Umat Islam adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia. Menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Dan, beriman kepada Allah Swt. Hanya umat inilah yang berhak mendapatkan gelar seperti itu.Karena umat ini siang dan malam, tak mengenal lelah berusaha menjaga kemurnian agamanya dari penodaan musuh-musuhnya. Inilah menjadi salah satu bukti kebenaran Islam. Agama yang melekat dalam diri umat ini adalah agama yang haq, sehingga Allah memberkahi mereka dengan yang haq pula.
Salah satu warisan penting umat Islam, kalau tidak dikatakan yang terpenting, adalah sanad. Apa itu sanad? Sanad adalah mata rantai perawi. Misalnya dari si fulan dari si fulan dari si fulan hingga ke Rasulullah Saw. Dengan sanad inilah, Islam terjaga kemurniannya. Al-Qur’an memiliki sanad yang mutawatir. Artinya banyak sekali perawi yang meriwayatkannya, keterangan perawi yang satu membenarkan keterangan perawi yang lain dan semua perawi itu tidak mungkin bersepakat untuk berdusta. Dengan adanya sanad ini, umat Islam tidak seenaknya bicara, sulit untuk berdusta, memalsukan data dan fakta yang seharusnya, dan tidak tercemar oleh akhlak yang buruk. Ketika ada perkataan dusta, maka akan terlihat kedustaannya. Para ulama mempunyai mekanisme ilmiah sehingga mampu dengan mudah mengetahui kedustaan itu. Misalnya, meneliti siapa perawi tersebut; apakah akhlaknya baik, aqidahnya benar, ibadahnya shahih, ingatannya kuat, bukan ahli maksiat dan ahli bid’ah. Bila ada dua hadits yang saling bertolak belakang, maka kedua hadits tersebut harus dikonfrontir;pertama-tama harus diteliti sanadnya terlebih dahulu. Dalam hal ini berkembanglah ilmu jarh wat ta’dil (ilmu yang mengetahui ‘cacat’ tidaknya para perawi hadits)
Kesungguhan umat Islam dalam menjaga kemurniaan tidak hanya terlihat pada ilmu-ilmu syariat, tetapi juga pada ilmu-ilmu lain seperti sejarah, sastra (adab), dan lain sebagainya. Misalnya para ulama mendiktekan salah satu kitabnya kepada muridnya kemudian ulama itu memberikan ijazah kepadanya, dan kemudian murid tersebut mendiktekannya lagi pada muridnya dan seterusnya hingga tersambung hingga sekarang. Tidak heran bila ada ulama yang mengatakan bahwa dia memiliki sanad Kitab Fathul Bari sampai kepada Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani. Yang lain misalnya mengatakan sebagai pemilik sanad qiroah Ibnu Mas’ud tingkatan ke 20 artinya ada 20 perawi, mulai dari Ibnu Mas’ud sampai ulama tersebut.
Salah satu contoh ulama yang memiliki sanad adalah Imam Nawawi. Dalam salah satu bukunya beliau mengemukakan bahwa memiliki sanad sebuah hadits, beliau berkata: Telah meriwayatkan dari kami Imam Al-Hafidz Abul Baqa’ Khalid bin Yusuf bin Sa’ad bin Al-Hasan bin Al-Mufarrij bin Bakar Al-Muqaddasi An-Nablisy Ad-Damsyiqi dari Abu Sulaiman Al-Kindy dari Muhammad bin Abdul Baaqi Al-Anshary dari Abu Muhammad Al-Hasan bin Ali Al-Jauhari dari Abu Husain bin Muhammad bin Mudzfar Al-Hafidz dari Abu Bakar Muhammad bin Muhammad bin Sulaiman Al-Wasithi, telah menceritakan Abu Na’im Ubaid bin Hisyam Al-Halby dari Ibnu Mubarak dari Yahya bin Sa’id Al-Anshary dari Muhammad bin Ibrahim At-Tamimy dari Alqamah bin Waqqash Al-Laitsi dari Umar bin Khaththab Ra., dia berkata, telah bersabda Rasulullah Saw., “Sesungguhnya setiap amal perbuatan itu tergantung pada niat, dan segala sesuatu itu tergantung kepada apa yang diniatkannya. Maka barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang dicarinya atau karena perempuan yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu (hanya) akan sampai kepada apa yang mereka hijrahi itu.”
Lihatlah contoh ini bagaimana Imam Nawawi tetap mempertahankan ilmu sanad padahal Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam kitabnya telah meriwayatkan hadits ini. Padahal sangat mudah kiranya untuk mengutip hadits ini dalam kitab Shahih Bukhari atau Shahih Muslim. Padahal jarak antara keduanya dengan Imam Nawawi kira-kira tiga abad lamanya, tetapi Imam Nawawi tetap berusaha memiliki sanad hadits ini. Padahal sebenarnya sudah cukup bila kita menyebutkan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari atau Imam Muslim saja. Dengan sanad di atas, maka boleh kita mengatakan hadits di atas diriwayatkan oleh Imam Nawawi.
Itulah kelebihan umat ini dibanding umat agama lain. Demi sebuah kebenaran, para ulama berusaha untuk menjaganya, mendapatkan rantai periwayatan hingga sumber aslinya. Apalagi mereka yang berusaha mendapatkannya hingga kini; sudah 15 abad lamanya jarak dari Rasulullah hidup. Tetapi dengan penuh kesungguhan, mereka memiliki sanad yang tersambung hingga Rasulullah Saw.
Abu Ali Al-Jayyani mengatakan, “Allah memberi kekhususan umat ini dengan tiga hal yang pernah diberikan kepada Nabi sebelumnya; isnad (sanad), nasab, dan i’rab (kaidah bahasa).”
Ibnu Hazm berkata, “Menukil dari orang terpercaya melalui orang terpercaya sampai tersambung hingga Rasulullah, merupakan kekhususan yang Allah berikan kepada umat Islam, bukan pada yang lainnya. Adapun keterputusan sanad dalam periwayatan banyak ditemui pada umat Yahudi.Namun kedekatan mereka terhadap Nabi Musa dalam hal ini tidak sedekat kita dengan Nabi Muhammad.Karena kedekatan mereka dengan Nabi Musa lebih dari 30 kurun (3000 tahun). Jarak sejauh ini tidak mungkin sampai pada sahabat Nabi maupun generasi setelah sahabat (tabi’in).”
Ibnu Mubarak berkata, “Isnad termasuk agama, tanpa isnad orang akan berkata sekehendaknya.” Sufyan Ats-Tsaury mengatakan, “Sanad adalah senjatanya orang mukmin.”
Sufyan bin Uyainah berkata, “Suatu hari Az-Zuhri pernah meriwayatkan hadits, kemudian saya katakan kepadanya, ‘Berikan kepadaku tanpa sanad!’ Az-Zuhri menjawab, ‘Hendaklah kamu menaiki atap tanpa tangga!'”
Ahmad bin Hanbal mengatakan, “Mencari sanad yang lebih tinggi merupakan tradisi orang-orang salaf, karena murid-murid Abdullah bin Mas’ud berbondong-bondong dari Kufah menuju Madinah untuk belajar kepada Umar dan mendengarkan darinya.”
Muhammad bin Aslam Ath-Thusi berkata, “Mendekatkan sanad berarti mendekat, atau mendekatkan diri kepada Allah.”
Muhammad bin Sirin mengatakan, “Sungguh ilmu ini (sanad) adalah bagian dari agama, maka perhatikanlah dari mana kalian akan mengambil agama kalian!”
Ilmu sanad tidak ada dalam agama lain sehingga agama-agama itu tidak lagi memiliki kemurnian.Ibarat tubuh yang lemah, mereka tidak lagi memiliki sistem kekebalan tubuh sehingga mudah terserang berbagai penyakit. Ketika ditanyakan tentang sebab-sebab turunnya ayat di dalam kitab suci agama mereka, maka mereka tidak mengetahuinya kecuali hanya kira-kira. Ketika mereka ditanya, mengapa ayat yang satu berbeda dengan ayat yang lain saling bertolak belakang? Mereka tidak mengetahuinya. Maka, mereka tidak lagi bisa menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Pemahaman mereka pun akhirnya salah. Mungkin begini. Mungkin begitu. Kira-kira saja. Mereka hanya menerima semua yang ada pada mereka sebagai dogma. Ketidakmurnian itulah menyebabkan agama mereka menjadi bahan tertawaan orang awam, pemurtadan kaum cendikiawan, dan perubahan-perubahan yang dilakukan para ahli bid’ah.
Dengan adanya sanad, maka standar ilmiah menjadi lebih tinggi, kebenaran menjadi terlihat, dan kehancuran bagi para pendusta. Beruntunglah umat ini karena telah mendapat warisan ilmiah paling berharga.