Ikhwan ‘Kopi’, apakah yang tergambar ketika mendengar kata kopi? Apakah menjadi ikhwan ‘kopi’ berarti seorang ikhwan yang senang minum kopi? Ataukah seorang ikhwan yang berjualan kopi?
Mungkin, begitu banyak persepsi dari masing-masing terkait dengan kata ikhwan ‘kopi’. Namun, ikhwan ‘kopi’ yang dimaksud disini adalah seperti cerita tiga buah benda yang ada di dapur yakni wortel, telur dan kopi.
Tiga benda itulah yang akan mewakili ciri khas seorang ikhwan. Bagaimanakah rinciannya? Pertama, berbicara tentang wortel, wortel adalah sebuah benda (sayur) yang berbentuk keras tapi ketika dimasukkan ke dalam air panas maka wortel tersebut akan menjadi lunak atau bahkan lembek. Dikaitkan dengan seorang ikhwan maka jika dia menjadi ikhwan ‘wortel’ maka dilihat dari luar dia keras tetapi ketika ditimpa suatu masalah (diibaratkan sebagai air panas) maka dia akan menjadi lemah, lembek dengan adanya masalah bahkan membuat dia ‘cengeng’ tanpa memikirkan solusi yang harus dihadapi untuk memecahkan masalah tersebut. Tipe inilah yang disebut sebagai ikhwan ‘wortel’
Benda kedua, telur diperlakukan yang sama seperti wortel dimasukkan ke dalam air yang panas maka dia akan mengapung dan mengeras. Padahal awalnya telur tidak keras akibat air panas sehingga telur menjadi keras. Ikhwan ‘telur’ pada awalnya lemah tetapi setelah diberikan masalah maka dia akan menjadi keras terhadap masalah yang menimpa dirinya. Karena masalah tersebut dia akan menyalahkan orang-orang disekitarnya bahkan dia juga menyalahkan Tuhan yang telah menciptakannya. Akibat masalah dia menjadi pribadi yang keras terhadap masalah.
Benda ketiga, kopi. Inilah yang diharapkan untuk dijadikan sebagai ikhwan ‘kopi’ yakni kopi yang pada saat dimasukkan ke dalam air panas akan tercium harum dan akan membuat orang-orang disekitarnya merasakan kenyamanan dengan aroma yang dikeluarkan oleh kopi tersebut.
Ikhwan ‘kopi’ adalah ketika seorang ikhwan ditimpa masalah dia akan menghadapinya dengan ketabahan serta senyuman sehingga membuat orang-orang merasakan kedamaian berada disekitarnya. Dia tidak berlama-lama terfokus pada masalah yang menimpa dirinya. Namun, dia fokus pada solusi yang mampu menyelesaikan masalah yang terjadi.
Mengapa dikaitkan dengan ikhwan? Sejatinya sikap itu tidak hanya milik ikhwan, akhwat mun seharusnya dalam menyikapi berbagai masalah harus menjadi akhwat ‘kopi’. Tetapi, pembahasan kali ini berhubungan langsung dengan masa depan untuk menyempurnakan setengah iman. Apakah itu? Pernikahan.
Dalam sebuah pernikahan tidak semua ikhwan yang mengajukan khitbah (lamaran) kepada seorang akhwat langsung diterima. Terkadang harus banyak menemui halang rintang dalam tujuan beribadah tersebut, salah satunya adalah penolakan khitbah.
Bagaimanakah sikap seorang ikhwan ketika harus mengalami kepahitan dalam mengkhitbah salah seorang akhwat? Kisah sederhana di atas cukup menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh seorang ikhwan ketika menghadapi masalah dalam hal pengkhitbahan. Tipe manakah yang akan dipilih?
Apakah tipe pertama? Ikhwan ‘wortel’. Awalnya kelihatan kuat. Namun, setelah ditolak lamarannya dia putus asa sehingga tak mau lagi untuk melamar akhwat lainnya.
Ataukah tipe kedua? Ikhwan ‘telur’. Ketika lamarannya ditolak. Dia menyalahkan dirinya sendiri dengan sikap kerasnya dan mengutuk orang-orang disekitarnya bahkan dia mengatakan bahwa Tuhan itu tidak adil. Sungguh, terlalu keras sikap ini jika diterapkan diberbagai masalah.
Tipe ketiga? Ikhwan ‘kopi’. Sikap inilah yang harus ditanamkan oleh setiap ikhwan ketika berita ‘buruk’ harus jatuh ke dalam hatinya. Dia akan tetap tabah, tersenyum dengan jawaban yang diberikan oleh akhwat yang dia lamar. Dia tetap berpikir positif dan berbaik sangka kepada-Nya. Sebab dia yakin bahwa ini semua melibatkan-Nya dan Dia-lah yang Mahatahu yang terbaik untuk hamba-hamba-Nya.
Seorang pahlawan di dalam film-film pasti akan menang tapi dia menang pada akhir cerita. Dialah sejatinya sang hero. Begitu pula dengan seorang ikhwan yang merasa ‘kalah’ hanya ditolak satu, dua, atau tiga kali. Jika terus dicoba, dicoba serta diiringi perbaikan diri dan akhlaq maka suatu saat kelak lamaran dia yang ke sekian lebih dari sepuluh mungkin pasti akan diterima.
Setiap orang memiliki jatah episode film masing-masing. Jikalau episodenya pendek maka filmnya akan cepat habis tanpa berlarut-larut sebaliknya jika episodenya panjang maka dia harus melalui episode-episode selanjutnya hingga ending.
Namun, yakinlah semua film pasti ada endingnya. Pada akhirnya semua lamaran pun pasti ada yang akan diterima. Jika ada orang yang melamar dan langsung diterima maka dia memiliki episode film yang singkat. Ada pula yang harus menempuh dua, tiga hingga empat kali lamaran dahulu baru diterima. Atau bahkan yang harus melalui puluhan lamaran yang ditolak hingga lamaran yang kedua belas baru diterima, berarti dia memiliki episode film yang relatif agak lama. Setiap orang memiliki jatahnya masing-masing. Jikalau memang harus lamaran keduabelas baru diterima. Tapi, dia sudah memulai lamaran yang pertama, ditolak maka sebelas tahap lagi harus dia lalui. Selanjutnya ditolak, ditolak, ditolak. Dia tetap terus mencoba hingga pada akhirnya dia pun diterima.
Tiga hal yang dirahasiakan dari manusia. Padahal sebelum dilahirkan ke dunia. Sang manusia sudah berkata ‘iya’ tentang ketentuan tiga hal tersebut. Namun, ketika terlahir dia tak mampu kembali mengingat perjanjian apakah yang sudah dia lewati bersama Sang Kholiq ketika berada di alam rahim?
“Rezeki, jodoh dan maut”
Tiga perkata itulah yang masih menjadi misteri bagi setiap orang. Tapi, setiap orang sudah memiliki jatahnya masing-masing. Tidak akan pernah tertukar ataupun kurang takarannya sesuai dengan kuasa-Nya atas kesepakatan yang dahulu pernah disepakati.
“Semua orang memiliki jatah kegagalan dalam berbagai hal. Habiskanlah jatah kegagalan itu agar kelak keberhasilan mendekati i, jika sudah tidak ada kegagalan maka keberhasilan akan menghampiri”