmu di rumahmu lebih baik daripada shalatmu di masjid kaummu, dan shalatmu di masjid kaummu lebih baik daripada shalat di masjidku.”

Lalu dia (Ummu Humaid) diperintahkan untuk membuat masjid di tempat yang paling pojok dalam rumahnya dan yang paling gelap, setelah itu dia shalat di sana hingga dia menemui Allah Azza Wa Jalla. (HR. Imam Ahmad no. 26550)

Dan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, “Seandainya Rasulullah melihat apa yang terjadi pada wanita (masa kini), niscaya beliau akan melarang mereka memasuki masjid sebagaimana wanita Israel dilarang memasuki tempat ibadah mereka.” (HR Muslim no. 445)

Sheikh Abdul Adzim Abadi mengatakan ketika menjelaskan hadits ini: “Alasan kenapa shalat wanita lebih baik di rumahnya dibanding di masjid adalah terjaga dari fitnah. Dan ini dikuatkan lagi dengan apa yang telah terjadi pada wanita-wanita yang justru berpakaian tidak sopan, terbuka (Tabarruj) dan memamerkan perhiasan, dan juga seperti apa yang dikatakan oleh ‘Aisyah” (‘Aun Al-Ma’bud 2/193)

Untuk itu, seorang wanita haruslah berhati-hati dalam hal di mana dia harus melaksanakan shalatnya, terlebih jika itu tempat umum. Dan sebisa mungkin untuk mencari tempat shalat yang sekiranya tidak terlihat oleh para lelaki. Dan kalau memang sudah masuk waktu shalat namun ia tidak bisa mennemukan tempat yang tidak terlihat kecuali itu, maka tidak mengapa.

Kalau saja dalam perihal shalat yang memang ibadah, syariat sangat menjaga ini, apalagi kalau itu perkara di luar shalat, maka jauh lebih utama untuk lebih bisa menjaga.

Dan untuk itu semua, bawah sejatinya wanita tidak diperkenankan masuk masjid kecuali ada kebutuhan menuntut itu. Apabila ada kebutuhan seperti ingin mengikuti halaqah Al-Quran atau juga yang lainnya, maka seorang wanita wajib menjaga dirinya dengan berpakaian yang syar’i, yaitu menutup auratnya, yakni seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangannya, karena ini adalah kadar yang disepakati oleh ulama untuk terbuka.

Kalau kemudian ada wanita yang menyelisih ini, artinya ia membuka aurat dan kemudian memasuki masjid, maka ia telah menyelisih Al-Quran dan Sunnah dan ia telah bermaksiat kepada Allah ta’ala karena melanggar perintahnya. Apalagi banyak dari wanita Indonesia (biasanya) menghiasi dirinya dengan berbagai wewangian yang sejatinya itu mengundang laknatnya malaikat.

Dalam Musnad-nya, Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadits bahwa, “Siapa wanita yang berjalan dengan wewangian (yang kuat dan menyengat) depan suatu kaum lalu mereka mencium bau wangi itu, maka ia adalah seorang pezina.” Dan orang yang berzina dilaknat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala , termasuk juga orang yang bermaksiat, ia juga dijauhkan dari rahmat Allah ta’ala sampai ia taubat dan kembali.

Untuk itu, seyogyanya seorang wanita khususnya wanita Indonesia ini untuk menutup auratnya, dan berpakaian pakaian yang sesuai syariah sebagaimana yang telah disebutkan diatas untuk tidak memakai wewangian yang menyengat, berbicara dengan suara kencang, tertawa yang terus menerus atau juga yang lainnya, jika memang ia ingin masuk masjid.

Wallahu a’lam.

Prof. DR. Murad Mahmud Haidar