Ustadz Ahmad Sarwat dalam konsultasi syariahnya pernah ditanya mengenai hukum melakukan ziarah kubur ke makam para ulama, serta sikap keras kelompok Salafi dalam menyikapi ziarah jenis ini. Berikut ini jawaban beliau:
Awalnya ziarah kubur adalah perbuatan terlarang, karena para shahabat Nabi masih baru saja meninggalkan era penyembahan berhala. Namun sedikit demi sedikit, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam memandang bahwa sudah tidak ada alasan lagi untuk melarang ziarah kubur, karena para shahabat nabi telah memilihi pondasi aqidah yang sangat kokoh.
Maka beliau pun bersabda:
Dari Buraidah bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Dahulu aku larang kalian untuk berziarah kubur, sekarang silahkan berziarah.” (HR Musim)
Dalam riwayat yang lain beliau menyebutkan:
“Siapa yang ingin berziarah kubur, hendaklah berziarah. Karena berziarah kubur itu mengingatkan akhirat.”
Maka hukum ziarah kubur pun menjadi boleh setelah dahulu pernah dilarang. Setidaknya ada dua manfaat utama saat kita berziarah kubur.
- Kita dapat mendoakan orang yang ada di kubur itu. Dan imbasnya adalah doa kita itu akan diganjar dengan pahala yang banyak.
- Kita jadi dapat mengambil pelajaran bahwa suatu ketika kita pun akan mati juga, dan akan dikubur juga.
Selain itu juga ada manfaat lainnya, bila kubur yang diziarahi itu merupakan kubur tokoh ulama. Misalnya, kita jadi termotivasi untuk mempelajari sejarah dan jalan hidupnya, serta dapat mengenang jasa-jasa mereka.
Di jantung kota Cairo ada kubur Al Imam Asy Syafi’i rahimahullah. Bagi turis Indonesia yang melawat ke negeri Piramid itu, ziarah ke kubur Al Imam Asy Syafi’i sebenarnya dapat membangkitkan kita mengenal lebih dekat sosok Imam Mazhab itu. Dan rupanya di negeri itu terdapat begitu banyak situs peninggalan bersejarah yang menarik untuk diamati.
Sayangnya, sebagian saudara-saudara kita agak buta sejarah, sehingga ketika datang ke tempat yang punya nilai sejarah, sama sekali tidak nyambung alias tidak dapat mengambil apapun pelajaran. Datang ke kubur para ulama akhirnya sekedar jadi wisata rutin dan ritual, yang miskin dari kajian.
Dan konyolnya, sebagian lainnya malah datang untuk minta ini dan minta itu kepada ruh yang ada di kuburan. Tentu tindakan ini tidak bisa dibenarkan, karena seharusnya kita hanya meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan kepada kuburan, meski kubur seorang ulama sekalipun.
Lucu memang, bahkan di makam Al Imam Asy-Syafi’i itu ada orang yang sampai bertawaf mengelilingi kuburnya, seperti layaknya Ka’bah. Tindakan ini tentu kurang bisa diterima, karena tidak ada tuntunan dari agama ini tentang ritual tawaf mengelilingi kuburan.
Sikap Keras
Adapun apa yang dikatakan sebagai ‘Wahabi’ yang anti ziarah kubur, memang para tokoh mereka di gurun pasir sana sejak awal lebih suka menggeneralisir semua masalah yang terkait dengan kuburan. Intinya, tidak ada cerita ziarah kubur, apalagi kubur ulama. Buat mereka, pokoknya haram, titik.
Kita hanya bisa geleng-geleng kepadakalau melihat kelakuan sebagian saudara kita itu. Mungkin dengan berhusnuzhan kita boleh bilang bahwa tujuan mereka mungkin baik, yaitu untuk melindungi umat Islam dari bahaya syirik.
Tapi pola gebyah uyah seperti itu ibarat suasana panik akibat kebakaran di suatu kampung, untuk menyelamatkan rumah dari amukan api, kadang rumah itu disemprot dengan air dengan kekuatan penuh, akibatnya memang sih rumah itu tidak terbakar, tapi malah roboh sekalian.
Tindakan menggeneralisir semua ziarah kubur itu haram dan bid’ah, barangkali tepat kalau dilakukan oleh seorang Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang hidup di abad ke delapan belas (1703-1791 M). Tapi suasana abad ke delapan belas tentu amat berbeda dengan suasana abad ke dua puluh dan dua puluh satu.
Selain itu, gaya dakwah yang sikat sana tembak sini mungkin efektif untuk suasana masyarakat padang pasir yang tidak pernah makan sekolahan, namun belum tentu gaya seperti itu bisa dengan mudah diterima oleh bangsa lain yang punya peradaban.
(Catatan redaksi Fimadani: Sebenarnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab membagi perincian ziarah kubur menjadi 3 yakni ziarah yang syar’i, ziarah yang bid’ah, dan ziarah yang syirik. Pembicaraan Ustadz Ahmad Sarwat dalam jawaban di atas hanya bisa diterima jika konteks pembicaraannya adalah ziarah kubur dengan safar, karena menurut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, ziarah yang dengan safar termasuk ke dalam ziarah yang bid’ah sehingga termasuk ziarah yang terlarang.)
Maka kalau pun kita mau mengambil pelajaran dari siapa pun, kita harus lihat situasi dan kondisi serta latar belakang sosio kultural dari suatu masyarakat. Apa yang cocok di abad 18 belum tentu cocok untuk abad 21. Dan apa yang dirasa efektif untuk para penghuni gurun belum tentu cocok buat para penduduk nusantara. Maka ambillah pelajaran wahai orang yang bisa mengambil pelajaran.
Alih-alih diterima, dakwah wahabiyah di mana-mana hanya memanen perlawanan dan permusuhan serta kebencian. Dan orang-orang yang ziarah kubur tetap masih banyak, bahkan sampai yang masih menyembah kuburan. Sebab dakwah yang tidak simpatik hanya akan membuat orang malah semakin jauh dan anti pati.
Lalu apa solusinya?
Gampang, mereka yang kerjanya ziarah kubur itu kita beri beasiswa agar bisa pada sekolah. Kebodohan lah yang telah mengantarkan mereka untuk menyembah kuburan. Karena itu bukan kuburannya kita ratakan dengan tanah, tapi kebodohannya yang harus diperangi. Caranyadengan mendirikan ribuan sekolah dan kampus di negeri ini, bukan masjid yang bangunannnya megah tapi tidak ada ulamanya.
Tata Cara Ziarah Kubur
Ketika kemudian ziarah kubur dibolehkan bahkan dianjurkan, maka tujuannya ada dua, yaitu:
1. Sebagai Sarana Dzikrul Maut (Mengingat Kematian)
Setiap muslim harus sering-sering mengingat-ingat kematian. Sebab semua kehidupan ini akan berujung kepada kematian. Dan kematian itu pasti akan datang, cepat atau lambat. Dengan mengingat mati, maka orang-orang akan merasa takut kepada Allah, takut atas dosa-dosa serta tidak berani melanggar larangan agama.
Dengan mengingat mati, seseorang akan hidup dengan cara yang lurus, istiqamah, tidak mau bikin masalah dengan orang lain, jujur, bersih, menjaga diri dari perbuatan haram, tidak selalu mengejar kekayaan duniawi, atau kebesaran nama, atau kebanggaan. Bahkan manusia akan semakin rukun terhadap sesama, saling tolong dan saling menjaga.
Mengingat mati adalah sebuah obat sekaligus solusi jitu buat jiwa-jiwa yang susah diberi pelajaran. Buat mereka yang masih suka membandel dan tidak pernah mau menerima nasehat.
Maka berkunjung ke kuburan, seharusnya bisa membuat seseorang segera berpikir bahwa dirinya akan masuk ke dalam liang sempit itu suatu hari nanti. Dia harus mempertanggung-jawabkan semua perbuatannya sendirian, tidak ada penolong, tidak ada asisten, tidak ada pembela.
Karena itulah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pada akhirnya menganjukan para shahabat berziarah kubur.
2. Mendoakan Ahli Kubur
Selain itu berziarah kubur bertujuan untuk mendoakan ahli kubur, agar diringankan siksanya atau ditambahkan kenikmatannya di alam barzakh.
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang kesunnahan mendoakan orang yang sudah wafat. Dan bahwa doa itu bisa sampai kepada mereka serta berpengaruh atas nasib yang mereka alami. Tidak hanya doa dari anaknya, tapi dari siapa saja yang mendoakan.
Dan salah satu hujjahnya adalah adanya syariat shalat jenazah, yang intinya juga mendoakan jenazah tersebut. Shalat dan doa itu akan sampai kepada jenazah di alam barzakh-nya. Dan shalat jenazah itu bukan hanya buat anak-anak almarhum saja, tetapi disunnahkan kepada seluruh manusia, kenal atau tidak kenal, saudara atau bukan. Dan seluruh ulama sepakat dengan hal ini.
Khilaf Dalam Masalah Pengiriman Pahala
Yang seringkali diperdebatkan bukan masalah mendoakan orang mati, tetapi masalah pengiriman pahala ibadah orang yang masih hidup untuk di’transfer’ kepada orang yang sudah mati.
Sebagian ulama menyatakan bahwa pahala yang didapat seseorang dari Allah SWT karena dia melakukan suatu perbuatan baik, tidak bisa dipindah-pindahkan ke orang lain. Sebagian lagi membedakan antara pahala yang bersifat ibadah maliyah (terkait dengan harta) dengan yang bukan. Mereka mengatakan kalau ibadahnya bersifat maliyah, pahala bisa dipindah-pindakan kepada orang lain. Dan ulama lainnya mengatakan bahwa segala bentuk ibadah apapun, baik maliyah atau bukan, semua bisa dipindahkan kepada orang lain.
Dengan adanya perbedaan pendapat di atas, maka urusan membaca Al-Quran dengan niat pahala dikirimkan kepada jenazah yang sudah wafat, otomatis menjadi masalah khilafiyah di kalangan para ulama. Sebagian mereka mengatakan tidak ada gunanya baca yasin, zikir dan tahlil bila diniatkan agar pahalanya bisa disampaikan kepada orang meninggal. Karena pahala tidak bisa ditransfer.
Sedangkan yang lainnya mengatakan bisa disampaikan. Karena pahala adalah hak setiap orang, maka tiap orang berhak untuk memberikannya kepada siapa saja yang dikehendakinya.
Waktu dan Cara Ziarah Kubur
Dari segi waktu, tidak ada perintah khusus untuk berziarah kubur di bulan tertentu. Kebiasaan masyarakat berziarah kubur pada saat menjelang datangnya bulan Ramadhan jelas tidak ada dasar syariatnya. Sebab baik nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam maupun salafush-shalih tidak pernah menyebut-nyebut hal itu.
Kalau ziarah kubur menjelang Ramadhan diyakini sebagai sebuah ritual yang bersifat kewajiban baku, maka hal itu menjadi sebuah bid’ah yang diada-adakan.
Demikian juga pada hari raya ‘Idul Fithri, kebiasaan sebagian masyarakat justru berziarah kubur. Padahal momen ‘Idul Fithri seharusnya untuk bersenang-senang. Sampai puasa pun diharamkan. Lalu mengapa justru di saat berbahagia seperti itu malah datang berziarah ke kuburan? Ini termasuk ‘keanehan’ umat kita yang sudah berjalan turun-temurun, tidak tahu siapa yang memulainya, yang jelas ciri khasnya adalah ikut-ikutan tanpa dasar dan tanpa ilmu.
Termasuk di antara bentuk ikut-ikutan yang tidak ada dasarnya adalah ritual tabur bunga di kuburan, berpakaian hitam-hitam, termasuk berkacamata hitam. Termasuk larangan wanita haidh masuk ke areal kuburan.
Di antara doa ketika berziarah kubur adalah hadits berikut ini:
Dari Buraidah radhiyallahu ‘anh berkata bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengajarkan mereka bila pergi ke kuburan: Salam kepada kalian wahai ahli kubur dari kalangan mukminin dan muslimin. Dan insyaallah kami akan menyusul. Aku meminta al-‘afiyah kepada Allah untuk kami dan kalian.” (HR Muslim)
Wallahu a’alm bish shawab