Beberapa hal yang (wajib) diucapkan oleh lisan dan diyakini oleh hati dari perkara-perkara yang diwajibkan oleh agama:
Termasuk hal yang harus diimani di dalam hati dan diucapkan oleh lisan : Bahwasannya Allah adalah satu-satunya tuhan, tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain-Nya, tidak ada yang menyerupai-Nya, tidak ada yang setara dengan-Nya, tidak mempunyai anak, tidak mempunyai ayah dan ibu (orang tua), tidak mempunyai kawan, tidak mempunyai sekutu, tidak ada ujung permulaan dan penghabisan bagi-Nya, hakekat-Nya tidak dapat dicapai oleh siapapun (dari makhluk-Nya), tidak ada yang mengetahui urusan-Nya, mereka boleh memikirkan tentang ayat-ayat-Nya akan tetapi tidak boleh memikirkan tentang Dzaat-Nya.
Allah ta’ala berfirman : “Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (QS. Al-Baqarah : 255).
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal, Yang Maha Mengatur lagi Maha Kuasa, Maha Mendengar lagi Maha Melihat, dan Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Allah berada di atas ‘Arsy-Nya dengan Dzaat-Nya, dan Ia berada di semua tempat dengan ilmu-Nya.
Allah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh jiwanya, dan Ia lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.
Allah ta’ala berfirman : “Dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuudh)” (QS. Al-An’aam : 59).
Allah ta’ala ber-istiwaa’ di atas ‘Arsy, kekuasaan-Nya meliputi segala sesuatu, serta memiliki nama-nama yang indah dan sifat-sifat yang tinggi.
Sifat-sifat dan nama-nama-Nya senantiasa tinggi untuk dikatakan sifat-sifat-Nya adalah makhluk dan nama-nama-Nya adalah muhdatsah.
Allah ta’ala berbicara secara langsung kepada Muusaa dengan firman-Nya yang merupakan sifat bagi Dzat-Nya. Firman-Nya bukanlah makhluk. Allah pernah menampakkan diri kepada gunung, namun gunung tersebut hancur karena keagungan-Nya.
Al-Qur’an adalah firman Allah (Kalaamullah), bukan makhluk sehingga binasa dan bukan pula sifat makhluk sehingga sirna.
Wajib beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk, yang manis dan yang pahit. Semua itu telah ditakdirkan oleh Allah, Rabb kami. Ketentuan/takdir segala urusan ada di tangan-Nya, dan sumbernya berasal dari keputusan-Nya.
Allah mengetahui segala sesuatu sebelum sesuatu itu ada/diciptakan, lalu sesuatu itu berjalan sesuai dengan takdirnya. Tidak ada perkataan maupun perbuatan dari seorang hamba kecuali hal tersebut telah ditetapkan dan didahului oleh ilmu-Nya. Allah ta’ala berfirman: “Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?” (QS. Al-Mulk: 14).
Allah menyesatkan siapa saja yang Ia kehendaki lalu menelantarkannya dengan keadilan-Nya, serta memberikan petunjuk kepada siapa saja yang Ia kehendaki lalu memberinya taufiq dengan karunia-Nya. Setiap orang yang bahagia atau celaka akan dimudahkan sarananya dengan ilmu dan takdir yang telah mendahuluinya.
Maha Tinggi Allah, seandainya dalam kekuasaan-Nya ada sesuatu yang tidak dikehendaki-Nya, atau ada seseorang yang tidak membutuhkan-Nya. Allah menciptakan segala sesuatu. Ketahuilah, Dia adalah Rabb bagi seluruh hamba, Rabb bagi semua amal mereka, Yang menentukan semua gerakan mereka dan ajal-ajal mereka. Allah mengutus para Rasul kepada mereka untuk menegakkan hujjah atas mereka.
Kemudian Allah menutup risalah, peringatan, dan nubuwwah (kenabian) dengan Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam; menjadikannya rasul terakhir yang memberikan kabar gembira dan peringatan, orang yang menyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya, serta pelita yang menerangi seluruh alam.
Allah menurunkan kepada beliau (Muhammad) Al-Qur’an, mensyari’atkan kepada beliau dengan agama-Nya yang benar, dan memberikan petunjuk dengannya kepada jalan yang lurus.
Hari kiamat pasti datang tanpa ada keraguan padanya. (Kelak) Allah membangkitkan orang yang telah mati sebagaimana waktu pertama kali mereka diciptakan.
Allah subhaanahu wa ta’ala melipatgandakan kebaikan orang-orang mukmin, memaafkan mereka dari dosa-dosa besar melalui taubat, memberikan ampunan kepada mereka dari dosa-dosa kecil dengan menjauhi dosa-dosa besar, dan menjadikan orang-orang yang tidak bertaubat dari dosa-dosa besar yang mereka lakukan di bawah kehendak-Nya (apakah akan diberikan ampunan ataukah diadzab). Allah ta’ala berfirman : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya” (QS. An-Nisaa’ : 48, 116).
Barangsiapa yang telah dihukum oleh Allah di neraka, maka ia akan dikeluarkan darinya dengan sebab keimanannya, lalu Allah masukkan ia ke dalam surga-Nya. Allah ta’ala berfirman : “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya” (QS. Az-Zalzalah : 7).
Akan keluar dari neraka dengan syafa’at Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam para pelaku dosa besar dari kalangan umatnya.
Allah subhaanahu wa ta’ala telah menciptakan surga yang disediakan bagi para penghuninya sebagai tempat yang kekal abadi. Allah memuliakan mereka di dalamnya dengan karunia dapat melihat wajah-Nya yang mulia. Surga tersebut adalah surga yang Adam telah diturunkan darinya ke bumi dengan ilmu-Nya yang telah mendahuluinya. Dan Allah pun telah menciptakan neraka yang disediakan bagi para penghuninya sebagai tempat yang kekal abadi, yaitu bagi orang yang kufur terhadap-Nya, mengingkari ayat-ayat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan Rasul-Rasul-Nya. Allah ta’ala menjadikan mereka terhalang untuk dapat melihat-Nya.
Allah – tabaraka wa ta’ala – datang pada hari kiamat sedangkan malaikat berbaris-baris untuk memeriksa umat dan penghisaban mereka.
Lalu diletakkan timbangan-timbangan untuk menimbang amal perbuatan para hamba. Allah ta’ala berfirman: “Barangsiapa yang berat timbangan (kebaikan) nya, maka mereka itulah orang-orang yang dapat keberuntungan’ (QS. Al-Mukminuun : 102)”.
Akan didatangkan lembaran-lembaran catatan amal mereka. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).
Shiraath (titian) adalah hak/benar, dimana hamba akan melewatinya berdasarkan kadar amal-amal mereka. Orang-orang yang selamat berbeda-beda kecepatan keselamatannya dari neraka jahannam. Sebagian orang ada yang amalannya menahan mereka di dalamnya.
Beriman kepada haudl (telaga) Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang akan dimasuki oleh umatnya. Orang yang minum air darinya tidak akan pernah haus selamanya. Orang yang mengganti dan mengubah agamanya akan diusir darinya.
Iman adalah perkataan lisan, keikhlasan hati, dan amal anggota badan. Iman bertambah dengan bertambahnya amal, dan berkurang dengan berkurangnya amal. Oleh karena itu iman dapat berkurang dan dapat pula bertambah.
Tidak sempurna perkataan iman kecuali dengan amalan; tidak sempurna perkataan dan tidak pula amalan kecuali dengan niat; serta tidak sempurna perkataan, amalan, dan niat kecuali berkesesuaian dengan sunnah.
Tidak boleh seorang pun dari ahli kiblat (kaum muslimin) dikafirkan dengan sebab dosa yang mereka perbuat”.
Para syuhadaa’ (orang yang mati syahid) pada hakekatnya hidup di sisi Rabb mereka dengan diberikan rizki. Ruh orang-orang yang bahagia (di alam barzakh) tetap mendapatkan nikmat hingga hari kebangkitan, sedangkan ruh orang-orang yang celaka mendapatkan ‘adzab hingga hari kiamat.
Orang-orang beriman (mukmin) akan ditanya di kubur mereka. Allah ta’ala berfirman : “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat” (QS. Ibraahiim : 27).
Manusia selalu didampingi malaikat yang akan mencatat seluruh amal mereka. Tidak ada sesuatupun yang luput dalam perkara tersebut dari ilmu Rabb mereka.
Malaikat maut mencabut ruh dengan izin Rabbnya.
Sebaik-baik generasi adalah generasi yang pernah melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan beriman kepada beliau (yaitu para shahabat), kemudian generasi setelah mereka.
Shahabat yang paling utama adalah al-khulafaaur-raasyiduun yang mendapatkan petunjuk, yaitu : Abu Bakr, kemudian ‘Umar, kemudian ‘Utsman, kemudian ‘Ali radliyallaahu ‘anhum ajma’iin.
Tidak boleh menyebut seorang pun dari kalangan shahabat Rasul, kecuali dengan penyebutan yang baik; serta menahan diri dari perkara (perselisihan) yang terjadi di antara mereka. Mereka adalah orang yang paling berhak untuk ditiru dalam rangka mencari jalan keluar (atas satu permasalahan), dan mesti berprasangka bahwa mereka adalah sebaik-baik madzhab.
Taat kepada para imam kaum muslimin dari kalangan pemimpin (ulil-amri) dan ulama mereka, serta mengikuti as-salafush-shaalih, menelusuri atsar-atsar mereka, dan memintakan ampun (kepada Allah) untuk mereka.
Meninggalkan debat dan bantah-bantahan dalam masalah agama, dan meninggalkan seluruh bid’ah yang dibuat oleh para pelaku bid’ah.
Imam Abu Muhammad ‘Abdullah bin Abi Zaid Al-Qairawani