Sudah menjadi pengetahuan umum dan menjadi masalah klasik ilmu ekonomi, bahwa ilmu ekonomi mikro dan makro dipisahkan oleh jurang teori dan logika. Dan jurang itu hingga kini belum dapat dijembatani oleh sebuah transmisi model ekonomi yang selama ini menjadi kekuatan pembelajaran pada masing-masing ilmu ekonomi tersebut. Sepintas akan terlihat bahwa basis analisis makro dan mikro ekonomi begitu berbeda. Meskipun banyak pakar akan memaksakan kesan saling melengkapi diantara keduanya, tetapi keduanya akan berbeda dalam memandang masalah ekonomi dan lucunya secara umum keduanya seakan-akan memiliki tujuan yang berbeda. Masa sih?
Mikro ekonomi dominan bicara tentang prilaku individual yang berorientasi pada pemaksimalan kepuasan dan keuntungan, dari prilaku ekonomi (konsumen dan produsen) sampai prilaku pasar (deman dan supply). Sementara pada makro ekonomi akan banyak bicara tentang dinamika ekonomi negara dengan orientasi pembangunan (pendapatan nasional), kesejahteraan (tingkat kesempatan kerja termasuk pemerataan) dan kestabilan sistem (tingkat harga dan laju inflasi. Namun dilihat dari dua pembahasan yang ada di mikro dan makro dengan kaca mata lebih dalam, akan terlihat ketidaksinkronan orientasi keduanya. Betul secara besaran variabel instrumen mikro dan makro terlihat berjenjang dan korelatif, tetapi jika dianalisis orientasi instrumen tadi akan terlihat tidak ada korelasinya, bahkan cenderung paradoksial.
Ketika instrumen makro bicara tentang upaya mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan pencapaian stabilitas ekonomi dengan basis analisis makro (kolektif), mikro ternyata bicara tentang kepentingan individual dalam pemaksimalan kepuasan dan keuntungan yang relatif tidak peduli dengan pencapaian kolektif tadi. Dinamika makro ekonomi tentu akan menjadi lancar dan optimal ketika langkah-langkah kolektif berjalan sesuai dengan visi dan orientasi mikro ekonomi. Namun realitanya akan sulit dicapai jika melihat nature ilmu mikro ekonomi, yang visi dan orientasinya lebih bersifat individualistik. Contoh sederhana, bagaimana men-sinkronkan teori utility mikro ekonomi dengan misi wealth and income distribution-nya makro ekonomi?
Yang juga menarik, meski banyak membahas prilaku individual (baik perseorangan maupun unit bisnis), pada himpunan ilmu mikro tidak akan ditemukan pembahasan filosofi prilaku ekonomi seperti nilai-nilai hidup yang diyakini mampu mempengaruhi tingkat preferensi ekonomi, misalnya nilai akhlak dan moral atau nilai agama dan keyakinan. Pembahasan prilaku individu terkesan betul-betul bersandar pada human nature (fitrah) manusia, tanpa memperhitungkan faktor-faktor yang dapat men-shape human nature, seperti agama dengan nilai-nilai akhlak dan moralnya.
Boleh jadi disinilah letak jurang antara mikro dan makro ekonomi. Sekaligus, disinilah pula letak jembatan yang sepatutnya ada atau dibangun agar mikro dan makro menjadi satu teori yang tidak bisa dipisahkan atau bahkan sampai berkorelasi paradok secara orientasi. Nah, inti dari tulisan ini adalah sekedar ingin menawarkan bahwa dalam perspektif ekonomi Islam, jurang itu tidak ada, atau mungkin dapat secara moderat saya katakan ada jembatan antara mikro dan makro ekonomi, yaitu nilai Islam itu sendiri. Islam memiliki akidah dan akhlak yang lengkap untuk menjadi nilai bagi prilaku ekonomi pada ranah mikro ekonomi dan nilai-nilai itu harmonis dengan guidance syariah pada ranah makro ekonominya. Islam baik mikro dan makro menuntun ekonomi untuk konsisten dengan nilai dan parameter ekonomi yang bersifat kolektif. Kepentingan kolektif mendominasi aktifitas mikro maupun makro. Secara sederhana, instrumen yang melekatkan itu misalnya zakat, dimana zakat pada satu sisi mempengaruhi prilaku individual maupun pasar di level mikro dan mempengaruhi konstelasi ekonomi negara pada level makro.