Saya selalu merasakan gemetar ketika menyangkutpautkan Al Qur’an dengan bangsa ini. Bangsa Indonesia. Bangsa yang dipenuhi heterogen kehidupan. Mulai dari keberagaman budaya, tradisi, suku, hingga keberagaman agama yang berhegemoni di dalamnya.
Saya pernah bertemu dengan seorang berkeyakinan Budha, Chinise. Kami berbicara banyak hal, berukar pikiran tentang bisnis. Dan saya dapati bahwa apa yang ia sampaikan dan ia katakan tak satupun yang melenceng dari nilai-nilai Al Qur’an.
Juga pernah bertemu dengan seorang Atheis, dia bercerita tentang tokoh-tokoh yang menginspirasi hidupnya. Ada Mahatma Gandhi, Confusious, Muhammad, Jesus, Zarathustra, Soekarno, Bunda Theresa. Hanya yang membuat saya tersenyum adalah ketika saya bertanya, “Di bagian mana-nya Anda mendapatkan inspirasi dari mereka?” Dan jawabannya tak jauh dari nilai-nilai Al Qur’an.
Di Indonesia ada begitu banyak komunitas-komunitas pecinta Al Qur’an. Meski jumlahnya masih belum sebanding dengan mereka yang ‘tidak mencintai’ Al Qur’an, perlahan namun pasti, secara sadar maupun tidak sadar, saya menyaksikan mulai banyak orang yang berlomba-lomba membuat kemudahan untuk memfasilitasi para pecinta Al Qur’an.
Rumah Qur’an yang mulai marak di berbagai kota di Indonesia. Diikuti oleh berbagai macam jenjang usia. Mulai terbitnya kitab-kitab tafsir dengan pembahasan yang lebih menarik. Larisnya Al Qur’an terjemah per kata juga menunjukkan begitu tingginya minat serta animo masyarakat dalam mempelajari Al Qur’an.
Dunia Pun Mengakui Bangsa Ini
Sejak diadakannya ajang Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Internasional dalam 2 dekade terakhir bangsa Indonesia selalu mendominasi di puncak-puncak kemenangan mengalahkan negeri-negeri Arab. Negeri di mana para Nabi dan Rasul juga kitab-kitab kerasulan diturunkan, termasuk Al Qur’an itu sendiri.
MTQ bukan sekedar memperdengarkan bacaan yang indah, tapi juga berkompetisi dalam menyampaikan tafsir, tanpa mengurangi estetika bacaan tajwid.
Saya tak mungkin menuliskan nama-nama jawara itu di sini, terlalu banyak. Cukuplah kita mengenal Muammar Zainul Ashqin dengan sebuah gelar yang disematkan oleh bangsa Arab, “Si Leher Unta”. Nafasnya yang begitu panjang membuat lawan-lawannya minder. Pernah suatu ketika Muammar mengumandangkan surah Al Fatihah dengan keindahan yang Subhanallah. Tak berhenti di situ, ia membacanya hanya dengan satu kali tarikan nafas. Videonya bisa di simak di bawah ini:
Di dalam video tersebut nampak salah seorang lawannya yang turun dari panggung begitu mendengar kemolekan suara dan kekuatan nafas Muammar. Juga berhasil memukau para hadirin yang turut menyaksikan berlangsungnya acara tersebut.
Yang menjadi catatan di sini adalah bahwa Indonesia memiliki begitu banyak Muammar lainnya yang seakan stok itu tidak pernah habis dari masa ke masa. Era Muammar kini telah digantikan oleh nama-nama muda baru yang tak kalah saing.
Indonesia adalah negeri dengan potensi luar biasa. Berharap suatu saat negeri ini mendapatkan seorang pemimpin yang benar-benar mampu mengemban amanah dengan baik. Mengimplementasikan nilai-nilai Al Qur’an dan Islam sehingga negeri ini pun layak mengeksekusi nilai Islam dalam jangkauan rahmat bagi semesta alam.