Seluruh Bumi adalah Masjid
Syaikh DR Yusuf Al Qaradhawi, dalam Fatawa Mu’ashirah menyitir hadits:
[arabtext]
أَخْبَرَنَا جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي: نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ …
[/arabtext]
Jabir bin ‘Abdullah berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Aku diberikan lima perkara yang tidak diberikan kepada seorangpun dari Nabi-Nabi sebelumku: aku ditolong melawan musuhku dengan ketakutan mereka sepanjang sebulan perjalanan, bumi dijadikan untukku sebagai tempat sujud dan suci; maka dimana saja seorang laki-laki dari umatku mendapati waktu shalat hendaklah ia shalat…” (HR. Bukhari – Muslim)
Dari hadits ini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa seluruh bumi merupakan masjid bagi seorang Muslim. Maka baginya boleh melaksanakan shalat disitu. Meskipun lebih afdhalnya mencari tempat yang lebih baik (masjid/mushalla). Tapi apabila dia tidak menemukan tempat untuk shalat kecuali tempat-tempat tersebut maka sesungguhnya seluruh bumi adalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala dan merupakan masjid bagi setiap Muslim.
Gereja yang Bebas dari Simbol Kesyirikan
Imam Al Bukhari telah membuat bab dalam kitab Shahih-nya, Bab Shalat di Gereja. Dan Umar Radhiallahu’anhu berkata, “Sesungguhnya kami tidak masuk ke gereja kamu semua karena ada patung yang dimana di dalamnya ada gambar-gambar.” Dahulu Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma melaksanakan shalat di geraja kecuali kalau di gereja tersebut ada patung.
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Perkataan ‘Bab Shalat di dalam Gereja’ kata al biya’ah adalah tempat ibadahnya orang Kristen. Pemilik kitab Al Muhkam, al bi’ah adalah tempat ibadahnya pendeta. Dikatakan ia adalah geraje orang kresten. Yang kedua adalah yang dijadikan patokan. Yang termasuk dalam hukum al bii’ah adalah gereja, rumah pendeta, sinagog, rumah patung, rumah api dan semisalnya.”
Syaikh DR Yusuf Al Qaradhawi menjelaskan bahwa Umar Radhiyallahu ‘anhu mengatakan seperti itu karena dia takut akan perkara ini, yakni tidak ada seorang Muslimin pun yang akan datang shalat di gereja tersebut, bukan karena gereja tersebut (haram untuk dijadikan tempat shalat).
Fuqaha Hanafiyah menyatakan bahwa makruh hukumnya seorang muslim memasuki gereja atau tempat ibadah orang kafir karena tempat tersebut merupakan tempat berkumpulnya syetan bukan karena seorang muslim tidak punya hak untuk memasukinya. (Hasyiyah Ibnu ‘Abidin 5/248)
Sedangkan fuqaha Malikiyah dan Hanabilah dan sebagian ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa seorang muslim diperbolehkan memasuki gereja atau tempat ibadah orang kafir lainnya. Sedangkan sebahagian yang lainnya mensaratkan harus ada izin dari mereka yang menggunakan tempat tersebut. (Kasyful Qana’ 1/294, Hasyiyatul Jamal 3/572)
Gereja yang Memiliki dari Simbol Kesyirikan
Kalau didalamnya ada gambar atau patung, para ahli fiqih berbeda pendapat terkait hukum shalat di dalamnya. Sebagian berpendapat diharamkan. Mayoritas (jumhur) berpendapat dimakruhkan. Landasan diharamkan adalah keumuman dalil yang menunjukkan akan keharaman gambar dan kepemilikannya. Karena adanya gambar ini termasuk mencegah masuknya para malaikat.
Telah diriwayatkan oleh Al Bukhari, 3225 dan Muslim, 2106 dari Abu Thalhah sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
[arabtext]
( لَا تَدْخُلُ الْمَلَائِكَةُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلَا صُورَةٌ )
[/arabtext]
“Para malaikat tidak akan masuk rumah yang didalamnya ada anjing dan ada gambar.”
Diriwayatkan oleh Tirmizi, 2806 dan Abu Dawud, 4158 dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah sallahu’alaihi wa sallam bersabda:
[arabtext]
( أَتَانِي جِبْرِيلُ فَقَالَ إِنِّي كُنْتُ أَتَيْتُكَ الْبَارِحَةَ فَلَمْ يَمْنَعْنِي أَنْ أَكُونَ دَخَلْتُ عَلَيْكَ الْبَيْتَ الَّذِي كُنْتَ فِيهِ إِلَّا أَنَّهُ كَانَ فِي بَابِ الْبَيْتِ تِمْثَالُ الرِّجَالِ وَكَانَ فِي الْبَيْتِ قِرَامُ سِتْرٍ فِيهِ تَمَاثِيلُ وَكَانَ فِي الْبَيْتِ كَلْبٌ فَمُرْ بِرَأْسِ التِّمْثَالِ الَّذِي بِالْبَابِ فَلْيُقْطَعْ فَلْيُصَيَّرْ كَهَيْئَةِ الشَّجَرَةِ وَمُرْ بِالسِّتْرِ فَلْيُقْطَعْ وَيُجْعَلْ مِنْهُ وِسَادَتَيْنِ مُنْتَبَذَتَيْنِ يُوطَآَنِ وَمُرْ بِالْكَلْبِ فَيُخْرَجْ فَفَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ ذَلِكَ الْكَلْبُ جَرْوًا لِلْحَسَنِ أَوْ الْحُسَيْنِ تَحْتَ نَضَدٍ لَهُ فَأَمَرَ بِهِ فَأُخْرِجَ ). والحديث صححه الألباني في صحيح الجامع برقم 68
[/arabtext]
“Jibril telah datang kepadaku dan berkata, sesungguhnya saya telah datang kepadamu semalam. Dan tidak ada yang menghalangiku masuk ke dalam rumah dimana anda berada melainkan di pintu rumah ada patung seseorang. Di dalam rumah ada pembatas kain terdapat gambar. Dan di rumah ada anjing. Maka diperintahkan kepala patung untuk dipotong dan dijadikan seperti pohon. Diperintahkan kain pembatas untuk dipotong dan dijadikan kain tempat bantal tidur yang diinjak. Dan diperintahkan anjing untuk dikeluarkan. Dan Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam laksanakan semuanya. Maka anjing itu adalah mainan tiga persegi kepunyaan Hasan atau Husain di bawah tumpukan barang, maka diperintahkan dan dikeluarkannya.’ (Shahih Al Jami’ no. 68)
Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata: “Tidak mengapa shalat di gereja yang bersih. Yang memberi keringanan hal itu adalah Hasan, Umar bin Abdul Aziz, Asy Sya’bi, Al Auza’i, Said bin Abdul Aziz, diriwayatkan juga dari Umar dan Abu Musa. Sementara yang memakruhkan adalah Ibnu Abbas dan Malik di dalam gereja dikarenakan ada gambarnya. Bagi kami bahwa Nabi Sallallahu’alaihi Wa Sallam shalat dalam Ka’bah dan di dalamnya ada gambar, kemudian ia termasuk dalam sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam:
[arabtext]
( فأينما أدركتك الصلاة فصل , فإنه مسجد ) ” انتهى من “المغني” (1/ 407).
[/arabtext]
“Dimana saja anda dapatkan shalat, maka shalatlah. Karena ia adalah masjid.” (‘Al-Mugni, 1/407)
Syaikh Abdul Aziz Ar Rajihi mengatakan, “Jika simbol-simbol syirik yang ada di sini sudah dihilangkam maka tidak mengapa mengerjakan shalat di sana. Berhala Latta dahulu posisinya ada di masjid Thaif saat ini. Tatkala berhala Latta sudah disingkirkan Nabi bangun masjid tempat shalat di tempat tersebut”
Ibnu Muflih mengatakan, “Boleh masuk dan shalat di tempat peribadatan dan gereja atau yang semacamnya. Dan makruh jika di dalamnya ada gambarnya. Ada yang mengatakan haram mutlak. Penulis Al Mustau’ib mengatakan, Sah melaksanakan shalat fardhu di gereja atau tempat peribadatan orang kafir meskipun makruh.”
Diantara orang yang berpendapat haramnya shalat dalam gereja kalau di dalamnya ada gambar adalah Syiikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Dapat dilihat di ‘Al Fatawa Al Kubro, 2/59.
Pengharaman shalat dalam gereja tidak berimplikasi batalnya shalat. Bahkan shalatnya sah tapi berdosa. Karena larangan shalat di dalamnya tidak terkait dengan shalat, akan tetapi karena didalamnya ada gambar sebagaimana yang lalu. Maka sebab larangan berbeda dengan shalat dan apa yang terkait dengannya.
Al Lajnah Ad Daimah telah memberikan fatwa dan Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah dengan memakruhkan shalat di tempat yang di dalamnya ada gambar, dan shalatnya sah kalau itu terjadi. Dalam ‘Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 5/377 dalam kumpulan (fatwa) kedua: “Apa hukum shalat di rumah –kamar- di dalamnya ada gambar atau patung untuk hiasan yaitu hewan atau manusia?
Jawabannya, diharamkan memiliki gambar dan patung dan menjadikan di dalam rumah. Berdasarkan Sabda Sallallahu ’Alaihi wa Sallam kepada Ali Radhiallahu ’Anhu,
[arabtext]
( لا تدع صورة إلا طمستها ولا قبرا مشرفا إلا سويته )
[/arabtext]
“Janganlah engkau tinggalkan gambar melainkan engkau hapus, dan tidak juga kuburan yang tinggi kecuali engkau ratakan.”
Dan sabdanya Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam: “Para Malaikat tidak akan masuk rumah di dalamnya ada anjing dan gambar.” Dan dimakruhkan shalat di kamar yang ada gambar digantungkan atau ditegakkan. Apalagi kalau ke arah kiblat dan shalatnya sah.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: “Sementara shalatnya adalah sah, akan tetapi dimakruhkan shalat di tempat yang ada didalamnya gambar, kecuali dalam kondisi ada keperluan, kalau sekiranya tidak ada tempat lain, maka tidak mengapa.”
Dalam suatu riwayat dijelaskan bahwa Khalifah Umar Radhiyallahu Anhu mendapatkan surat dari penduduk Najran perihal hukum shalat di gereja, karena mereka tidak mendapatkan tempat yang lebih bersih dan lebih baik darinya. Maka Umar berkata: “Bersihkanlah ia dengan air dan daun gaharu dan shalatlah di dalamnya.”
Namun demikian sejumlah fuqaha Hanafiyah dan Asy Syafi’yah menyatakan bahwa melaksanakan shalat di dalam gereja hukumnya makruh. Baik gereja tersebut dipenuhi oleh patung ataupun tidak.
Gereja Saat Sedang Digunakan
Sedangkan hukum memasuki tempat ibadah orang kafir pada saat mereka sedang merayakan hari agama mereka adalah haram.
Alasan pengharamannya jelas sekali, yaitu kita dilarang ikut dalam peribadatan agama lain. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menegaskan hal ini dalam Al Quran Al Karim.
[arabtext]
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ لاَ أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ وَلاَ أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ وَلاَ أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ وَلاَ أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
[/arabtext]
Katakanlah: “Hai orang-orang yang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.” (QS. Al-Kafirun : 1-6)
Umar Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Janganlah kalian memasuki tempat ibadah orang kafir pada saat mereka sedang merayakan hari agama mereka, karena kemarahan Allah akan turun kepada mereka.” (Al Adab Asy Syar’iyyah 3/442).
Tindakan ini menyerupai ciri khas orang kafir, padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum (dalam ciri khas mereka, pen.) maka dia termasuk bagian kaum tersebut.” (HR. Abu Daud 4031 dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Hadits ini, kondisi minimalnya menunjukkan haramnya meniru ciri khas orang kafir. Meskipun zhahir hadits menunjukkan kafirnya orang yang meniru perbuatan yang menjadi ciri khas mereka.” (Iqtidla’ Ash Shirath Al Mustaqim, 1:270).