Kehidupan adalah sebuah proses yang rumit, sukar ditebak dan penuh teka-teki. Ada waktunya, seorang manusia hidup di atas. Bergemilang sukses, kejayaan dan merasakan puncak keindahan dalam menikmati hidup. Kadang sebaliknya, seorang muslim hidup dalam kesusahan, miskin dan serba kekurangan.
Semua itu, sadar atau tidak sudah menjadi bagian rahasia Allah. Al Qur’an sudah mengatakan, takdir seseorang tergantung bagaimana orang itu mau mengubahnya. Ini pertanda, kita (manusia) adalah perencana atas takdir kehidupan. Urusan tercapai atau tidak, biarlah Allah yang mengatur. Sebab takdir kehidupan manusia sudah direkayasa sangat baik oleh Sang Rabbul izzati.
Untuk itu, seorang muslim dituntut optimistis menjalani laku kehidupan. Berusaha menikmati segala ujian sebagai bagian tarbiyah Allah SWT. Sebab ada kalanya, ujian itu dapat berbentuk kesenangan dan kesulitan. Maka, jangan pernah berfikir ketika diberikan kesenangan kita terus menerus bahagia. Ingatlah, setiap kesenangan itu ada hak orang lain yang harus ditunaikan. Dalam setiap kesulitan, jangan pernah bersedih. Percayalah, roda kehidupan akan berputar dimana tidak selamanya terus menerus miskin. Ikhtiar dan berdo’a, itu kunci menikmati segala bentuk ujian Allah SWT ini.
Ada baiknya, seorang muslim meneladani Rasulullah SAW. Sejak kecil beliau sudah harus ditinggal kedua orang tua. Hidup dalam asuhan paman, beliau mulai matang dan dewasa. Aktivitas belajar menggembala domba, berdagang dan ikut perang membentuk jiwa kepemimpinannya. Indah sekali rekayasa Sang Pencipta membentuk kepribadian Rasul akhir zaman ini.
Tidak heran, ketika akhirnya menikah beliau berhasil mengamalkan prinsip “Letakkan dunia di tanganmu, jangan di hatimu”. Sebab itu, meski memiliki seorang pendamping hidup kaya raya. Beliau tidak sombong dan mau bergaul dengan kalangan miskin. Kekayaan tak membuat dirinya bangga. Tapi kekayaan membuatnya lebih mengerti bagaimana indahnya berbagi.
Ketika akhirnya menjalani kehidupan sulit, Rasulullah SAW tak pernah mengeluh. Penolakan dakwah, pengusiran oleh kaum Quraisy dan berbagai ujian dilewatinya. Bahkan dalam sebuah peperangan, beliau menahan lapar dengan mengganjal perut dengan batu. Bersama kaum muslimin, Rasulullah SAW juga pernah mengalami masa sulit ketika diserbu pasukan perang Ahzab. Pengkhianatan kelompok Yahudi yang menikam dari belakang pernah pula dialaminya.
Apa arti itu semua? Tidak lain semua peristiwa itu adalah skenario Allah agar keteladanan itu dapat dinikmati generasi sekarang. Sosok teladan yang dikenang tidak sebatas politik pencitraan, tapi keteladanan merakyat dan dapat dinikmati masyarakat. Seorang pemimpin yang tidak menyuruh pasukannya maju perang saja. Tapi bersama rakyat, terjun ke medan perang melawan musuh-musuh Islam. Manusia yang miskin bukan karena kekurangan harta, tapi berdasarkan pilihan hidup. Sungguh, keagungan Rasulullah SAW mengajak umatnya “ Jangan bersedih saudaraku. Berdoalah dan ikhtiar. Allah bersama kita”
Oleh: Inggar Saputra, Jakarta
Pengurus Pusat Pemuda Persatuan Umat Islam (PP Pemuda PUI)