Bolehkah orang Bandung shalat istisqa untuk Sumatera dan Kalimantan?
Kalau dalam nash-nash madzhab Syafi’i maka itu dibolehkan, seperti dalam pernyataan Asy-Syafi’i sendiri dalam Al-Umm:
وَإِذَا كَانَتْ نَاحِيَةٌ مُخْصِبَةٌ، وَأُخْرَى مُجْدِبَةٌ فَحَسَنٌ أَنْ يَسْتَسْقِيَ إمَامُ النَّاحِيَةِ الْمُخْصِبَةِ لِأَهْلِ النَّاحِيَةِ الْمُجْدِبَةِ وَلِجَمَاعَةِ الْمُسْلِمِينَ، وَيَسْأَلُ اللَّهَ الزِّيَادَةَ لِمَنْ أَخْصَبَ مَعَ اسْتِسْقَائِهِ لِمَنْ أَجْدَبَ فَإِنَّ مَا عِنْدَ اللَّهِ وَاسِعٌ،
“Kalau ada daerah yang subur dan daerah lain kekeringan maka ada baiknya pimpinan daerah yang subur itu minta hujan untuk daerah yang kekeringan serta untuk jamaah kaum muslimin. Minta kepada Allah tambahan untuk yang telah subur tanahnya dengan memintakan hujan (istisqa) bagi yang dilanda kekeringan, karena apa yang ada di sisi Allah itu luas.” (Al-Umm: 1/282).
Al-Mawardi dalam Al-Iqna’ jilid 1 hal. 57:
وَكَذَلِكَ إِذا انت نَاحيَة خصبة وَأُخْرَى جدبة حسن أَن يَسْتَسْقِي أهل النَّاحِيَة الخصبة لأهل النَّاحِيَة الجدبة
“Demikian pula daerah yang subur ada baiknya beristisqa untuk penduduk yang dilanda kekeringan.
Asy-Syarbini dalam Mughni Al-Muhtaj 1/603:
وَيَسْتَسْقِي غَيْرُ الْمُحْتَاجِ لِلْمُحْتَاجِ، وَيَسْأَلُ الزِّيَادَةَ لِنَفْسِهِ؛ لِأَنَّ الْمُؤْمِنِينَ كَالْعُضْوِ الْوَاحِدِ إذَا اشْتَكَى بَعْضُهُ اشْتَكَى كُلُّهُ
“Hendaknya yg tak memerlukan minta hujan untuk yang memerlukan dan mohon kelebihan nikmat dari yang telah diberikan kepada dirinya. Sebab, orang Islam itu ibarat satu tubuh, kalau ada satu tubuh yang sakit maka yang lain pun mengeluh.”
Ar-Ramli dalam Tuhfatul Muhtaj jilid 3 hal. 66:
وَإِنْ كَانَ الْمُحْتَاجُ لِذَلِكَ طَائِفَةً مُسْلِمِينَ قَلِيلَةً فَيُسَنُّ لِغَيْرِهِمْ الِاسْتِسْقَاءُ لَهُمْ وَلَوْ بِالصَّلَاةِ.
“Kalau yang memerlukan hujan itu adalah sekelompok kaum muslimin yang berjumlah sedikit maka disunnahkan bagi muslim lainnya untuk istisqa untuk mereka meski dengann melakukan shalat.”