Duduk bersandar pada tiang terdepan masjid adalah hal yang rutin Ia lakukan tiap Hari Jum’at. Datang paling awal sebelum khotib berdiri diatas mimbar. Dari penampilan fisik dan rambut putih yang mulai banyak menghiasi kepalanya laki-laki itu berusia sekitar enam puluh tahunan. Ia adalah seseorang yang tidak pernah terlambat untuk menghadiri ibadah sholat jum’at di salah satu masjid jami’ di daerah Pondok Aren, Tangerang Selatan. Satu hal yang membuat ia luar biasa adalah ia melakukan hal yang sedemikian itu dengan kondisi fisik yang kurang sempurna. Salah satu kakinya telah di amputasi.
Dipelosok belahan sudut bumi lainnya, di sebuah desa kecil di daerah Yogyakarta, nampak seorang lelaki tua berusia enam puluh lima tahunan yang selalu nampak menyusuri sebuah gang saat waktu-waktu sholat telah tiba. Lelaki itu selalu nampak berada di jajaran shaf pertama tiap Solat jamaah dilaksanakan di masjid Kampungnya. Perjalanan dari rumahnya menuju masjid harus melewati beberapa gang kecil dan sebuah jalan Raya. Sebuah tongkat besi selalu menemaninya kemanapun ia pergi karena dengan tongkat itu ia dapat terhindar dari lubang atau genangan air yang mungkin ada didepannya. Iapun sudah tidak bisa menikmati indahnya pelangi dan cantiknya pemandangan Alam yang telah terhampar di Bumi ini. Allah SWT telah mengujinya dengan mengambil nikmat penglihatannya. Tapi satu hal yang pasti ia selalu menhadiri Sholat jamaah walaupun dengan keadaan yang sedemikian.
Dua orang di atas adalah orang-orang yang secara fisik tidaklah sempurna, namun perjuangan untuk melaksanakn perintah-perintah Allah SWT sungguh patut kita berikan apresiasi setinggi-tingginya. Di Zaman Rasulullah SAW pun terdapat pribadi-pribadi yang demikian. Seorang sahabat yang bahkan sampai hari kiamat namanya akan terekam dalam sejarah. Sahabat yang karenanya Allah SWT telah menegur Rasulullah SAW dengan turunnya surat ‘abasa. Ia adalah sosok yang penuh semangat dalam memenuhi seruan-seruan Allah dan RasulNya. Ia adalah Abdullah Bin Umi maktum, seorang tua yang tiada bisa melihat, namun selalu semangat dalam beribadah.
Pribadi-pribadi diatas adalah sosok-sosok yang patut di teladani dalam kehidupan ini. Mereka, dengan segala keterbatasannya selalu berusaha untuk menampilkan amalan terbaiknya untuk Allah SWT. Usia merekapun tidak lagi bisa dikatakan muda, kekuatan yang mereka miliki pun tidak sekuat saat mereka masih muda, Namun lagi-lagi mereka tidak menyerah dengan keadaan ini. Mari melihat kedalam diri, koreksi diri kita masing-masing. Dari segi usia dan dari segi fisik. Mungkin kita masih muda, secara fisik pun kita sempurna dan masih kuat, tapi apakah kita selalu ada di Shaf pertama saat waktu-waktu sholat telah tiba. Apakah setiap Jum’at tiba, kita selalu datang sebelum khotib naik ke mimbar. Apakah kita telah bersungguh-sungguh dan bersemagat dalam melaksanakan ibadah-ibadah kepada Allah.
Adakah sosok yang muda secara usia namun memiliki semangat yang luar biasa dalam menyambut setiap panggilan dan perintah Allah. Adakah pemuda yang sampai menangis karena tidak bisa ikut sholat jamaah di masjidnya. Adakah pemuda yang rela berlari demi menghadiri taman-taman surga, majelis ilmu. Pemuda yang telah dekat dengan Allah. Pemuda yang selalu rindu dengan masjid. Kalaulah pemuda seperti itu tidak ada di sekitar kita, maka azamkan dalam diri ini, bahwa Sayalah pemuda itu. Lihatlah orang-orang tua di atas, mereka dengan segala kekterbatasannya mampu menyambut seruan Allah dengan sambutan terbaik. Maka sebagai seorang pemuda, kita harus bisa lebih baik dari mereka.
Fisik sempurna dan kekuatan pun masih maksimal, maka sebuah kerugian yang amatlah besar jika kita tidak memanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Saudaraku, selagi waktu masih ada, kesempatan masih terbuka lebar, maka upayakan yang terbaik untuk Allah SWT. Apakah kita tidak malu dengan orang-orang yang secara usia jauh lebih tua dan jauh lebih lemah dari kita. Maka saudaraku dengan tulisan yang sangat sederhana ini semoga kita bisa lebih bersemangat dalam menyambut panggilan-panggilan Allah.