Ternyata, menikah bukan hanya sebuah penyaluran sifat fitrah manusia, namun sangat bagus dari segi kesehatan. Sebuah penelitian menunjukkan menikah dapat memperpanjang umur seseorang hingga 17 tahun. Luar biasa kan?
“The American Journal Of Epidemiology” merilis berbagai data hasil dari 90 penelitian yang dilakukan para peneliti dari University of Louisville. Ternyata pria lajang memiliki risiko kematian 32 % lebih tinggi dibandingkan pria yang menikah. Itu artinya, mereka kemungkinan meninggal 8 – 17 tahun lebih cepat dari rata-rata pria yang sudah menikah. Penilitian juga menunjukkan bahwa wanita lajang memiliki harapan hidup sebanyak 23 %, atau 7 – 15 tahun lebih rendah dibandingkan mereka yang telah memiliki pasangan hidup.
Para lajang yang masih muda punya resiko kematian dini yang lebih tinggi lagi. Resiko kematian untuk mereka yang masih lajang dan berusia 30-39 tahun sebesar 128 % lebih tinggi dibandingkan mereka yang sudah menikah dengan kisaran umur yang sama. Di sisi lain, para lajang yang sudah berusia 70 tahun hanya memiliki resiko kematian 16 % lebih tinggi. Mungkin ini disebabkan karena mereka telah “sukses” melalui masa lajang di usia muda (baca ulasannya di http://id.berita.yahoo.com/menikah-bikin-umur-lebih-panjang.html).
Hal ini semakin menguatkan pemahaman bahwa menikah adalah jalan penyaluran fitrah kemanusiaan. Pernikahan merupakan sebuah ajaran yang sesuai dengan fitrah manusia, yang akan menghindarkan manusia dari penyimpangan. Baik penyimpangan yang disebabkan karena kecenderungan nafsu yang dibebaskan, maupun karena dikekangnya kecenderungan nafsu tanpa adanya penyaluran. Agama telah memberikan jalan keluar yang sangat manusiawi berupa pernikahan.
Ketika gejolak syahwat dibiarkan bebas untuk memilih cara penyaluran, akan berdampak kepada berkembangnya berbagai penyakit seksual menular yang telah terbukti melemahkan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Penyakit AIDS merupakan salah satu contohnya. Penyakit ini telah menjadi momok yang menakutkan di kalangan para pemuja kebebasan, pada saat yang sama menjadi ancaman bagi kekokohan dan ketahanan sosial secara lebih luas. Menyalurkan kecenderungan nafsu secara liar dan bebas, tanpa aturan dan etika moral, terbukti telah mempercepat kematian.
Namun jika kecenderungan syahwat dikekang dan dimatikan tanpa penyaluran, hal inipun membahayakan kesehatan jiwa. Fitrah manusia menjadi tidak tersalurkan, dan memunculkan desakan keinginan yang terpendam. Kecuali apabila mereka bisa menyalurkan dengan jalan iman, sehingga tetap memiliki ruang penyaluran yang bercorak spiritual.
Apabila tidak ada ruang penyaluran sama sekali, yang terjadi hanyalah ketidakseimbangan yang berdampak kepada kesehatan jiwa. Sumbatan ini bisa membuat keguncangan jiwa, karena tumpukan keinginan tanpa ada jalan penyaluran.
Hasil penelitian sosial sudah barang tentu sangat relatif, tidak bisa dijadikan sebagai acuan yang bersifat mutlak. Kita tidak dituntut untuk “beriman” dengan hasil penelitian. Namun penelitian di atas bisa memberikan gambaran dan penjelasan yang lebih rasional tentang manfaat pernikahan secara lebih akademis. Bukan hanya tinjauan agama, moral, sosial dan psikologi, namun bahkan dikuatkan dengan tinjauan ilmiah hasil dari serangkaian studi dan riset.
Maka, jika ingin berumur panjang, menikahlah wahai para bujangan. Survei telah memberikan data dan hasilnya. Tinggal kita melaksanakan sesuai ketentuan agama, dan sesuai pula dengan aturan dari negara.