Jangan Hidup Sebagai Bujangan

Terjadi dialog antara Rasulullah dengan ‘Ukaf bin Wada’ah Al Hilali:

“Apakah engkau telah beristri hai ‘Ukaf?”

“Belum, ya Rasulullah.”

“Bukankah engkau memiliki budak perempuan?”

“Tidak, ya Rasulullah”

“Bukankah engkau pemuda sehat dan mampu, hai ‘Ukaf?”

“Benar, ya Rasulullah.”

“Kalau demikian engkau termasuk teman syaitan. Atau engkau termasuk golongan mereka. Atau mungkin engkau termasuk golongan kami, maka hendaklah engkau berbuat seperti yang kami lakukan. Karena sunnah kami adalah beristri. Orang yang paling buruk diantara kami adalah orang yang membujang. Dan yang paling hina diantara kami adalah para bujangan…”

Membujang adalah menjauhkan diri dari perempuan. Lalu apakah Islam membolehkannya? Tentu saja membujang itu dilarang dalam Islam. Kisah ‘Ukaf itu menjelaskan bahwa membujang adalah perbuatan hina.

Bahaya membujang itu sangat banyak. Disebutkan pula membujang bukan golongan kaum Nabi Muhammmad. Lalu, mau masuk golongan apa orang-orang yang keukeuh membujang?

Orang yang membujang dalam menjalankan ibadahnya juga akan mengalami ketidakkhusyukan dan ketentraman. Kok bisa? Orang yang membujang akan rentan dengan pikiran-pikiran negatif. Inilah yang menyebabkan ketidak-khusyukan. Pikiran melayang-layang karena berangan-angan, mata yang mencuri pandang hingga ingin selalu melihat, hati yang merindu, telinga yang selalu ingin mendengar suaranya, dan lain sebagainya.

Sebuah hadits menyatakan “Telah tertulis atas anak Adam nasibnya dari zina. Akan bertemu dalam hidupnya, tidak bisa tidak. Maka kedua mata zinanya adalah memandang. Kedua telinga zinanya berupa menyimakdengarkan. Lisan zinanya berkata. Tangan zinanya menyentuh. Kaki zinanya berjalan. Dan hati zinanya adalah ingin dan angan-anagan (merindu). Maka akan dibenarkan hal ini oleh kemaluan/didustakannya.” (HR Muslim dari Abu Hurairah)

Zina seluruh bagian tubuh bagi orang bujang itu lebih besar kesempatannya daripada orang yang sudah menikah.

Amalan ibadah bujangan pun ternyata lebih kecil dari orang yang sudah menikah. Dikatakan bahwa, “Shalat dua rakaat yang didirikan oleh orang menikah lebih baik daripada shalat malam dan berpuasa pada siang harinya yang dilakukan seorang lelaki bujangan.” Ini berarti amalan bujangan belum bisa setingkat amalannya dengan orang yang telah menikah.

Lalu harus bagaimana?

Tentu saja kita harus mematuhi perintah Allah sesuai dengan surat An-Nur ayat 32,”Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang patut (kawin) dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, maka Allah akan memampukannya dengan karuniaNya. Dan Allah Mahaluas (PemberianNya) lagi Mahamengetahui.”

Hal ini diperkuat dengan hadits riwayat Thabarani dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,”Tiga orang yang akan selalu diberi pertolongan oleh Allah adalah seorang mujtahid yang selalu memperjuangkan agama Allah Subhanahu wa Ta’ala; seorang penulis yang selalu member penawar dan seseorang yang menikah untuk menjaga kehormatannya.”

Semoga kita termasuk golongan Rasulullah dengan mematuhi perintah Allah dan mengikuti sunah Rasulullah.