Dari banyaknya alasan yang saya dapati ketika seorang Muslim itu tidak berpuasa di bulan Ramadhan, salah satunya ialah “JUNUB” di pagi hari. Karena dia merasa bahwa syarat puasa itu harus suci dari hadats besar, akhirnya ini menjadikannya untuk tidak berpuasa pagi harinya. Padahal ini keliru.
Orang yang bangun di pagi hari Ramadhan, entah apakah bangunnya itu sebelum waktu fajar atau setelah waktu fajar, dan ia dalam keadaan junub, berhadats besar, entah itu karena mimpi atau juga karena berhubungan suami-istri. Yang demikian ini tidak membatalkan kewajibannya untuk berpuasa berdasarkan ijma’ (konsensus) ulama sejagad raya ini. (An Nawawi, Al Majmu’ 6/308)
Jadi “junub” bukanlah alasan untuk tidak berpuasa. Dan puasanya sah, tak perlu diganti di hari lain jika ia berpuasa dengan memulai pagi dalam keadaan JUNUB. Tentu ia harus mandi “besar” atau mandi wajib jika ingin melaksanakan shalat Shubuh, karena syarat sah shalat ialah suci dari hadats besar. Dan itu bukan syarat sah dari puasa.
Dalil
Ini didasarkan oleh beberapa hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, di antaranya hadits dari ‘Aisyah yang menyebutkan bahwa seorang laki-laki pernah datang suatu hari kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk meminta jawaban atas pertanyaanya. Ia berkata: “Wahai Rasul, waktu shalat subuh datang, tapi aku dalam keadaan Junub. Apakah aku masih bisa berpuasa?” Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Begitu juga aku! Waktu subuh datang dan aku dalam keadaan Junub, dan akupun berpuasa!” (HR Muslim dan Ahmad)
Kemudian hadits yang juga dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, beliau berkata: “Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bangun pada Ramadhan dalam keadaan Junub karena Jima’, kemudian beliau mandi dan berpuasa.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dan beberapa hadits yang bermkna senada dengan hadits diatas masih banyak sekali.
Hadits Larangan Puasa Telah Dihapus (Mansukh)
Adapun hadits yang menyebutkan larangan untuk berpuasa bagi yang dalam keadaan junub, seperti yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairoh Radhiyallahu ‘Anhu: “Barang siapa yang bangun (pagi) dalam keadaan Junub, maka ia tidak boleh berpuasa.” (HR Bukhari dan Muslim)
Jumhur (mayoritas) ulama mengatakan bahwa hadits ini telah dihapus (mansukh) hukumnya. Jadi hukum yang terkandung dalam hadits ini telah dihapus. Sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi dalam Al-Majmu’, begitu juga Imam Ash-Shan’ani dalam Subulus-Salam.
Imam Al-Baihaqi mengatakan: “Hadits ini telah di-mansukh, sebagaimana yang telah kami riwayatkan dari Abu Bakr bin Al-Mundzir. Karena Jima’ pada masa awal-awal Islam itu dilarang dan haram dilakukan pada malam-malam Ramadhan.
Dan ketika Allah menurunkan ayat yang membolehkan untuk Jima’ di malam-malam ramadhan, maka hadits ini telah di hapus dan boleh bagi yang dalam keadaan junub (sebelum fajar) untuk berpuasa.
Adapun yang hadits larangan tersebut, Abu Hurairah mendengarnya dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu akan tetapi ia tidak mengetahui bahwa hadits itu telah di hapus, sampai ia mendengar hadits dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha yang membolehkan.” (Sunan Al Baihaqi Al Kubra 4/205)
Wallahu A’lam