Ketika membicarakan apa itu istiqamah, akan banyak sekali interpretasi yang muncul berkaitan dengan maknanya. Satu kata ini memang memiliki makna yang sangat dalam sehingga ketika ada seorang sahabat yang bertanya kepada Rasulullah. “Ya Rasulullah, ajarilah aku tentang Islam yang aku tidak akan menanyakan ini lagi kepadamu?”. Maka Rasul pun menjawab “Berislamlah, berbuat baiklah lalu istiqamah”. Karena amalan yang paling disukai oleh Allah bukan sekedar amalan yang besar semata, tapi juga amal yang dijalankan secara kontinyu dan terus mengalami peningkatan.
Saya teringat dengan sebuah kajian yang disampaikan oleh Ust. Arief Munandar beberapa tahun yang lalu di Masjid Fakultas Kehutanan UGM, beliau menjelaskan bahwa ada beberapa makna istiqamah yang bisa kita ambil hikmahnya, di antaranya adalah, Konsisten, Persisten, dan Konsekuen. Ketiga unsur makna ini adalah bentuk dari perwujudan sebuah makna keistiqamahan dalam berjuang dengan idealisme dakwah yang tinggi, yang akan tetap memperjuangkan dakwah dengan keistiqamahan idealisme hingga syahid menjadi penutup akhir hidup seorang manusia.
1. Konsisten
Idealisme tidak dibatasi oleh waktu. Ia tak hanya berumur 4 atau 5 tahun dan bersemayam di jiwa hanya ketika berada di kampus. Idealisme harus dibentuk dengan penuh pemahaman bahwa apa yang selama ini diperjuangkan dan diyakini adalah memang sebuah kebenaran. Bukan hanya sekedar taklid, mengikut tanpa tahu maksud. Idealisme tidak akan bertahan lama bila dibangun di atas fondasi pemahaman yang rapuh serta tidak ditegakkan secara konsisten. Karena hanya orang-orang beridealisme tinggilah yang mampu menghadapi berbagai gelombang ujian kehidupan. Konsisten berarti apa yang dikatakannya hari ini adalah juga merupakan perkataannya hari esok.
2. Persisten
Ketika sebuah usaha mengalami kegagalan atau menemui berbagai macam benturan kepentingan yang saling melemahkan, maka persistensi seseorang yang memiliki idealisme tinggi harus menjadi senjata ampuh untuk bisa menjadi tameng dalam menghadapi beratnya cobaan itu. Ketika terjatuh, ia harus kembali bangkit, bukan sekedar menyesali kesalahannya. Introspeksi memang penting, tapi jauh lebih penting lagi bila kita tak hanya menyesali kesalahan, akan tetapi juga mampu mencari solusi untuk bangkit dari kegagalan. Karena orang yang kuat bukan hanya yang mampu melewati terpaan ujian semata, tapi mampu kembali mendongakkan wajah saat raganya mulai tersungkur dan mampu mengepalkan kembali semangat juang dari keterjatuhan. Persisten harus dibangun dalam diri setiap mujahid-mujahid dakwah karena akan banyak sekali tenaga yang dibutuhkan dalam memperjuangkan kalimatullah dan kemenangan dakwah di muka bumi ini.
3. Konsekuen
Hal yang menjadi penting bagi seseorang yang memiliki idealisme adalah ia harus konsekuen dengan apapun yang ia perbuat. Ia harus mampu berada di garis terdepan ketika banyak orang yang mencela. Bukan sembunyi dibalik ketakutan yang menghantui. Apapun yang telah kita perjuangkan pasti ada konsekuensinya. Memperjuangkan dakwah berarti kita harus siap dengan segala macam hambatan dan musuh-musuh dakwah yang pasti akan selalu mencari celah untuk menghancurkan kita. Memperjuangkan dakwah berarti kita harus rela mengorbankan segala potensi yang kita miliki, selama itu masih bisa kita lakukan. Harta, waktu, tenaga bahkan jiwa adalah potensi-potensi itu. Dakwah ini membutuhkan orang-orang yang tetap tegar memperjuangkan dakwah sehingga ia mampu menjadi seorang pejuang yang tak kenal lelah. Karena kelelahan hanya akan membuat kita semakin terpedaya untuk meminimalisir waktu perjuangan yang ada. Kelelahan hanya akan membuat produktivitas dakwah ini menurun. Oleh karena itu sangat dibutuhkan sekali energi pembaharu semangat dakwah yang akan menjadi obat bagi kelelahan menyusuri jalan perjuangan ini.
Oleh: Jupri Supriadi, Yogyakarta