Bulan Ramadhan adalah salah satu bulan paling mulia. Dan didalamnya terdapat 10 hari terakhir dengan keistimewaan khusus. Dimulai dari malam menjelang hari 21 Ramadhan. Sampai akhir ramadhan, terkadang hanya ada 9 malam. Sepuluh malam terakhir Ramadhan sangat istimewa, di malam itu Nabi Muhammad salallahu ‘alaihi wassalam menghabiskan waktunya untuk beribadah. Diantara malam malamnya digunakan untuk beri’tiqaf mendapatkan malam lailatul qadr.
I’tikaf menurut bahasa berarti menetap pada sesuatu. Sedangkan menurut istilah syar’i i’tikaf artinya menetap di masjid dengan tata cara khusus yang disertai niat.
Dalil tentang I’tikaf Ramadhan
Para ulama bersepakat bahwa hukum i’tikaf adalah sunnah bukan wajib, kecuali jika seseorang telah bernazar pada dirinya untuk beri’tikaf karena sesuatu hal. Waktu i’tikaf afdhal nya adalah di akhir bulan ramadhan (10 hari terakhir) sebagaimana hadits yang disampaikan ummul mu’minin ‘Aisyah, ia berkata
أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
Artinya “Nabi salallahu ‘alaihi wassalam beri’tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan, hingga wafatnya kemudian istri-istri beliau pun beri’tikaf setelah kepergian beliau” HR. Bukhari 2026 dan Muslim 1172.
Nabi salallahu ‘alaihi wassalam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dengan tujuan untuk mendapatkan malam lailatul qadar, menghindar dari segala kesibukan dunia, hingga bisa berkonsentrasi penuh untuk bermunajat kepada Allah, banyak berdo’a dan berdzikir ketika itu.
I’tikaf hendaknya dilakukan di dalam masjid. Para ulama sepakat bahwa i’tikaf hanya sah jika dilakukan di dalam masjid, baik wanita maupun laki-laki. Imam Malik berpendapat bahwa i’tikaf boleh dilaksanakan di masjid manapun (asal dimasjid tersebut ditegakkan shalat lima waktu). Karena firman Allah dalam Q.S. Al Baqarah : 187
وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“….sedang kamu beri’tikaf dalam masjid..”
Imam Syafi’i menambahkan syarat, yakni masjid tersebut harus didirikan juga sholat jum’at. Tujuannya supaya ketika pelaksanaan sholat jumat orang yang beri’tikaf tidak perlu berpindah masjid.
Hal yang membatalkan i’tikaf
- Jima’ (bersetubuh) dengan istri, ini berdasaran surat Al – Baqarah ayat 187
- Keluar masjid tanpa mempunyai alasan syar’i dan tanpa adanya kebutuhan mubah yang mendesak.
Hal yang diperbolehkan dalam i’tikaf
- Istri mengunjungi suami yang beri’tikaf kemudian berdua-duaan dengannya.
- Membawa tempat tidur di masjid (kasur).
- Melakukan perkara mubah semisal mengantar orang yang mengunjunginya sampai pintu, berbicara/bercakap-cakap dengan orang lain dll
- Keluar masjid dikarenakan ada perihal yang harus dilakukan semisal keluar masjid untuk makan, minum dan perihal lain yang tidak bisa dilakukan jika di dalam masjid.
- Mandi dan berwudhu di masjid
Kapan mulai beri’tikaf?
Jika berniat beri’tikaf selama sepuluh hari terakhir bulan ramadhan, maka orang tersebut hendaknya memasuki masjid setelah subuh saat hari ke 21 bulan ramadhan dan baru keluar setelah sholat subuh pada hari ‘idul fitri menuju lapangan. Ummul mu’minin Aisyah radhiallahu anha telah menceritakan
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ ، وَإِذَا صَلَّى الْغَدَاةَ دَخَلَ مَكَانَهُ الَّذِى اعْتَكَفَ فِيهِ – قَالَ – فَاسْتَأْذَنَتْهُ عَائِشَةُ
“Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam biasa beri’tikaf pad bulan Ramadhan. Apabila selesai dari sholat shubuh beliau masuk ke dalam tempat khusus i’tikaf beliau. Dia (Yahya bin Sa’id) berkata : Kemudian ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha meminta izin untuk bisa beri’tikaf bersama beliau, maka beliau mengizinkannya”
Akan tetapi para ulama mazhab menganjurkan untuk memasuki masjid menjelang matahari tenggelam pada hari ke-20 bulan Ramadhan. Mereka berpendapat bahwa yang namanya 10 hari yang dimaksudkan adalah jumlah bilangan malam, sehingga semestinya dimulai dari awal malam.
Hendaknya ketika beri’tikaf, seseorang menyibukkan diri dengan melakukan ketaatan seperti berdo’a, dzikir, mengkaji Al-qur’an, Hadits dan bershalawat pada Nabi. Ketka beri’tikaf dimakruhkan melakukan dan menyibukkan diri dalam perkara dan perbuatan yang tidak bermanfaat.
Wallahu a’lam bis showab