Maukah Anda menyimak sebuah kisah sahih tentang sikap Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa salam terhadap penghinaan atas dirinya? Simaklah hadits berikut ini.
“Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhum bahwasanya ada seorang laki-laki buta yang memiliki seorang budak perempuan. Budak perempuan itu biasa mencaci maki dan merendahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam. Sebagai tuan, laki-laki buta itu telah memperingatkan budak perempuannya untuk menghentikan perbuatan buruknya itu. Namun perempuan itu tidak mau berhenti menghina Nabi.
Pada suatu malam, budak perempuan itu kembali mencaci maki Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam. Maka laki-laki buta itu mengambil belati dan menusukkannya ke perut perempuan serta menekannya dengan kuat. Dia menekan pisau dengan kuat hingga budak perempuan itu mati, dan keluar janin dari perutnya, mengotori ranjang.
Keesokan paginya, berita pembunuhan perempuanyang hamil itu sampai pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam. Maka beliau mengumpulkan para sahabat dan bersabda di tengah para sahabatnya. ‘Aku bersumpah dengan Nama Allah, hendaknya orang yang melakukan pembunuhan itu berdiri sekarang juga!’
Laki-laki buta itu berdiri dan menghampiri Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam, dan berkata: akulah yang membunuhnya. Akulah tuannya. Dia selalu mencaci maki dan menghina Anda. Aku telah memperingatkannya, namun ia tidak mau peduli. Aku telah melarangnya, namun ia tak mau berhenti. Aku memiliki dua orang anak seperti intan permata darinya. Ia amat sayang padaku. Ketika tadi malam ia kembali mencaci maki dan menghina dirimu, maka akupun mengambil belati dan menekannya dengan kuat sampai ia tewas.
Nabi sallalahu ‘alaihi wa salam bersabda, ‘Hendaklah kalian semua menjadi saksi bahwa darah perempuan itu telah sia-sia.” (Riwayat Abu Daud no. 4361, An-Nasai no. 4070, Al-Baihaqi no.13375, sanadnya disahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Apakah makna dari ‘darahnya telah sia-sia’? Darah perempuan itu sia-sia artinya adalah darahnya tidak berharga. Dia halal dibunuh. Pembunuhnya tidak dihukum qishash (dibalas bunuh).
Mengapa hal ini terjadi?
Mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam tidak marah terhadap lelaki buta yang telah membunuh perempuan hamil tadi dan mengatakan, “Harusnya budak itu engkau biarkan saja, tidak usah kau bunuh?”
Mengapa Rasulullah shalllallahu ‘alaihi wa salam tidak menasehati lelaki buta itu dengan mengatakan, “Balaslah keburukan dengan kebaikan?”
Mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam tidak mengatakan, “Tidak usah membelaku, karena Allah telah membelaku?”
Tidak. Rasulullah tidak mengatakan demikian karena di sini Rasulullah membenarkan perbuatan si buta tadi. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak mengatakan pada lelaki buta tadi untuk melaporkan penghinaan itu padanya dulu, baru beliau yang memutuskan. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak mengatakan Islam agama rahmat, biarkan saja dia menghina. Karena sesungguhnya menghina Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berbeda dengan menghina orang biasa. Beliau bukanlah orang biasa.
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam membenarkan perilaku lelaki buta tadi bukan karena Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam lupa pada hadits-hadits tentang keutamaan sabar dan pemaaf.
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak mengatakan, “Biarkan saja menghina, hakekatnya dia sedang menunjukkan dirinya.”
Nabi tidak mengatakan, “Biarkan saja dia menghina, kemuliaanku tidak berkurang karena dihina oleh dia.”
Khusus untuk kasus penghinaan terhadap dirinya, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan tegas mengatakan bahwa darah perempuan tersebut telah sia-sia, tidak berharga. Hadits ini shahih.
Repotnya, dewasa ini banyak orang sok bijaksana. Padahal, adakah yang lebih bijaksana dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam? Apakah dengan membiarkan orang dibunuh (hanya karena menghina) Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak lagi berakhlak mulia? Kisah dalam Hadits shahih ini cukup menjelaskan sikap Rasulullah Saw atas penghinaan terhadap dirinya.
Ustadz Syarif Ja’far Baraja