Dulu ada seorang wanita datang mengadu kepada Khalifah Al-Ma’mun al-Abbaasii. Tidak tanggung-tanggung, yang diadukan oleh wanita itu adalah kedzhaliman putra khalifah sendiri.
Mendengarkan pengaduan itu, Khalifah memanggil puteranya untuk diperhadapan dengan wanita itu. Akhirnya dua orang itu berdebat bahkan bertengkar di hadapan khalifah.
Di saat pertengkaran itu semakin memuncak, Suara wanita itu makin meninggi dan melebihi suara putera khalifah dan putera khalifah malah terdiam tak lagi berbicara.
Melihat suasana seperti itu maka orang-orang yang hadir memarahi sang wanita karena berbicara tidak sopan dengan putera seorang khalifah.
Namun Khalifah Al-Ma’mun malah menegur mereka yang hadir dengan berkata:
ﺍﺳﻜﺘﻮﺍ ! ﻓﺈﻥ ﺍﻟﺤﻖ ﺃﻧﻄﻘﻬﺎ ﻭﺍﻟﺒﺎﻃﻞ ﺃﺳﻜﺘﻪ
“Diamlah kalian! Sesungguhnya kebenaranlah yang membuat (wanita itu) bicara dan kebathilan lah yang membuat (putera khalifah) itu terdiam.”
Dahulu kebenaran dijunjung tinggi. Tidak peduli siapa ia. Berasal dari mana. Keturunan dan tokoh ataupun bukan. Tapi sekarang sebaliknya. kebenaran tidak lagi diperdulikan. Nyelengo. Malah kebatilan yang dijunjung.
Ingatlah Kawan. Suara kebenaran jauh lebih tajam dari mata pedang. Teriakan untuk menghentikan kezhaliman, jauh lebih runcing dari mata tombak.
Semangat menegakkan kalimat tauhid, jauh lebih kuat dari tameng besi. Kalau pun harus Bergegas, bukanlah pedang baja yang hendak dibawa, bukanlah tombak besi yang akan diangkut dan bukan pula tameng perang yang akan disertakan.
Tapi bawalah suara kebenaran. Angkutlah tombak suara anti kedzhaliman. Sertakanlah tameng kalimat tauhid. Maka ini lah yang dimaksud sabda Rasulullah shallallahu Alahi wa Sallam ini:
ﺃَﻓْﻀَﻞُ ﺍﻟْﺠِﻬَﺎﺩِ ﻛَﻠِﻤَﺔُ ﻋﺪﻝ ﻋِﻨْﺪَ ﺳُﻠْﻄَﺎﻥٍ ﺟَﺎﺋِﺮٍ .
“Jihad yang paling utama adalah mengatakan kalimat keadilan kepada penguasa yang zhalim.” [HR. Abu Daud]
Wallahu a’lam.
Muhammad Hafidz Firdaus Al Anshari