“Sesungguhnya orang yang hidup untuk dirinya sendiri, ia akan hidup kecil dan mati sebagai orang kecil. Sedangkan orang yang hidup untuk umatnya, ia akan hidup mulia dan besar, serta tidak akan pernah mati”. (Sayyid Qutbh)
Keberadaan makhluk diciptakan Allah adalah untuk membangun peradaban yang baik di dunia ini dan sekaligus untuk beribadah kepadaNya. Selama semua makhluk itu selalu berpijak pada pedoman hidup yang telah dikirimkan kepada utusanNya yang mulia maka semua proses akan berjalan dengan maksimal. Dan pencapaian itu tentu dengan kapasitas yang sudah ditunjuk pada masing-masing individu tentunya. Tidak ada saling lebih di antara yang lainnya kecuali tingkat ketaqwaannya.
Selama semua makhluk juga sadar akan keterikatannya dengan yang lain dalam lingkungan social yang ada maka kesinambungan dan keberlangsungan hidupnya juga harus memiliki aturan satu dengan yang lainnya. Charles Darwin, yang memulai karir ilmiahnya sebagai seorang geology tetapi kemudian menjadi tertarik pada biologi selama ekspedisinya ke Kepulauan Galapagos, dimana ia Fauna pulau. Pengamatan-pengamatannya merangsang Darwin untuk berspekulasi tentang pengaruh isolasi geografis pada formasi species dan secara bertahap membawanya kepada formulasi teori evolusinya. Dia menggambarkan hakekat kehidupan sosial dengan tendensi yang keliru yang berakar pada pandangan tentang alam yang dimiliki oleh pengikutnya dalam ilmu social (“Sosial darwinists”) pada abad kesembilan belas, yang percaya bahwa semua kehidupan dalam masyarakat harus berjuang untuk bereksistensi yang diatur oleh Hukum “Survival of the Fittest”. Kelirunya lagi sebagian kita secara tidak sadar menjadi penganut mahzab tersebut, dengan berorientasi pada hasil bukan pada proses. Saling mengorbankan yang lain, serta pendefinisian yang salah antara pria dan wanita, karena semua selalu dengan pendekatan agresif dan bersaing total.
Wanita dengan Segala Kelebihannya
Kehidupan seseorang akan lebih berharga ketika ia mempunyai peran dalam kehidupan sesamanya. Filosofi kehidupan social inilah yang sebenarnya harus terpatri dalam diri seluruh umat manusia. Keadaan pada saat krisis akan menjadi lebih ringan ketika kita semua saling berkoneksi untuk mendapatkan kemaslahatan bersama. Tidak merasa saling unggul antara satu dengan lainnya, sehingga yang justru terjadi adalah suatu gerakan dekonstruktif. Satu dengan yang lainnya itu harus saling melengkapi, begitu juga peran wanita dan laki-laki. Bersatunya wanita dan laki-laki dalam keluarga yang harmonis mempunyai andil pengasuhan anak yang jadi pendorong utama terciptanya karakter yang berujung kepada karakter masyarakat sekitarnya.
Ada 3 masa penting di setiap tahapan kehidupan seorang wanita yang didasari oleh fungsi dan perannya yang secara biologis memang diciptakan berbeda dengan laki-laki:
Saat Kanak-Kanak & usia Golden Age
Dalam sebuah penelitian tahun 2005 di Inggris (Louann Brizendine, Female Brain), dilakukan perbandingan antara anak perempuan dan anak laki-laki usia empat tahun dalam hal kualitas hubungan social mereka. Dalam perbandingan ini mereka juga dinilai berdasarkan suatu skala popularitas dengan melihat berapa banyak anak lain yang ingin bermain dengan mereka. Anak perempuan menang telak. Anak-anak yang semuanya berusia empat tahun ini, sebelumnya sudah diukur kadar testosteronnya selama dalam Rahim antara usia kehamilan 12 dan 18 minggu. Pada saat itu, otak mereka sedang berkembang menjadi rancangan laki-laki atau perempuan. Anak-anak dengan kadar testosterone terendah memiliki hubungan social yang kualitasnya paling tinggi di usia empat tahun. Mereka adalah anak-anak perempuan.
Di otak perempuan, sirkuit untuk melakukan serangan lebih erat kaitannya dengan berbagai fungsi kognitif, emosional, dan verbal daripada jalur agresi laki-laki, yang lebih terhubung dengan beberapa area otak untuk aksi. Dari situ bisa kita lihat perbedaan mendasar yang harus kita fahami bahwa walaupun kita beri mainan anak-anak yang sama, baik itu laki-laki maupun perempuan akan beda penyikapan mereka atas mainan tersebut, contohnya adalah ketika anak perempuan diberi truk mainan tetap disikapi dengan menggendong mainan tersebut bukan memainkannya sebagaimana fungsinya, berbeda ketika mainan itu diberi kepada anak laki-laki.
Pembentukan otak manusia pada saat paling vital terbangun 80% pada saat golden age. Dimana sejarah perkembangan dan pembentukan karakter dibangun saat golden age ini. Anak yang mendapat pembinaan di usia ini akan berdampak kepada peningkatan etos kerja, produktivitas yang maksimal dan pada akhirnya mampu megoptimalkan potensinya yang ada. Peran ibu yang stabil secara emosi dan kejiwaan, sangat berperan dalam usia pembentukan ini. Stres ibu selama kehamilan berpengaruh pada reaksi emosi dan reaksi hormone stress, khususnya pada keturunan perempuan.
Pada Saat Menjadi Ibu di Usia Subur
Pada saat masa kesuburan yang ditandai dengan datangnya masa haid pertama, setiap wanita akan mengalami pasang surut emosi selama rentang waktu evolusi haid tersebut. Yang tidak dialami oleh laki-laki. Dan tingkat keunggulan calon anak yang baik terjadi pada saat usia-usia produktif pembuahan. Siapapun yang pernah merasakan masa kehamilan akan terjadi secara otomatis rasa keibuan mereka. Walaupun sebelumnya tidak ada bayangan sama sekali.
Para ilmuwan di universitas College, London, menemukan bahwa beberapa bagian otak yang biasanya tersedia untuk membentuk penilaian kritis dan negative terhadap orang lain-misalnya, anterior cingulate cortex-padam ketika seseorang menatap orang yang dicintai. Respon pengasuhan lembut yang ditimbulkan sirkuit-sirkuit oksitosin ini diperkuat oleh rasa senang yang timbul karena semburan dopamine (senyawa kimia kesenangan dan imbalan). Dalam otak seorang ibu, dopamine didongkrak oleh estrogen dan oksitosin. (Louann Brizendine, Female Brain).
Pada saat inilah peran penting terbangunnya peradaban dimulai, ketika seorang ibu secara naluriahnya yang khas memegang peran utama dalam pengasuhan anaknya. Pembentukan karakter keluarga tergantung dari pembagian peran dalam keluarga tersebut. Ketika ibu bertanggung jawab atas pengasuhan anaknya dan seorang ayah mendukung peran ibu dalam menstabilkan emosinya serta finansial keluarga maka terciptalah hubungan yang harmonis. Seperti kita tahu peranan keluarga dalam pembentukan masyarakat sangatlah penting. Dalam harian KOMPAS, 4 Maret 2012 lalu, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto mengatakan, bunuh diri yang terjadi di Jakarta dan wilayah sekitarnya sebagian besar dipicu masalah internal keluarga. Serta menurut dokter kesehatan jiwa di Rumah Sakit Duren Sawit, Joni H Ismoyo, kunci utama untuk mengurangi ketegangan jiwa adalah menjalin komunikasi yang lancar antar anggota keluarga.
Saat Menopause
Kebutuhan untuk tetap berada pada orang-orang yang disayangi saat usia kehidupan mencapai usia menopause sangat berharga. Kehadiran anak-anak dan cucu-cucunya. Bayangkan jika makin banyak perempuan menopause single yang hidup sendiri. Empat dari lima perempuan usia 50 tahun berkata bahwa membantu orang lain adalah penting bagi mereka (Louann Brizendine, Female Brain). Pada saat menopause, otak perempuan kebanyakan, diprogram oleh suatu interaksi yang rumit. Interaksi terjadi antara hormone, sentuhan fisik, emosi, dan sirkuit-sirkuit otak untuk menjaga, memenuhi kebutuhan, dan membantu orang-orang di sekelilingnya. Dalam kaitannya dengan masyarakat, dia selalu terdorong untuk menyenangkan orang lain. Desakan untuk membentuk hubungan serta keinginan dan kemampuan yang sangat terasah untuk membaca emosi, kadang ,memaksanya untuk menolong sekalipun dalam kasus-kasus yang tak berpengharapan.
Dari sini bisa kita simpulkan bahwa usia menopause juga merupakan salah satu usia produktif bagi kaum wanita untuk menggerakkan seluruh kemampuannya berdasarkan pengalaman hidup mereka yang sudah matang. Dalam beberapa kasus keterlibatan mereka dalam lingkungan social menyebabkan stabilnya kesehatan di usia mereka.
Ketika kita fahami tahapan-tahapan pada kehidupan wanita tadi ada banyak hal yang seharusnya bisa di lakukan. Hal paling penting adalah memetakan waktu-waktu dalam kehidupan tadi. Apa yang seharusnya dilakukan, seperti umur berapa usia perkawinan produktif agar terlahirnya generasi baru yang tumbuh kembangnya optimal. Dan juga segala sesuatu untuk keberlangsungan hidup yang seimbang. Untuk itu juga ada 2 hal yang juga harus dioptimalkan seorang wanita:
Pahami benar tugas dan peran di setiap tahapan agar semuanya bisa dilalui dengan baik. Tugas seorang ibu sejak awal faham bagaimana karakteristik anak laki-laki dan perempuan mereka. Bukan seperti yang dianut oleh para feminis bahwa perbedaan perlakuan atas jenis kelamin anak akibat perilaku budaya setempat. Sudah kita buktikan di atas bahwa secara biologis wanita dan laki-laki berbeda memang berbeda.
Mantapkan keilmuan karena kesadaran akan tugas dan peran memerlukan banyak pengetahuan. Pengetahuan akan banyak membuka wawasan serta mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Keseimbangan emosi dan kestabilan jiwa seorang wanita didasari dekatnya hubungan mereka dengan Rabb-nya. Ketika menghadapi permasalahan ketidak seimbangan hormon, tidak menjadikannya seorang yang lompatan kestabilannya melenting jauh.
Oleh: Fiatri Widuri, ST , Ketua Kelompok Kajian Salimah
Sumber: Salimah