Ia hanyalah seorang anak perempuan yang berumur sepuluh tahun. Tubuhnya kurus dan kulitnya hitam. Sejak dua tahun yang lalu ia berhenti mengenyam bangku pendidikan untuk mengurus ketiga adiknya. Ibunya meninggal sesaat setelah melahirkan adiknya yang ketiga. Sebulan setelah kepergian ibunya, ayahnya mempersunting seorang perempuan yang otomatis menjadi ibu tirinya. Karena sayangnya Sang Ayah kepada istri barunya, maka anak kecil itu ditinggalkan bersama dua orang kakaknya yang masih remaja. Kartini kecil, begitu kami biasa memanggilnya. Setelah kepergian Sang Ibu dan di tinggalkan Sang Ayah, Kartini kecil harus menggantikan peran ibunya untuk merawat dan mengurusi adik-adiknya. Dua tahun sejak kepergian ibunya, Kartini kecil di tinggal pula oleh kedua kakaknya untuk menikah. Maka mulai saat itu Kartini kecil harus mengurus dan membesarkan ketiga adiknya seorang diri.
Beberapa tetangga dan saudara yang berada di sekitar rumahnya memang sering membantu untuk memenuhi kebutuhan mereka, namun kartini kecil memiliki rasa malu yang besar dan ia bertekad tidak ingin menjadi beban bagi orang lain. Untuk anak seusianya memang terlihat tidak wajar memiliki sikap seperti itu, yang pasti seorang anak kecil dapat menjadi lebih dewasa dalam kondisi tertentu. Kartini kecil ini salah satu contohnya. Pada awal-awal ia di tinggal kedua orang kakaknya, Kartini kecil berusaha mendapatkan uang dengan cara membantu salah seorang tetangga di dekat rumahnya. Sebelum padi atau gabah di giling menjadi beras, gabah tersebut harus di keringkan melalui proses penjemuran di tempat yang lapang. Namun saat padi tersebut di jemur biasanya ada ayam atau burung yang memakan padi tersebut, dan tugas Kartini kecil adalah untuk menjaga padi tersebut agar tidak di makan oleh ayam dan burung. Sebagai upahnya sang pemilik padi akan memberikan satu Liter beras tiap padi tersebut digiling.
Suatu ketika saat ia sedang menunaikan kewajibannya untuk menjaga padi, ia melihat seorang nenek yang sedang mencari dan mengumpulkan siput, ya siput. Penasaran dengan yang dilakukan nenek itu, kartini kecilpun bertanya kepada nenek itu, “Mbah kagem nopo Simbah ngempalaken bekicot niku?” (Nek, untuk apa Nenek mengumpulkan siput yang berlendir itu?). Si nenek mengatakan bahwa ia mengumpukan siput itu untuk ia makan karena ia tidak memiliki beras untuk di masak, dan ia pun tidak memiliki uang. Mendengar jawaban itu, Kartini kecil segera pulang kerumahnya untuk mengambil satu plastik beras yang ia simpan dirumahnya. Pada saat ia kartini kecil menyerahkan beras itu kepada nenek tadi, sang pemilik padi melihat apa yang kartini kecil lakukan. Setelah nenek itu meninggalkan kartini kecil, pemilik padi memanggil kartini dan menuduhnya telah mencuri beras di gudangnya. Ia sudah berusaha untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi namun pemilik padi tadi tidak mau mempercayainya. Pada hari itu ia tidak mendapatkan beras sedikitpun dan mulai saat itu pula si pemilik padi tidak mempekerjakan kartini kecil.
Ia hanya pasrah dan menerimanya dengan hati yang berat. Sesampainya di rumah ia baru tersadar kalau beras yang ada di rumahnya tinggal sedikit. Terlalu sedikit hingga ia harus memasak nasi tersebut menjadi bubur agar dapat dimakan bersama ketiga adiknya. Di luar perkiraannya setelah bubur tersebut masak, bubur tersebut sudah habis untuk makan ketiga adiknya, walaupun demikian ia sudah sangat bersyukur karena adik-adiknya tidak kelaparan seperti dirinya. Hari itu ia tidak makan sesuap nasi pun. Pada hari berikutnya, adik-adiknya sudah merengek dan menangis karena tidak tahan lagi menahan rasa laparnya. Untuk sementara hari itu ia dan adik-adiknya makan dengan singkong rebus sebagai pengganjal rasa laparnya. Ia mulai bingung dengan keadaan ini. Ia sangat bisa menahan rasa laparnya, namun ia sangat tidak tahan melihat adik-adiknya harus menangis karena kelaparan. Meminta adalah hal yang tabu baginya, karenanya ia pergi ke kebun peninggalan ibunya untuk mencari sesuatu yang mungkin bisa di makan selain singkong.
Ketika gelap sudah sangat pekat sungguh pagi sudah dekat, mungkin kalimat ini bisa menggambarkan kondisi saat itu. Saat dimana ia berada dalam kondisi kepayahan dan tiada sesuatu untuk dimakan, ia melihat pohon pisang. Walaupun belum berbuah tapi ia menemukan hal lain. Daun pisang. Saat itu Kartini kecil berpikir mengapa ia tidak menjual daun pisang itu untuk kemudian di belikan beras. Seketika itu pula ia ambil daun-daun pisang di kebun peninggalan ibunya dan ia jual ke pasar. Ternyata dari hasil penjualan daun pisang tersebut ia tidak hanya bisa membeli beras tapi juga membelikan susu untuk adiknya yang paling kecil. Mulai saat itu pula ia menemukan cara yang lebih baik untuk mendapatkan uang. Dengan berjualan, ia dapat mengatur waktunya sendiri dan yang jelas ia tidak lagi menjadi buruh dan di perlakukan tidak adil sebagaimana sebelumnya.
Dari berjualan, mulai dari daun pisang hingga gorengan dan berkat kegigihannya Kartini mampu menhidupi dirinya dan ketiga adiknya, bahkan semua adik-adiknya dapat mengenyam pendidikan hingga bangku Sekolah Menengah Atas. Walaupun sampai saat ini Kartini tetap tidak bisa membaca dan menulis sebgaimana adik-adiknya, Ia sangat bersyukur akan apa yang telah ia capai. Ia masih menjalankan usahanya sebagai pedagang hingga saat ini, dan Allah membalas kebaikan-kebaikan yang telah dilakukan, tidak hanya dari segi materi tapi yang lebih berharga dari itu. Allah SWT telah mengaruniai kartini dengan anak-anak yang sholih. Anak-anak yang selalu mendoakannya. Dan itulah balasan yang terbaik untuknya. Semoga pengalaman Kartini kecil ini dapat kita ambil pelajarannya. Sesungguhnya di balik setiap kesusahan terdapat kemudahan yang telah Allah siapkan. Semoga tetap Semangat dan Istiqamah.