Masya Allah, Allahu Akbar!
Inilah kalimat yang pantas diucapkan melihat kakek ini pagi ini. Dalam kesehariannya memulung barang-barang bekas, ditengah kelelahannya dia berhenti. Usianya yang renta, 85 tahunan bukanlah usia yang lagi pas untuk bekerja. Namun, dia menjaga kemuliaan dirinya untuk tetap bekerja tanpa berharap uluran belas kasih dari siapapun, Bahkan dari anaknya.
Di tengah dia melepas lelah, di antara kerasnya kehidupan yang tak mengampuni siapapun yang salah, di dunia yang semakin hari semakin parah, Sang Kakek mengeluarkan Al-Qur’an sakunya dan terdengarlah suaranya yang merintih. Melafalkan ayat demi ayat Al-Qur’an yang mulia ini.
Sang Kakek tak perlu kacamata walaupun mungkin dia membutuhkannya karena faktor usia. Dia membaca dengan fasih, bahkan ternilai sangat fasih.
Saya perhatikan sekali-kali sang kakek mengusap matanya, dia menangis. Dia menangis bukan karena perihnya hidup, bukan karena masa muda yang dibuang sia-sia, tapi Sang Kakek membaca Al-Qur’an sekaligus membaca terjemahannya yang berbunyi, “Barangsiapa berharap kehidupan akhirat dan perjumpaan dengan Tuhannya.”
Bagian ayat inilah yang membuat Sang Kakek pemulung ini menangis.
Apakah jasad yang hina ini bisa bertemu dengan Allah, berkumpul dengan para Nabi dan Rasul di satu surga yang sama.
Masya Allah….
Wahai anak muda…! Tidakkah kalian malu pada sang kakek ini? Tidakkah usia mudamu melakukan sesuatu dgn berharap kehidupan Akhirat dan Perjumpaan dengan Allah ta’ala semata? Allahu akbar, walillahil hamd…
Tak kuasa saya menahan airmata ini. Menangis….