Tulisan ini terangkai disela-sela saya sedang menjadi relawan Lembaga Kemanusiaan Nasional PKPU untuk mengawal prosesi pemotongan hewan qurban di Sulawesi Utara. Turun ke lapangan, menarik sapi, memotong dan membagikan dagingnya untuk sahabat-sahabat kita yang membutuhkan.
Syukur alhamdulillah, sahabat Muslim dan sahabat lainnya pun mendapatkan “keberkahan” daging hewan qurban di hari raya ‘Idul Adha ini. Tepatnya di Lolak, Bolaang Mongondow, seluruh masyarakat bahu-membahu membagikan daging qurban, tak ketinggalan pula Bapak Salihi, Bupati Bolaang Mongondow pun ikut di dalam aktivitas ini.
Keberadaan Hari Raya ini tidak terlepas dari tapak tilas seorang Ayah dari para Utusan Tuhan yang dilahirkan di muka bumi, beliau adalah Ibrahim atau Abraham. Beliau adalah seorang Utusan Tuhan yang sekaligus seorang Ayah dari anak-anak yang semuanya menjadi Utusan Tuhan, selain itu beliau juga seorang suami yang sangat mencintai istrinya dan juga kepala keluarga. Menjadi sebuah keluarga yang mampu mencetak anak-anaknya menjadi manusia hebat.
Sudah selayaknya bila kita menggali lebih dalam bagaimana ayah Ibrahim (Abraham) mengelola keluarganya. Sedikitnya ada lima catatan saya mengenai hal ini.
Pertama, ayah Ibrahim (Abraham) menjadikan keyakinan Kekuatan Tuhan sebagai fondasi dalam membangun keluarganya. Dengan keyakinan Kekuatan Tuhan yang dimilikinya seluruh problematika kehidupan keluarganya selalu terselesaikan dengan baik.
Di saat si kecil Ismail sedang kehausan yang luar biasa, sang ibu Hajar pun langsung mencari air meskipun ia sedang di padang pasir yang gersang. Ibu Hajar pun berlari-lari menaiki bukit-bukit pasir mulai dari bukit Shafa ke bukit Marwah sebanyak 7 kali. Oleh karena keyakinannya yang kuat, maka Tuhanpun mengeluarkan air, yang kini terkenal dengan air Zamzam.
Kedua, ayah Ibrahim (Abraham) membangun pilar keluarganya dengan memberi contoh kebiasaan yang baik dalam keluarganya. Kebiasaan keluarga yang baik akan menghasilkan karakter keluarga yang baik. Dalam segala kesempatan beliau selalu diiringi dengan do’a dan memohon kepada Tuhan agar diberikan keberkahan dalam keluarganya.
Diantara do’a ayah Ibrahim (Abraham) adalah permohonannya agar diberikan anak dan keturunan yang saleh dan salihah (berhati mulia, cerdas dan bertanggung-jawab) agar dapat meneruskan perjuangan orangtuanya.
Ketiga, ayah Ibrahim (Abraham) meletakkan Visi dan Misi keluarga dengan sangat jelas yakni menjadikan keluarganya sebagai keluarga yang penuh ketaatan kepada seluruh ketentuan Tuhannya. Seluruh aktivitas kehidupan keluarganya harus merefleksikan nilai-nilai Tuhan, bila ada nilai-nilai yang tidak sesuai, merekapun tidak menerepkan dalam keluarganya.
Seluruh anggota keluarganya memegang kokoh Visi dan Misi yang telah tercanangkan itu. Ayah Ibrahim(Abraham) menyampaikan ajaranNya ke seluruh pelosok negeri, ibu Hajar dan Ismail pun memberi dukungan dan dorongan serta do’a restu agar seluruh aktivitas yang dilakukan ayah Ibrahim(Abraham) sukses dan mendapatkan keberkahanNya.
Keempat, ayah Ibrahim(Abraham) membangun ketangguhan keluarganya melalui ketauladanan dalam berpikir dan bertindak. Beliaupun tak segan-segan mencurahkan cintanya pada istri dan anaknya. Beliau mengedepankan “team building” dalam keluarga, bersama Ismail meninggikan bangunan Ka’bah. Beliau juga mencontohkan pola komunikasi indah, membudayakan diskusi, dan musyawarah diantara anggota keluarganya sehingga menghasilkan pemahaman dan pengertian yang baik, seperti ketika ayah Ibrahim(Abraham) mengkomunikasikan mimpinya pada anak Ismail bahwa beliau diperintahkan Tuhan untuk menyembelihnya.
Dari hasil komunikasinya diperoleh kedasaran dan keikhlasan untuk menjalankan perintah Tuhan tersebut yang akhirnya Ismail pun digantikan dengan domba besar yang menjadi Qurban.
Kelima, ayah Ibrahim(Abraham) melakukan sinergi dan kolaborasi dengan lingkungannya. Beliau menyerukan pada keluarganya untuk senantiasa berkurban sebagai wujud ketaatannya kepada Tuhan dan kecintaan kita pada manusia serta alam semesta.
Bagi saya pribadi, ini adalah contoh keluarga modern, yang bisa kita adopsi sebagai alat ukur dalam membangun keluarga modern, yang mampu melahirkan manusia modern yakni manusia berhati mulia, cerdas dalam berpikir dan bertanggung-jawab dalam setiap sikap dan perbuatannya.
Sahabatku, selamat mencoba meneladani keluarga Ibrahim, bapak para anbiya’.