Sebagaimana diketahui, para ulama bersepakat dalam pensyariatan shalat berjamaah, namun berbeda pendapat dalam hukumnya, apakah sunnah ataukah wajib.
Imam Ahmad rahimahullah dan lainnya, di antaranya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim Al Jauziyah berpendapat hukum shalat berjamaah lima waktu di masjid adalah wajib bagi laki-laki yang mukallaf. Dalil mereka berdasarkan hadits-hadits yang ada.
Imam Abu Hanifah, Malik, dan Asy Syafi’i Rahimahumullah berpendapat hukumnya sunnah mu’akkadah (sangat-sangat ditekankan), tidak wajib. Pendapat inilah yang lebih kuat dan benar.
Rukhshah Meninggalkan Shalat Berjamaah di Masjid Saat Hujan
Para ulama bersepakat mengenai rukhshah untuk meninggalkan shalat jamaah di masjid ketika turun hujan. Sayid Sabiq rahimahullah dalam Fiqh Sunnah menyebutkan salah satu sebab yang membolehkan tidak ikut shalat berjama’ah adalah cuaca yang dingin dan hujan. Lalu beliau membawakan perkataan Ibnu Baththal yang menyatakan bahwa hal ini adalah ijma’ (kesepakatan para ulama).
Dalilnya adalah sebagai berikut:
Diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahihnya no. 901 dan Muslim no. 699, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anh bahwa dia pernah berkata kepada mu’adzinnya ketika hujan turun: “Apabila engkau telah melafadzkan: Asyhadu anna Muhammadan Rasuulullaah maka jangan mengatakan: Hayya ‘alash shalaah, akan tetapi katakan: Shalluu Fii Buyuutikum (Shalatlah di rumah kalian). Lalu manusia (mendengarkannya seolah-olah) mengingkari masalah tersebut. Ibnu Abbas lalu berkata: ‘Hal ini telah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku (Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam). Sesungguhnya shalat Jum’at itu adalah kewajiban dan aku tidak ingin menyuruh kalian keluar (ke Masjid) lalu kalian berjalan di atas tanah yang becek dan licin”.
Juga diriwayatkan Imam Al Bukhari dalam Shahihnya no. 623 dan Muslim no. 697, dari Nafi, dia berkata: “Pernah suatu malam Ibnu Umar radliyallah ‘anhuma mengumandangkan adzan di Dhojnan (nama sebuah gunung dekat Mekkah, -pent) lalu beliau berkata: Shalluu Fii Rihaalikum– kemudian beliau menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah menyuruh muadzinnya mengumandangkan adzan pada waktu malam yang dingin atau hujan dalam safar (perjalanan), dan pada akhir adzannya mu’adzin itu mengucapkan: Alaa Shallu Fi Rihaal.”
Dalam Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi menjelaskan bahwa dari hadits di atas terdapat dalil tentang keringanan untuk tidak melakukan shalat jama’ah ketika turun hujan dan ini termasuk udzur (halangan) untuk meninggalkan shalat jama’ah. Dan shalat jama’ah -sebagaimana yang dipilih oleh ulama Syafi’iyyah- adalah shalat yang mu’akkad (betul-betul ditekankan) apabila tidak ada udzur. Dan tidak mengikuti shalat jama’ah dalam kondisi seperti ini adalah suatu hal yang disyari’atkan (diperbolehkan) bagi orang yang susah dan sulit melakukannya. Hal ini berdasarkan riwayat lainnya, ”Siapa yang mau, silahkan mengerjakan shalat di rihal (kendaraannya) masing-masing.”
Imam Muslim meriwayatkan, dari Jabir radliyallah ‘anhu dia berkata: “Dahulu kami bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam safar (perjalanan) lalu hujanpun menimpa kami maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: “Siapa yang mau maka silahkan dia shalat di rumahnya atau tempatnya.” (Shahih Muslim 698)
Masihkah Rukhshah Berlaku di Masa Modern
Sebagian orang mengatakan bahwa rukhshah hujan ini sudah tidak berlaku jika hujan hanya turun rintik-rintik (gerimis) dan serta adanya payung atau alat lain yang mampu melindungi diri dari hujan.
Diriwayatkan dari Usamah bin Umair radliyallah ‘anhu dia berkata: “Dahulu kami bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada waktu Hudaibiyah dan hujanpun menimpa kami tapi tidak sampai membasahi sandal-sandal kami. Lalu mu’adzin Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengumandangkan: Shalluu Fii Rihaalikum“. (HR. Ahmad 5/74 dan 75 dan Abu Daud no. 1057)
Hadits ini membantah pengkhususan (udzur) hanya pada hujan deras saja. Bahkan Ibnu Hibban membuat judul bab dalam Shahihnya (5/438) dengan ucapan beliau: Penjelasan Bahwa Hukum Hujan Rintik-Rintik Yang Tidak Mengganggu Itu Sama Dengan Hukum Hujan Yang Mengganggu.
Hal-hal Selain Hujan
Dari Ibnu Umar radliyallah ‘anhu bahwa dia pernah menemui malam yang dingin sekali maka ada di antara mereka yang memberitahu (tentang bolehnya shalat di rumah saat hujan, -pent), maka merekapun shalat di rumah-rumah mereka. Ibnu Umar mengatakan: “Sesungguhya aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyuruh para sahabat untuk shalat di rumah mereka di kala keadaannya seperti ini”. (HR. Ibnu Hibban no. 2076)
Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Baari 3/157 berkata, “Imam Bukhari menyebutkan (atau sebab yang lainnya) karena ini lebih umum dari pada hanya disebutkan karena hujan saja. (Dibolehkannya) shalat di rumah itu sebabnya lebih umum dari pada hanya karena hujan atau semisalnya. Dan shalat di rumah kadang bisa dengan berjama’ah atau sendirian, meskipun kebanyakan dengan sendirian. (Karena) hukum asal shalat berjama’ah itu dilakukan di masjid.”
Menjama’ Shalat Fardhu di Masjid
Imam Malik dalam Al Muwaththa’ mengatakan dari Nafi’ bahwa Abdullah bin Umar, apabila para amir (imam shalat, ed) menjama’ shalat Maghrib dan Isya’ ketika hujan, beliau menjama’ bersama mereka.
Hisyam bin Urwah mengatakan bahwa sesungguhnya ayahnya (Urwah), Sa’id bin Al Musayyib, dan Abu Bakar bin Abdur Rahman bin Al Harits bin Hisyam bin Al Mughirah Al Makhzumi biasa menjama’ shalat Maghrib dan Isya’ pada malam yang hujan apabila imam menjama’nya. Dan mereka tidak mengingkari hal tersebut
Dalam kitab Al Wajiz fi Fiqhis Sunnah, disebutkan dari Ibnu Abbas, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengerjakan shalat Dzuhur dan Ashar serta Maghrib dan Isya’ secara jama’, bukan dalam keadaan takut maupun safar.” Beliau juga berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjama’ shalat Dzuhur dan Ashar begitu juga Maghrib dan Isya di Madinah bukan dalam keadaan takut maupun hujan.” (HR Muslim)
Hal ini menandakan bahwa jama’ ketika hujan sudah ma’ruf (dikenal) di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seandainya tidak demikian, maka tidak ada faedah meniadakan hujan seperti sebab menjama’ shalat.
Yang Utama Bagi Imam
Bagi Imam dan orang yang tidak terlalu kesulitan untuk berjamaah di masjid, maka yang lebih utama baginya adalah tetap melaksanakan shalat jamaah di masjid, sebagaiaman yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihiw Sallam.
Diriwayatkan Imam Bukhari dari Abu Sa’id Al Khudri. Beliau berkata, “Tatkala awan muncul, turunlah hujan hingga membasahi genteng (atap) –genteng tersebut terbuat dari pelepah kurma- kemudian shalat ditegakkan. Lalu saya melihat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam sujud di atas air dan lumpur sehingga saya melihat bekas lumpur di dahinya.” (Bukhari no.669)