Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah. Dalam kesempatan kali ini penulis akan menjelaskan sebuah bahasan mengenai junub atau janabah. Mungkin sebagian dari kita ada yang belum tahu apa itu junub dan bagaimana cara mensucikannya. Untuk itu itu mari simak dengan seksama penjelasannya supaya ilmu ini masuk kedalam hati kita.
Junub atau janabah secara bahasa diambil dari bahasa Arab yakni dari kata “junubin” yang artinya “jauh”. Sedangkan menurut istilah junub adalah terjauhkan seorang muslim dari ibadah-ibadah tertentu karena sebab yaitu keadaannya sedang junub.
Kata “junub” sendiri digunakan secara umum, baik itu untuk muannats, mufrad, mudzakkar ataupun jamak.
Pada bab junub atau janabah ini, hadits pertama yang dibawakan oleh Syaikh Abdul Ghani Al-Maqdisi adalah hadits shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلي الله عليه و سلم لقيه في بعض طرق المدينة و هو جنب، قال: فانخنست منه فذهبت فاغتسلت ثم جئت. فقال: أين كنت يا أبا هريرة؟ قال: كنت جنبا فكرهت أن أجالسك و أنا علي غير طهارة. فقال: سبحان الله إن المسلم -و في رواية: المئمن- لا ينجس.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu; dia menuturkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu dengannya di salah satu jalan kota Madinah. Ketika itu dia dalam keadaan junub. Abu Hurairah mengatakan, “Aku menghindar dari beliau dan pergi untuk mandi. Lalu aku menemui beliau.” Kemudian Nabi bersabda,”Dimanakah kamu tadi wahai Abu Hurairah?” Abu Hurairah mengatakan, “Aku tadi sedang junub, karena itu aku tidak suka duduk-duduk denganmu sementara aku dalam keadaan tidak suci.” Lalu Nabi bersabda, “Mahasuci Allah! Sesungguhnya orang muslim – dalam riwayat lain: mukmin – tidaklah najis.”
Dari hadits di atas, terdapat beberapa faedah-faedah yang dapat kita ambil, diantaranya:
1. Faedah Adab Ketika Junub
Ketika kita melihat beberapa kaum muslimin yang melakukan suatu perbuatan yang aneh ataupun suatu kesalahan, kita tidak dianjurkan untuk langsung mencelanya. Akan tetapi sikap yang benar adalah kita haru s ber-tabayyun atau konfirmasi dan bertanya langsung terlebih dahulu pada yang bersangkutan tersebut; mengapa dia melakukan perbuatan tersebut.
Sebagaimana Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang pada waktu itu pergi tanpa izin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu setelah itu beliau Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ber-tabayyun (bertanya langsung kepada Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu): mengapa ia bersikap seperti itu.
Ternyata, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu diam-diam pergi tanpa izin semata karena dia sangat menghormati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sampai-sampai ia malu untuk duduk bersama beliau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan junub. Hal ini merupakan ihtiram (sikap pengagungan yang sangat tinggi).
Inilah adab-adab dari para shahabat. Mereka sangat menghormati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sampai-sampai mereka malu, enggan untuk bertemu ataupun duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika masih dalam keadaan junub atau tidak suci.
2. Bolehnya Seorang Muslim Menunda Mandi Junub
Dalam hadist di atas terlihat bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkari perbuatan Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu yang mana Abu hurairah menunda mandi junubnya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengingkari perbuatan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang pergi tanpa seizinnya, padahal dia sudah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
3. Seorang Muslim Yang Terkena Hadats Tidaklah Najis, Ia Tidak Terhalang Untuk Bergaul Dengan Muslim Yang Lain
Adapun perkataan bahwa “orang-orang musyrik itu najis” maka yang dimaksud tersebut adalah aqidahnya yang najis, bukan badannya, demikianlah menurut pendapat yang kuat. Allahu a’lam.
Demikianlah penjelasan singkat mengenai pengertian junub serta faedah-faedahnya yang bisa kita ambil sebagai pelajaran. Wallahu a’lam mudah-mudahan artikel ini bermanfaat. Terimakasih.